Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

60 Nyawa di Punggung Sugianto

4 April 2025   21:36 Diperbarui: 4 April 2025   21:36 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering menyebut mereka "pahlawan devisa," namun jarang menyaksikan betapa nyatanya makna itu. Sugianto bukan hanya mengirim uang, tapi juga menyelamatkan nyawa. Ia menjadi contoh bahwa kemanusiaan bisa melintasi batas visa, pekerjaan, bahkan bahasa.

Pemerintah Korea Selatan kini memberinya Visa F-2, sebuah bentuk penghargaan atas jasa dan integritasnya. Namun, yang paling berharga bukan visa itu, melainkan kepercayaan dan rasa hormat warga yang pernah nyaris kehilangan segalanya.

"Dia tidak hanya menyelamatkan kami. Dia memberi kami keyakinan bahwa masih ada kebaikan di dunia ini," kata Kim Pil-Kyung pelan, matanya berkaca-kaca.

Doa dari Laut: Leo dan Persahabatan dalam Bahaya

Di balik aksi Sugianto, ada sosok Leo, rekan senegara yang turut menembus api. Ia tak banyak bicara, tapi tubuhnya bercerita. Bahu yang lelah, lengan yang memar, semua itu tak menghalangi niatnya membantu.

"Saya cuma bantu Mas Sugi. Kalau dia bisa lari dua kali, saya harus lari tiga kali," ujar Leo singkat, menunduk. Tak ada kompetisi di antara mereka, hanya kebersamaan yang tak bisa dibeli.

Dari Indonesia ke Korea, dari laut ke bukit, dari teman jadi saudara. Itulah Leo dan Sugianto: dua anak bangsa yang membuktikan bahwa solidaritas tak butuh pangkat atau gaji besar---cukup hati yang besar.

Warga yang Menyebutnya Anak Sendiri

Pasca kebakaran, para lansia yang selamat tidak pernah lupa dengan "Ja-ga"---sebutan penuh hormat untuk Sugianto. Mereka menyebutnya "anak kami", bukan lagi "pekerja asing". Beberapa warga bahkan mengusulkan agar ia diberi status tinggal permanen.

"Kalau dia mau, kami akan kumpulkan tanda tangan. Dia harus bisa tinggal di sini. Kami ingin dia bersama kami," ujar seorang nenek 90 tahun, yang sempat digendong Sugianto saat nyawanya nyaris sirna.

Salah satu warga lain berkata lirih, "Dia bukan hanya menolong kami, dia membuat kami merasa dicintai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun