Menjaga Cahaya di Lembaga yang Redup: Tragedi Nurhadi dan Tuntutan Reformasi Kepolisian
“Ketika hukum tak lagi menghadirkan rasa aman, maka kepercayaan publik pun meredup perlahan.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Udara malam di Gili Trawangan semestinya membawa ketenangan, dengan semilir angin laut, temaram lampu vila, dan suara musik yang bergema lembut dari kejauhan. Namun pada 16 April 2025, suasana damai itu berubah menjadi mencekam. Seorang anggota kepolisian, Brigadir Muhammad Nurhadi, ditemukan tak bernyawa di dasar kolam sebuah vila privat setelah diduga mengalami kekerasan oleh dua atasannya dalam sebuah pesta tertutup yang juga melibatkan dua perempuan muda. Pemberitaan ini pertama kali diangkat oleh Warta Bulukumba (13 Juli 2025) dalam laporan berjudul “Kronologi Kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan: Pesta Narkoba dan Kekerasan oleh Atasan.”
Peristiwa memilukan ini tidak berdiri sendiri. Esai opini dari Pikiran Rakyat (13 Juli 2025) yang berjudul “Kematian Nurhadi Cerminkan Wajah Gelap Polisi di Indonesia” menggarisbawahi bahwa tragedi ini membuka kembali luka lama publik: tentang bagaimana oknum di lembaga penegak hukum dapat menjadi pelaku kekerasan, bahkan terhadap sesama anggota. Nurhadi bukan korban biasa; ia adalah anggota Propam, divisi yang justru bertugas menjaga disiplin dan integritas di lingkungan Polri.
Dengan latar demikian, artikel ini tidak bermaksud menghakimi individu, melainkan mengangkat peristiwa Nurhadi sebagai titik refleksi atas kebutuhan mendesak reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian. Saat kepercayaan publik terus menurun, inilah waktunya membuka kembali ruang dialog untuk membangun kepolisian yang lebih berintegritas, humanis, dan akuntabel.
Tragedi di Balik Vila: Kronologi Kematian Nurhadi
Berdasarkan pemberitaan yang beredar, Nurhadi menghadiri sebuah pesta tertutup bersama dua atasannya dan dua perempuan muda. Pesta itu berlangsung di sebuah vila mewah di Gili Trawangan, malam hari. Menurut keterangan penyidik, suasana mulai tidak kondusif ketika salah satu interaksi memicu ketegangan emosional antara peserta pesta.
Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi diduga mengalami tindak kekerasan fisik yang mengakibatkan luka serius di beberapa bagian tubuhnya. Ia akhirnya tenggelam di kolam, dan meskipun sempat mendapatkan pertolongan, nyawanya tak tertolong. Hasil autopsi menunjukkan adanya cedera akibat benturan keras dan dugaan cekikan.