Momen seperti ini menantang pemerintah untuk mengembangkan protokol penyaluran aspirasi yang lebih adaptif dan inklusif. Misalnya, menyediakan lokasi-lokasi yang strategis dan aman tanpa mengisolasi jarak antara rakyat dan penguasa. Prinsip open governance menuntut pemerintah hadir bukan hanya dalam bentuk otoritas, tapi juga sebagai mitra warga.
Sebaliknya, kelompok masyarakat pun perlu memastikan bahwa penyampaian aspirasi tetap dalam koridor hukum dan kesantunan. Ketika dua pihak sama-sama mengedepankan semangat konstruktif, maka yang lahir bukan ketegangan, melainkan kesepahaman yang matang.
Jalan Tengah: Kolaborasi daripada Polarisasi
Alih-alih menjadi ajang saling menyalahkan, demo ini bisa menjadi ruang percontohan kolaborasi demokratis yang matang. Bayangkan jika pasca aksi tersebut, terbentuk forum resmi dialog antara perwakilan pelaku wisata dengan Gubernur atau dinas terkait. Dari ketegangan bisa lahir perbaikan.
Penting disadari bahwa demokrasi bukanlah soal menang-menangan suara, tetapi tentang keberanian untuk mendengar dan memperbaiki. Ketika semua pihak merasa dilibatkan, dihargai, dan diberi ruang, maka tak perlu lagi ada klakson sebagai metafora frustrasi. Yang ada hanyalah ruang dialog yang manusiawi.
Optimisme harus tetap dijaga. Jawa Barat sebagai provinsi yang kaya potensi budaya dan pariwisata justru bisa menjadi model demokrasi partisipatif yang membumi. Semua pihak — dari masyarakat, pemerintah, hingga media — punya peran merawat ruang tengah ini.
Penutup: Demokrasi Bukan Sekadar Volume, Tapi Kualitas Mendengar
Telolet yang menggema di depan Gedung Sate telah berhenti. Tapi gema maknanya tetap melingkar di udara: tentang harapan, keresahan, dan ajakan untuk mendengar lebih dalam. Kita semua dihadapkan pada pilihan: membangun pagar-pagar diam atau jembatan-jembatan dialog?
Seperti dikatakan Hannah Arendt, “Kekuasaan sejati muncul ketika orang-orang bertindak bersama, bukan atas nama satu suara yang lebih lantang.” Maka mari jadikan telolet ini bukan sebagai tanda perpecahan, melainkan isyarat agar kita berhenti sejenak — untuk mendengar, memahami, dan melangkah bersama. Wallahu a'lam.
Daftar Pustaka
Kompas.com. (2025, 19 Juli). Telolet Demokrasi di Depan Gedung Sate: Ketika Bunyi Klakson Mengalahkan Retorika Kekuasaan. https://www.kompas.com