Mohon tunggu...
Karman Kurniawan
Karman Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Man

Masyarakat anti hoaks

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menuju Masyarakat Hyper-Realitas: Bagaimana "Kebohongan" Media Bekerja

7 Juli 2020   00:33 Diperbarui: 7 Juli 2020   03:09 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cara kerjanya sederhana, Informasi itu dikemas dengan mengeksploitasi persepsi pembaca dan realitas. Tampil seperti hero seakan terlihat menyajikan berita yang berkualitas dan ketika mulai membacanya, disitulah kebohongan mulai bekerja.


Ungkapan ini sendiri merujuk pada pengakuan Ryan Holiday, mantan direktur pemasaran American Apparel dan editor New York Observer yang lebih senang menyebut dirinya sebagai Manipulator media.
Hal itu ia jelaskan dalam bukunya yang berjudul "Trust Me, I'm Lying".


Sejatinya, berita yang dimanipulasi merupakan cerita lama yang sudah ada di masa lalu bahkan jauh sebelum teknologi informasi berkembang. Namun yang membedakan dengan kondisi sekarang ialah jangkauan dan kecepatannya.
Di abad 21 ini, Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mengubah secara signifikan wajah dunia di semua lini.


Berselancar di dunia maya bukan lagi sebuah pilihan, namun telah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat modern. Rujukannya jelas, jika mengacu pada hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh 10,12 persen.


Risetnya disebutkan jika Pengguna internet di Indonesia tercatat mengalami peningkatan sejak tahun 2018 lalu.


Angka ini meningkat dari tahun 2017 saat angka penetrasi internet di Indonesia tercatat sebanyak 54,86 persen, dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet.


Seakan berjalan beriringan, kemajuan teknologi informasi dan hoaks adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Kebiasaan sharing sebelum saring telah menjadi bukti nyata kegagapan kita dalam bermedia sosial.


Setidaknya ada dua faktor utama kenapa berita bohong mudah berkembang biak di platform medsos, yang pertama media sosial memfasilitasi berita benar dan berita salah. Teknologi informasi tidak bisa membedakan mana informasi yang benar mana informasi yang salah. Ini bukti bahwa teknologi sangat bergantung pada manusia sebagai instrukturnya.


Kedua, faktor pengetahuan seseorang. Hal ini berdampak pada preferensi individu atau kepercayaan sendiri, jika informasi memenuhi unsur ketakutan, atau cocok dengan apa yang di pikirkan, serta apa yang sudah diketahui maka berdampak pada berkurangnya skeptisme.


Berbagai literatur telah menjelaskan secara terminologi tentang apa itu Hoaks. Ia bukan sekadar berita bohong, melainkan informasi yang disusupi kepentingan oleh pembuatnya, pekerjaannya cukup rapi, dan terorganisir dalam eksekusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun