"Setiap generasi menulis ulang sejarah, namun kebenaran akan tetap bertahan." – Margaret Atwood
Daripada menjadikan proyek ini sebagai produk tunggal pemerintah, lebih tepat jika pendekatannya adalah model “ekosistem sejarah nasional”. Pemerintah bisa merilis “kerangka sejarah resmi” sebagai pijakan awal, namun membuka ruang bagi berbagai versi interpretatif yang didukung riset sahih.
Beberapa solusi strategis yang dapat diterapkan:
Konsorsium sejarah nasional: melibatkan sejarawan, sosiolog, jurnalis, korban sejarah, hingga komunitas adat.
Platform daring sejarah terbuka: tempat publik dapat menambahkan cerita, arsip, dan koreksi.
Audit independen atas narasi sejarah: dilakukan oleh panel akademisi lintas kampus dan wilayah.
Literasi sejarah kritis di sekolah: agar pelajar tak hanya menghafal, tapi juga mengkaji sejarah secara kontekstual dan kritis.
Penutup: Sejarah Tak Boleh Menjadi Milik Kekuasaan
Sejarah bukan milik negara, bukan pula milik penguasa yang tengah menjabat. Ia adalah milik bersama—sebuah ingatan kolektif bangsa. Jika sejarah ditulis ulang hanya untuk menyesuaikan kepentingan hari ini, maka kita sedang menggali kubur bagi kebenaran esok hari.
Yang dibutuhkan Indonesia hari ini bukan "sejarah resmi", melainkan sejarah yang adil, terbuka, dan berpihak pada kebenaran. Lalu, siapkah kita menulis ulang sejarah dengan keberanian, bukan sekadar keinginan? Wallahu a’lam.