Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

LPDP dan Cita-Cita Meritokrasi: Menjaga Kepercayaan dalam Investasi Bangsa

21 Juni 2025   08:48 Diperbarui: 21 Juni 2025   08:48 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polemik Mutiara Baswedan yang lolos ke Harvad dengan beasiswa LPDP (dok. Pekanbaru Navigasi)

LPDP dan Cita-Cita Meritokrasi: Menjaga Kepercayaan dalam Investasi Bangsa
“Beasiswa bukan untuk siapa yang dikenal, tapi untuk siapa yang siap memberi kembali.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Pada 18 Juni 2025, Pikiran-Rakyat.com menerbitkan laporan berjudul “LPDP untuk Siapa? Maudy Ayunda dan Tasya Dapat Giliran Mutiara Baswedan Jadi Polemik.” Artikel ini mengangkat kembali perdebatan publik soal siapa yang layak menerima beasiswa LPDP. Kali ini, sorotan tertuju pada Mutiara Annisa Baswedan, putri dari tokoh nasional Anies Baswedan, yang diketahui diterima di Harvard University dengan beasiswa LPDP jalur reguler.

Ketertarikan pada isu ini bukan sekadar karena latar belakang publik figur yang bersangkutan, tetapi juga menyangkut esensi keadilan dalam kebijakan negara: apakah LPDP masih merepresentasikan meritokrasi? Atau telah bergeser menjadi arena simbolik yang menguntungkan elite? Di tengah opini publik yang mudah tersulut dan konteks politik yang tegang, objektivitas menjadi sangat penting agar pembahasan ini tidak terjebak dalam politisasi nama.

Urgensinya terletak pada kebutuhan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program-program strategis berbasis dana publik. Polemik ini menjadi refleksi atas ketegangan lama antara visi keunggulan dan persepsi keadilan sosial—dua hal yang seharusnya tidak perlu dipertentangkan jika transparansi dan akuntabilitas benar-benar dijaga.

1. Meritokrasi di Tengah Kecurigaan Kolektif

Perdebatan soal Mutiara Baswedan menguak problem lama: kepercayaan publik terhadap meritokrasi dalam kebijakan negara. Ketika seseorang dari keluarga ternama menerima beasiswa negara, publik cenderung curiga. Ini bukan soal pribadi semata, tetapi karena sistem kita belum benar-benar bebas dari nepotisme historis.

LPDP dirancang sebagai beasiswa berbasis kompetensi. Namun, dalam praktiknya, kehadiran figur publik memicu anggapan adanya privilese terselubung. Pertanyaan yang muncul bukan sekadar “layak atau tidak”, tetapi “transparan atau tidak prosesnya?” Masyarakat ingin diyakinkan bahwa tidak ada pintu belakang, tidak ada jalur khusus, dan tidak ada perlakuan istimewa.

Solusinya bukan melarang figur publik mendaftar, tetapi meningkatkan keterbukaan: menampilkan profil lengkap penerima (dengan izin mereka), menjelaskan indikator seleksi, dan mempublikasikan narasi kontribusi yang diajukan penerima. Ketika sistem terbuka, kecurigaan akan memudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun