Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Pintu Asrama Tertutup: Pendidikan Inklusif Tak Boleh Gagal Menampung Harapan

23 Juli 2025   20:42 Diperbarui: 23 Juli 2025   20:42 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poin penting di sini adalah urgensi komunikasi yang lebih terbuka dan tepat waktu. Kejelasan informasi dapat mencegah kepanikan dan konflik persepsi. Koordinasi antarlembaga harus memprioritaskan keterlibatan komunitas pendidikan sejak awal, bukan setelah muncul polemik.

Kita perlu menghindari situasi di mana siswa dan guru mengetahui keputusan penting dari rumor atau tindakan sepihak. Prinsip keterbukaan informasi publik dan partisipasi adalah jantung dari sistem pendidikan yang sehat dan inklusif.

5. Jalan Ke Depan: Membangun Ekosistem yang Ramah Disabilitas

Kini saatnya pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan membangun sistem asrama dan layanan sosial yang benar-benar berpihak kepada siswa disabilitas. Langkah konkret dapat berupa pembangunan rumah tinggal berbasis komunitas, dengan pendekatan non-institusional, yang lebih ramah dan adaptif terhadap kebutuhan individu.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang selama ini aktif dalam isu kesejahteraan sosial, dapat menjadikan momen ini sebagai titik balik perbaikan tata kelola. Tidak harus dengan gebrakan besar, cukup dengan membangun jalur koordinasi tetap antara sekolah luar biasa dan lembaga sosial secara reguler.

Selain itu, penting untuk melibatkan suara penyandang disabilitas dalam proses perencanaan. Dengan begitu, setiap kebijakan akan lebih dekat pada kenyataan hidup mereka, dan jauh dari asumsi administratif semata.

Penutup: Jangan Biarkan Suara Kecil Tak Terdengar

“Anak-anak kita di SLB bukan menuntut keistimewaan, mereka hanya ingin tempat belajar yang layak dan kehidupan yang aman.”

Kisah dua siswi SLBN A Pajajaran yang kehilangan tempat tinggal secara tiba-tiba bukan sekadar insiden. Ia adalah cerminan bahwa sistem belum sepenuhnya siap mendukung inklusi secara utuh. Namun, setiap krisis adalah peluang refleksi.

Kini saatnya kita bersama memastikan bahwa inklusi tidak berhenti di ruang kelas. Ia harus merambah hingga ke tempat tinggal, akses gizi, dan ketenangan batin. Agar tak ada lagi anak-anak yang harus membuka pintu kamar, hanya untuk menemukan harapan mereka telah dikeluarkan lebih dulu. Wallahu a'lam. 

Daftar Pustaka:

  1. Pikiran Rakyat. (23 Juli 2025). Polemik SLBN A Pajajaran Berlanjut, 2 Siswi Mengaku Diusir dari Asrama.
  2. Pikiran Rakyat. (19 Mei 2025). Komisi Nasional Disabilitas Buka Suara soal SLBN A Pajajaran.
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
  4. Kemendikbudristek. (2023). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif.
  5. UNICEF Indonesia. (2022). Creating Inclusive Education Environments in Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun