Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Keamanan Tak Boleh Sekadar Janji: Data Pribadi Adalah Hak, Bukan Komoditas

26 Juli 2025   12:38 Diperbarui: 26 Juli 2025   12:38 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. UU PDP: Payung yang Masih Basah

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) memang telah disahkan dan menjadi tonggak penting dalam perlindungan data digital di Indonesia. Namun, UU ini masih dalam tahap implementasi dan memerlukan banyak peraturan turunan, serta lembaga pengawasan yang independen dan kuat. Dalam konteks kerja sama dengan negara lain, posisi UU PDP harus menjadi garda depan, bukan sekadar tameng retoris.

Kekuatan UU PDP akan diuji dalam situasi seperti ini: apakah pemerintah wajib menginformasikan kepada publik setiap kerja sama lintas negara yang menyangkut data? Apakah ada prosedur audit bersama yang menjamin tidak terjadi penyalahgunaan data oleh pihak asing? Jika tidak, maka UU PDP bisa menjadi semacam simbol hukum yang belum terimplementasi secara substantif.

UU ini seharusnya menjadi standar etik dan hukum yang tidak bisa ditawar dalam kerja sama internasional. Artinya, pemerintah berkewajiban mengekspresikan posisi hukum Indonesia secara tegas: tidak ada data pribadi yang bisa diproses, dianalisis, apalagi diekspor tanpa persetujuan eksplisit warga negara yang bersangkutan.

3. Platform Digital: Medan Tarik Ulur Kedaulatan

Prasetyo menyebut bahwa data yang dikirim warga ketika menggunakan platform seperti email adalah bagian dari interaksi digital yang lazim. Namun, jika kerja sama ini bertujuan mengamankan “platform-platform” tersebut, maka harus dijelaskan: platform siapa yang dimaksud? Apakah platform asing, atau layanan nasional yang dibantu oleh mitra internasional?

Kenyataannya, sebagian besar platform yang digunakan warga Indonesia merupakan produk luar negeri dengan pusat data dan sistem kendali berada di luar yurisdiksi Indonesia. Ini berarti kerja sama keamanan pun rawan dimaknai sebagai bentuk keterlibatan langsung pihak asing dalam sistem digital kita. Tanpa struktur keamanan siber nasional yang kokoh dan mandiri, kerja sama semacam ini dapat membuka celah intervensi.

Pesan pentingnya adalah: kedaulatan digital tak bisa sekadar bergantung pada niat baik. Ia harus diperjuangkan dengan investasi pada teknologi lokal, penguatan regulasi, serta kemitraan yang sejajar—bukan relasi asimetris yang berpotensi melemahkan kontrol kita atas data warga sendiri.

4. Literasi Digital Publik: Pilar yang Masih Rapuh

Salah satu kelemahan paling krusial dalam diskursus ini adalah minimnya literasi data masyarakat. Banyak warga belum memahami bagaimana data mereka diproses, disimpan, bahkan dijual. Dalam kondisi ini, setiap kerja sama pemerintah—apa pun bentuknya—rawan disalahpahami atau dijadikan alat manipulasi oleh pihak yang ingin merusak kepercayaan publik.

Tanggung jawab membangun literasi digital seharusnya menjadi komitmen lintas sektor: dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga media massa. Masyarakat perlu diberi pengetahuan dasar tentang privasi digital, pengelolaan data, serta hak-haknya sebagai subjek data. Tanpa itu, retorika jaminan keamanan akan terdengar hampa di tengah ketidakmengertian kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun