Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Duka Menempa, Saatnya Kita Berbenah: Pelayanan Kesehatan Tak Boleh Abai Nyawa

9 Juli 2025   07:47 Diperbarui: 9 Juli 2025   07:47 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Wali Kota Cimahi Adhitia M. kunjungi keluarga mendiang Ulfa Y.L. (30), yang meninggal di RSUD Cibabat, (7/7/2025). * Ririn NF/"PR"

Saat Duka Menempa, Saatnya Kita Berbenah: Pelayanan Kesehatan Tak Boleh Abai Nyawa
"Nyawa tak boleh jadi statistik. Di balik setiap pasien, ada harapan yang tak semestinya padam di ruang tunggu."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Duka yang Menyentuh Nurani, Evaluasi yang Menyentuh Sistem

Tangis pilu masih menggema di Kampung Cukangkawung. Di tengah rumah sederhana yang menyimpan kenangan, Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira, datang dengan wajah teduh dan sikap penuh empati. Ia tak hanya menyampaikan belasungkawa kepada Nandang Ruswana, suami mendiang Ulfa Yulia Lestari, namun juga membuka ruang tabayyun yang manusiawi—sebuah langkah langka dan terpuji dari seorang pemimpin di tengah keluh kesah warga yang merasa ditinggal sistem kesehatan.

Ulfa Yulia Lestari, 30 tahun, adalah satu dari sekian ribu pasien yang mempercayakan hidupnya kepada institusi medis. Namun kepergiannya pada 29 Juni 2025, yang diduga karena lambannya intervensi medis di RSUD Cibabat, membuka luka kolektif. Adhitia tak datang membawa retorika birokrasi. Ia datang dengan mendengarkan, memohon maaf, dan menjanjikan evaluasi menyeluruh atas pelayanan rumah sakit milik Pemkot Cimahi.

Langkah ini penting. Namun lebih penting lagi ialah bagaimana seluruh ekosistem layanan kesehatan—tenaga medis, manajemen rumah sakit, dan pengambil kebijakan—memastikan bahwa Ulfa adalah nama terakhir dalam daftar pasien yang merasa tak dianggap. Artikel ini mencoba menggali makna di balik tragedi, mengajak semua pihak bercermin, dan meneguhkan tekad bersama untuk menempatkan kemanusiaan di atas segala prosedur.

1. Dari Simpati ke Empati: Teladan Pemimpin yang Turun ke Akar

Kehadiran Adhitia ke rumah duka bukan sekadar formalitas politik. Ini adalah bentuk kepemimpinan empatik yang layak diapresiasi. Saat banyak pejabat memilih berlindung di balik pernyataan pers, Adhitia memilih hadir secara langsung. Gestur ini kecil secara politik, tetapi besar secara moral.

Ia tak hanya menyampaikan duka, namun juga mendengarkan kesaksian Nandang tentang keinginan almarhumah yang tak terpenuhi—permintaan sederhana akan penyedotan cairan perut yang tak kunjung dilakukan. Sebuah catatan penting bagi seluruh fasilitas kesehatan: mendengar adalah awal dari memperbaiki.

Kepemimpinan semacam ini menjadi cermin bagi pejabat publik lain. Empati yang diiringi tindakan konkret adalah elemen penting dalam membangun kepercayaan warga terhadap pemerintah, terlebih saat menyangkut hak paling dasar: keselamatan jiwa.

2. Ketika Prosedur Mengalahkan Naluri Medis: Refleksi atas Profesionalisme Tenaga Kesehatan

Keluhan keluarga Ulfa membuka tabir dilematis yang sering terabaikan: bagaimana prosedur administratif kerap membelenggu kepekaan medis. Saat pasien BPJS dalam kondisi kritis, keputusan intervensi justru tertunda, memunculkan dugaan bahwa ada diskriminasi layanan.

Meski tenaga medis berada di garis depan, mereka juga berada dalam sistem yang serba terbatas. Beban kerja tinggi, ketakutan akan tuntutan, serta lemahnya manajemen kerap menjadi alasan tertundanya keputusan vital. Namun semua itu tak boleh dijadikan pembenaran untuk lalai terhadap nyawa manusia.

Yang dibutuhkan adalah pelatihan ulang berbasis etika medis, memperkuat sistem triase, dan membangun budaya rumah sakit yang mengedepankan keselamatan pasien sebagai prioritas absolut—bukan sekadar kepatuhan terhadap SOP.

3. Manajemen Rumah Sakit: Saatnya Reformasi Tak Hanya Audit

Adhitia menegaskan akan ada audit menyeluruh terhadap pelayanan dan manajemen RSUD Cibabat. Ini langkah awal yang strategis, namun tak boleh berhenti pada pemeriksaan administratif. Audit sejati harus menyentuh akar budaya kerja, sistem pengambilan keputusan, hingga transparansi laporan kejadian medis.

Audit klinik yang dijanjikan harus melibatkan pihak independen, termasuk organisasi profesi dan perwakilan masyarakat. Evaluasi juga harus mencakup sistem pelaporan internal dan jalur eskalasi ketika pasien dalam kondisi gawat. Siapa yang bertanggung jawab ketika prosedur tertunda? Apakah ada sistem pengawasan real-time?

Perbaikan manajemen rumah sakit bukan hanya soal mengganti direktur atau kepala instalasi. Ini tentang membangun mekanisme kolektif yang membuat setiap dokter, perawat, dan staf merasa terhubung dengan misi menyelamatkan nyawa, bukan sekadar mengisi jam kerja.

4. Pasien adalah Subjek, Bukan Nomor Antrian: Reformasi Pelayanan Publik

Pernyataan Nandang—“Jangan mentang-mentang BPJS”—menyentak nurani kita. Ini bukan sekadar keluhan pribadi, tapi cerminan realitas yang jamak di banyak rumah sakit publik. Masih ada kesenjangan perlakuan antara pasien BPJS dan pasien umum, yang sejatinya bertentangan dengan prinsip universalitas pelayanan kesehatan.

Pelayanan publik berbasis keadilan sosial menuntut bahwa siapa pun, tanpa memandang kelas ekonomi, harus mendapat perlakuan yang bermartabat. Pemerintah daerah bersama BPJS Kesehatan perlu mengevaluasi sistem klaim, birokrasi administrasi, dan beban kerja faskes agar tak membebani pasien dengan keterlambatan prosedur.

Rumah sakit daerah harus direposisi bukan hanya sebagai fasilitas layanan, tetapi sebagai penjaga martabat publik. Di sanalah nilai-nilai dasar Pancasila tentang keadilan sosial dan kemanusiaan diuji dan seharusnya ditegakkan.

5. Ulfa Sudah Pergi, Tapi Jangan Sampai Kita Kehilangan Nurani

Kisah Ulfa harus menjadi pelajaran kolektif yang menyentuh hati dan sistem. Kita bisa saja menyesali keterlambatan penanganan, namun penyesalan tanpa aksi hanya akan menambah daftar korban berikutnya. Inilah saatnya kita meletakkan kembali nilai-nilai etik dalam pelayanan publik, khususnya layanan kesehatan.

Perlu ada forum reflektif antarpihak—pemerintah, rumah sakit, keluarga pasien, dan organisasi profesi—untuk menyusun protokol darurat berbasis pengalaman nyata, bukan hanya teori. Di titik ini, kolaborasi multipihak menjadi kunci: bukan saling menyalahkan, tetapi saling menguatkan agar tak ada lagi keluarga yang berduka dalam diam.

Ulfa memang telah berpulang. Namun semangat untuk memperbaiki layanan kesehatan demi menjamin keselamatan dan martabat pasien harus terus hidup. Kisah ini seharusnya menjadi kisah terakhir yang kita tangisi karena kelambanan sistem.

Penutup: Saat Pemimpin Bertemu Keluarga, Sistem Pun Diuji

“Pelayanan yang baik bukan hanya soal standar operasional, tapi soal kepekaan untuk tidak membiarkan harapan mati perlahan.” Kisah Ulfa bukan hanya tentang kesedihan, tapi tentang peringatan bahwa di balik grafik pelayanan kesehatan, ada manusia yang berharap sembuh.

Adhitia telah menunjukkan sisi terbaik dari pemimpin daerah: hadir saat dibutuhkan, mendengar tanpa membantah, dan berjanji untuk berubah. Namun janji saja tak cukup. Diperlukan sistem yang mendukung perubahan itu secara nyata dan berkelanjutan.

Kita semua adalah bagian dari sistem yang harus dibenahi. Maka biarlah tangis Nandang menjadi alarm nurani kita semua: dari manajemen rumah sakit hingga para pembuat kebijakan. Karena di ujung semua prosedur itu, ada satu kata yang tak boleh hilang—kemanusiaan. Wallahu a'lam

Daftar Pustaka:

  1. Ririn Nur Febriani. “Datangi Keluarga Mendiang Ulfa, Adhitia Pastikan Pemkot Cimahi Evaluasi Layanan RSUD Cibabat.” Pikiran Rakyat, 8 Juli 2025.
  2. Kompas.com. “Pasien BPJS Meninggal, Keluarga Protes Penanganan Lambat di RSUD.” Kompas, 4 Maret 2024.
  3. Media Indonesia. “Audit Pelayanan RSUD: Momentum Reformasi Manajemen Kesehatan.” Media Indonesia, 12 Juni 2023.
  4. Republika.co.id. “Pelayanan Rumah Sakit Harus Bebas Diskriminasi Pasien.” Republika, 20 November 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun