Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Langkah Kecil Di Serambi Masjid, Lompatan Besar ke Unpad

7 Juli 2025   08:07 Diperbarui: 7 Juli 2025   08:07 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mh. Farel A.,  tinggal di masjid Bandung, berhasil masukTeknologi Industri Kimia Unpad  jalur SNBT. /Dok. Rumah Amal Salman.

Langkah Kecil di Serambi Masjid, Lompatan Besar ke Unpad
"Keterbatasan bukan halangan; ia adalah ladang keikhlasan yang menyuburkan cita-cita."

Oleh Karnita

Pendahuluan: Dari Sudut Masjid Menuju Panggung Masa Depan

Di balik sunyi serambi masjid yang menjadi saksi sujud dan doa malam, seorang remaja menenun mimpi besar dari lantai dingin penitipan sandal. Ia bukan anak pejabat, bukan pula dari keluarga akademisi. Tapi Muhammad Farel Alfhareza, 18 tahun, menjelma bukti hidup bahwa tekad, ilmu, dan keikhlasan mampu menerobos batas sosial dan ekonomi. Kisahnya yang dimuat di Pikiran Rakyat (3 Juli 2025) menggetarkan hati, menyapa nurani kita semua: pendidikan memang belum sepenuhnya inklusif, tapi harapan selalu menemukan jalannya.

Selama lima tahun, Farel tinggal di Masjid Habibburahman, Kota Bandung—bukan sebagai tamu, tapi sebagai anak marbot yang juga menjadi imam, guru madrasah, dan qari. Tak hanya memeluk Al-Qur’an, ia juga memeluk mimpi: menembus Universitas Padjadjaran lewat jalur SNBT. Dengan komputer tua milik ruang CCTV, buku pinjaman, dan sinyal internet masjid, ia belajar dalam diam, berjuang dalam keterbatasan. Dan kini, ia diterima di Jurusan Teknologi Industri Kimia Unpad. Sebuah pencapaian luar biasa yang lahir bukan dari privilese, tapi dari keikhlasan dan ketekunan.

Kisah ini penting disuarakan bukan sekadar sebagai inspirasi, tapi sebagai seruan—bahwa banyak Farel lain yang tersembunyi di masjid, di kolong jembatan, atau di sudut terminal. Kita diajak untuk tak sekadar berempati, tetapi juga menciptakan ekosistem yang membuka ruang prestasi bagi semua. Bagi remaja Indonesia, kisah Farel ini adalah ajakan: jika kamu memiliki mimpi, rawatlah ia seperti Farel merawat waktunya—dengan disiplin, dedikasi, dan doa.

1. Tempat Penitipan yang Menitipkan Harapan

Ruangan sempit tempat penitipan sandal berubah menjadi ruang belajar tanpa sekat. Tak ada kursi ergonomis, tak ada gawai mahal, hanya niat dan kepercayaan. Farel menjadikan ruang kerja ayahnya sebagai kelas malam, dan komputer CCTV sebagai jendela ke dunia akademik. Ini bukan kisah romantik kemiskinan, melainkan bukti bahwa dukungan terkecil dari lingkungan bisa menjadi suluh bagi perjuangan.

Pesan yang mencuat adalah urgensi dukungan komunitas. DKM Masjid Habibburahman tidak hanya memberi akses, tetapi juga mempercayai Farel. Dalam iklim sosial yang kerap mencurigai anak muda, kepercayaan ini menjadi katalis yang menggerakkan semangat belajar. Sebuah praktik kolaborasi sosial yang patut direplikasi.

Namun refleksinya juga menggelitik: betapa akses pendidikan dan teknologi masih sangat timpang. Apakah ruang belajar harus ditemukan di tempat penitipan sandal? Di era digital, mengapa masih ada siswa yang menggantungkan nasib pada kebaikan hati pengurus masjid untuk bisa online?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun