Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Bukan Lagi Soal Bertahan, Tapi Menyiapkan Diri Sejak Sekarang

5 Mei 2025   16:46 Diperbarui: 5 Mei 2025   16:46 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Orang bijak bukan yang menunggu badai reda, tapi yang belajar menari di tengah hujan." (Meta AI)

Bukan Lagi Soal Bertahan, Tapi Menyiapkan Diri Sejak Sekarang

"Orang bijak bukan yang menunggu badai reda, tapi yang belajar menari di tengah hujan." --- Anonim

Oleh Karnita

Pendahuluan 

PHK bukan lagi isapan jempol atau sekadar isu internal perusahaan. Dalam beberapa bulan terakhir, gelombang pemutusan hubungan kerja menyasar banyak sektor, termasuk industri media massa papan atas. Bahkan, seorang penyiar senior yang dikenal luas publik harus berpamitan secara live---dan video perpisahannya viral ke mana-mana. Tak pelak, kabar seperti ini menimbulkan resonansi emosional yang kuat, terutama bagi pekerja yang menyadari: tidak ada pekerjaan yang benar-benar aman.

Tak hanya bagi mereka yang terancam PHK, kesadaran untuk bersiap juga relevan bagi ASN. Sebagian besar pensiunan PNS menghadapi kenyataan bahwa uang pensiun dan gaji pensiunan tak sebanding dengan kebutuhan hidup yang terus bergerak naik. Lebih dari itu, bagi pasangan suami-istri yang keduanya adalah ASN kategori P3K---yang tidak mendapatkan pensiun rutin di usia 60 tahun---risiko finansial jangka panjang bisa jauh lebih nyata.

Di satu sisi, kebutuhan keluarga tak mungkin berhenti hanya karena status kepegawaian telah selesai. Di sisi lain, keinginan untuk tetap membantu saudara atau memberi manfaat bagi lingkungan juga tetap ada. Maka, tidakkah sekarang saat yang tepat untuk mulai merintis usaha sampingan? Tak perlu langsung besar, yang penting dimulai. Bisa saja dari hobi, keterampilan, atau hal-hal kecil yang bisa tumbuh seiring waktu. Ketika nanti masa pensiun tiba, usaha itu bukan lagi "tambahan", tapi bisa jadi poros utama kehidupan baru yang tetap produktif.

Ketidakpastian ini tak bisa lagi dihadapi dengan sekadar bersabar. Banyak yang mulai sadar, bertahan saja tidak cukup. Harus ada rencana cadangan. Harus ada skenario alternatif. Mulai dari menata kembali pengeluaran, meninjau ulang aset pribadi, hingga mencari peluang baru---semuanya menjadi langkah realistis agar tak jadi korban berikutnya.

"Orang bijak bukan yang menunggu badai reda, tapi yang belajar menari di tengah hujan." --- Anonim

Kutipan ini menggambarkan kenyataan kita hari ini: ketimbang terus berharap badai PHK mereda, mengapa tidak mulai bersiap, menyusun ulang langkah, dan membekali diri dengan skenario-skenario yang relatif ringan namun tetap berdampak?

Artikel ini mencoba menyigi realitas tersebut. Bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk menyarankan satu hal sederhana: mari siapkan diri dari sekarang, bukan hanya untuk bertahan, tapi juga untuk membuka kemungkinan baru.

1. "Tiba-Tiba Hari Itu Datang"

Tiba-tiba hari itu datang (Dok. Freepik)
Tiba-tiba hari itu datang (Dok. Freepik)

PHK, bagi banyak orang, datang seperti petir di siang bolong. Tak ada aba-aba. Tak sempat menyiapkan apa pun. Dan ketika surat keputusan itu datang, hidup seolah berhenti sejenak.

Yang terjadi kemudian adalah fase limbo---antara rasa kehilangan dan kebutuhan mendesak untuk tetap hidup. Di titik inilah, kesiapan mental dan keuangan diuji. Siapa yang punya simpanan, masih bisa tarik napas. Siapa yang hidup dari gaji ke gaji, bisa langsung goyah.

Bukan untuk menyalahkan, tapi untuk belajar: skenario buruk memang jarang diumumkan. Tapi justru karena itu, ia layak dipersiapkan.

2. "Gagal Menyusun Rencana, Berarti Merencanakan Kegagalan"

Gagal Menyusun Rencana, Berarti Merencanakan Kegagalan (Dok. Valueconsult)
Gagal Menyusun Rencana, Berarti Merencanakan Kegagalan (Dok. Valueconsult)

Kita tak bisa mengontrol kapan badai datang, tapi kita bisa memilih membawa payung atau tidak. Banyak orang yang selamat bukan karena hebat, tapi karena punya rencana cadangan.

Perencanaan keuangan jadi pondasi penting. Bukan hanya tabungan darurat, tapi juga pemetaan pengeluaran esensial, kewajiban yang bisa ditunda, dan aset yang bisa dikembangkan. Termasuk juga mulai memikirkan potensi penghasilan alternatif.

Bahkan saat masih bekerja, memikirkan skenario "bagaimana jika harus mulai dari nol" bukanlah tanda pesimis, tapi cermin kewaspadaan.

3. "Lindungi Diri, Lindungi Masa Depan"

Lindungi Diri, Lindungi Masa Depan (Dok. Freepik) 
Lindungi Diri, Lindungi Masa Depan (Dok. Freepik) 

Tak hanya soal uang, melindungi diri juga berarti menjaga ketahanan emosional dan sosial. Sebab efek kehilangan pekerjaan bisa menjalar ke identitas diri, relasi keluarga, hingga kesehatan mental.

Salah satu bentuk proteksi yang patut dipertimbangkan adalah perlindungan berbasis keuangan. Misalnya, asuransi jiwa atau kesehatan. Tapi tentu ini bukan satu-satunya jalan. Berjejaring, bergabung dengan komunitas, atau mencari mentor juga bagian dari proteksi jangka panjang.

Intinya: lindungi diri sebelum benar-benar perlu dilindungi.

4. "Siapa Bilang Bertahan Saja Sudah Cukup?"

Dalam kondisi seperti sekarang, sekadar bertahan kadang tidak cukup. Kita perlu adaptasi aktif---bergerak, belajar, dan mencoba hal baru. Di sinilah pentingnya membuka diri pada skenario-skenario baru.

Beberapa orang mulai menjajal bisnis kecil-kecilan dari rumah. Ada yang menjual keahlian sebagai freelancer. Ada pula yang bergabung dalam ekonomi digital: jadi reseller, content creator, atau bahkan barista kopi rumahan.

Poinnya bukan pada besar-kecilnya usaha, tapi keberanian untuk bergerak ke luar zona nyaman sebelum terdorong oleh keadaan.

5. "Bisnis Kecil, Risiko Rendah, Dampak Nyata"

Memulai usaha tak harus selalu spektakuler. Justru di saat ekonomi tak menentu, model bisnis yang ringan dan fleksibel justru lebih relevan. Warung kelontong, jasa ketik online, bimbingan belajar daring, atau cuci motor keliling bisa jadi awal.

Kuncinya ada pada dua hal: biaya awal yang rendah dan potensi keberlanjutan. Tak perlu modal besar, cukup riset pasar kecil-kecilan dan kemauan belajar.

Bahkan usaha sambilan yang dikerjakan paruh waktu bisa menjadi fondasi ketahanan finansial keluarga.

6. "Asuransi: Satu Contoh dari Banyak Pilihan"

Sebagian orang menemukan peluang baru dari produk yang dulu hanya dipandang sebagai pelindung. Di tangan mantan pekerja, asuransi bisa berubah menjadi ladang penghasilan.

Namun penting dicatat: ini hanya salah satu contoh. Ada pula yang berhasil sebagai agen properti, penjual makanan sehat, hingga konsultan daring. Intinya adalah mencari bentuk usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuan.

Yang dibutuhkan bukan sekadar peluang, tapi keberanian menjajaki. Menjadi agen perubahan dimulai dari kemauan menyiapkan diri.

Penutup

Gelombang PHK dan ketidakpastian kerja bukan hanya soal kehilangan, tapi juga soal pencarian---pencarian bentuk baru bertahan hidup dengan kepala tegak. Banyak orang kini mulai memikirkan cara lain untuk bertahan---bukan hanya dengan menabung atau berhemat, tapi juga membuka diri pada skenario-skenario baru, termasuk usaha-usaha yang ringan dijalankan, berbiaya kecil, dan relatif minim risiko.

Bagi sebagian orang, menjadi agen layanan finansial hanyalah satu dari sekian banyak opsi. Bagi yang lain, menjajaki usaha mikro, menjual keahlian secara daring, atau bergabung dalam ekosistem ekonomi digital bisa menjadi jalan. Intinya bukan pada bentuk usahanya, tapi pada keberanian untuk merancang ulang arah hidup. Di tengah ketidakpastian, yang paling siaplah yang tetap bisa berdiri tegak. Wallahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun