Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Telolet Demokrasi dan Simfoni Aspirasi: Saat Klakson Menyuarakan yang Tak Terdengar

22 Juli 2025   15:53 Diperbarui: 22 Juli 2025   15:53 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sisi lain, suara klakson yang menggelegar juga punya implikasi terhadap kenyamanan publik. Ini mengingatkan bahwa dalam menyuarakan pendapat, etika kolektif tetap harus dijaga. Ruang demokrasi tak bisa dipertukarkan dengan kebebasan absolut; harmoni sosial juga penting dirawat. Maka, upaya menciptakan ruang yang seimbang antara ekspresi dan keteraturan menjadi krusial di masa mendatang.

Gedung Sate dan Simbol Kekuasaan yang Perlu Menunduk

Sebagai ikon administratif Jawa Barat, Gedung Sate tak hanya memikul beban simbolik kekuasaan, tetapi juga tanggung jawab moral untuk mendengar dan merespons. Demonstrasi yang diarahkan ke lokasi ini bukan sekadar strategi geografis, melainkan simbolik: rakyat menyuarakan suara mereka langsung ke jantung pemerintahan.

Namun, perlu kita pahami bahwa respons terhadap demonstrasi tidak bisa sekadar administratif. Penolakan terhadap tempat demo misalnya, dapat dimaknai sebagai isyarat simbolik tentang relasi kuasa. Di titik ini, akan jauh lebih bijak jika pendekatan pemerintah diarahkan pada membuka dialog terbuka, bukan membatasi ekspresi.

Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan publik melalui tindakan yang tidak sekadar defensif, melainkan kolaboratif. Justru ketika ketegangan muncul, di situlah letak peluang untuk memperkuat kehadiran negara sebagai fasilitator aspirasi, bukan hanya sebagai regulator kebijakan.

Dinamika Pelaku Wisata dan Harapan Ekonomi Inklusif

Pelaku industri pariwisata di Jabar bukan hanya bagian dari rantai ekonomi, tetapi juga penjaga identitas budaya dan sosial masyarakat lokal. Ketika mereka turun ke jalan, yang dipertaruhkan bukan sekadar pendapatan, melainkan masa depan keberlanjutan profesi dan komunitas. Maka suara mereka layak diperhitungkan sebagai indikator kebijakan publik yang manusiawi.

Banyak dari mereka merasa tidak cukup dilibatkan dalam perumusan strategi pariwisata atau alokasi anggaran yang berdampak langsung pada usaha kecil-menengah. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan partisipatoris dalam pembangunan, di mana stakeholder lapangan diberi ruang untuk menyampaikan pandangan secara setara, bukan hanya sebagai pelengkap laporan.

Jika dikelola dengan bijak, aksi ini justru bisa menjadi momentum refleksi bersama: bagaimana memastikan agar kebijakan pariwisata tidak hanya menguntungkan pelaku besar atau investor, tetapi juga masyarakat akar rumput yang selama ini menopang sektor ini dengan penuh dedikasi.

Antara Regulasi, Rezim Perizinan, dan Etika Aspirasi

Penolakan terhadap lokasi demo oleh Satpol PP dengan alasan terganggunya kenyamanan masyarakat patut dikaji ulang dalam konteks prinsip demokrasi. Meski secara administratif keputusan itu sah, namun aspek etis dan politisnya perlu dikaji lebih dalam. Adakah cara lain untuk mengakomodasi aspirasi warga tanpa meredam ekspresi mereka?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun