Menjaga Keseimbangan Pendidikan: Menyikapi Dampak Kebijakan Rombel 50 Siswa
"Keadilan dalam pendidikan bukan hanya tentang akses, tapi juga tentang keberlangsungan semua lembaga penyelenggara." --- Irman Gunawan, Kepala SMK Wyata Dharma
Oleh Karnita
Ketika Kebijakan Baik Perlu Pendekatan yang Bijak
Pendidikan adalah ruang harapan yang menuntut kebijakan yang seimbang. Ketika Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggulirkan kebijakan peningkatan kapasitas rombongan belajar (rombel) dari 36 menjadi maksimal 50 siswa, tujuannya jelas: menjawab tantangan anak putus sekolah dan memastikan akses pendidikan lebih luas. Namun, dampak tak langsungnya mulai dirasakan oleh sejumlah sekolah swasta di berbagai daerah di Jawa Barat, terutama yang berada di wilayah urban dan semi-urban seperti Bandung Barat dan Indramayu.
Di tengah intensitas penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2025/2026, beberapa sekolah swasta mengalami penurunan jumlah siswa yang signifikan. Sebagian bahkan hanya memiliki dua hingga sepuluh siswa baru. Meski demikian, situasi ini bukan soal benar atau salah kebijakan, melainkan momentum penting untuk mengevaluasi implementasi dan menyesuaikan langkah agar kebijakan baik tetap berdaya guna tanpa menciptakan ketimpangan baru.
Upaya memperluas akses pendidikan tidak harus menempatkan sekolah negeri dan swasta dalam posisi kompetitif. Justru yang dibutuhkan adalah pendekatan kolaboratif dan integratif agar keduanya dapat saling mengisi dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kondisi di Lapangan: Tantangan yang Muncul dan Ragam Respons
Di Bandung Barat, misalnya, MA Muslimin Cipeundeuy yang tahun lalu menerima 50 siswa baru, kini hanya mencatat 10 siswa mengikuti MPLS. SMK Wyata Dharma mengalami penurunan dari 97 siswa pada 2024 menjadi 83 pada 2025. Sekolah-sekolah ini memilih memperpanjang masa penerimaan hingga akhir Agustus dan bahkan melakukan pendekatan door to door untuk menjangkau siswa yang belum melanjutkan sekolah.
Di Kota Bandung, sebuah SMA swasta hanya menerima dua siswa baru dan berencana melimpahkan mereka ke sekolah lain. Hal serupa terjadi di Indramayu dan Bekasi, yang menunjukkan kecenderungan penurunan partisipasi siswa di sekolah swasta setelah kebijakan peningkatan kapasitas rombel diterapkan.
Namun, tak sedikit pula sekolah negeri yang merasa terbantu dengan kebijakan ini karena mampu menampung siswa yang sebelumnya tidak tertampung akibat keterbatasan kuota. Dengan bertambahnya daya tampung, siswa dari keluarga rentan sosial bisa tetap bersekolah tanpa biaya tambahan.