Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Penulisan Sejarah Ulang, Apa yang Harus Dilakukan?

26 Mei 2025   17:00 Diperbarui: 26 Mei 2025   17:00 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Kebudayaan seharusnya membuka kanal partisipatif—melalui konsultasi publik, forum daring, atau bahkan sayembara penulisan sejarah daerah. Sejarah Indonesia adalah sejarah bersama. Maka, prosesnya pun harus bersifat kolektif.

4. Tafsir Tunggal vs Pluralitas Sejarah: Perluas Jangkauan, Jangan Batasi Narasi

"Jika kau ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkan pemahaman mereka tentang sejarah."  – Milan Kundera

Penulisan ulang yang memusatkan narasi pada “Indonesia sentris” tentu penting untuk melawan dominasi kolonialisme dalam historiografi. Namun Indonesia sentris tidak boleh berarti Jakarta sentris atau kekuasaan sentris. Justru, pendekatan Indonesia sentris harus menjangkau Papua, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga minoritas yang kerap diabaikan.

Pluralitas sejarah tidak berarti relativisme ekstrem, tapi pengakuan bahwa satu peristiwa bisa memiliki banyak sisi dan makna. Misalnya, 1965 bukan hanya tentang kudeta, tetapi juga tentang tragedi kemanusiaan. Reformasi 1998 bukan hanya tentang kejatuhan Soeharto, tetapi juga kebangkitan suara mahasiswa dan rakyat kecil.

Pemerintah perlu menyusun panduan historiografi yang memuat prinsip inklusivitas, verifikasi silang, serta etika penulisan sejarah agar tidak menjadi propaganda. Sejarah bukan alat politik sesaat, tetapi refleksi masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih jujur.

5. Transparansi dan Akuntabilitas: Sejarah Adalah Amanah Publik

"Kebenaran sejarah akan lahir dari keterbukaan, bukan dari penutupan" – Pramoedya Ananta Toer

Ketua DPR Puan Maharani telah menegaskan agar penulisan ulang ini tidak mengaburkan fakta. Pernyataan ini penting, mengingat sejarah tidak boleh disulap untuk menyenangkan penguasa. Terlebih, proyek ini didanai negara dan dilakukan menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan, momentum yang sangat simbolis secara politik.

Dalam praktiknya, proyek ini harus disertai mekanisme audit publik, termasuk pelibatan MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia), pengarsipan terbuka, serta laporan berkala yang bisa diakses masyarakat. Jika tidak, proyek ini hanya akan menambah daftar panjang narasi sejarah yang dipertanyakan kebenarannya oleh generasi mendatang.

6. Alternatif Solusi: Penulisan Sejarah Sebagai Ekosistem, Bukan Monopoli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun