Takut ketinggalan, takut tidak aman, takut tidak cukup. FOMO---Fear of Missing Out---menyusup dalam bentuk yang sangat halus tapi memikat.
Investasi emas kini bukan lagi sekadar pilihan rasional, tetapi semacam perlombaan batin. Yang menonjol bukan nilai emasnya, tapi kecemasan kita sendiri.
Di sinilah pentingnya berhenti sejenak untuk bertanya: "Apa yang sebenarnya sedang kita cari?"
Emas yang Mengilap, Tapi Jiwa yang Lelah
Kadang kita menyesuaikan diri dengan arus, padahal arus itulah yang membawa kita semakin jauh dari kesejatian diri.
Bukan berarti membeli emas itu salah, sayapun masih suka membeli walau sangat jarang apalagi mengingat harga per-gramnya sekarang sangat tinggi.
Tapi ketika keputusan finansial didasarkan pada rasa takut atau tekanan sosial, alih-alih kesadaran yang jernih, kita sesungguhnya sedang berinvestasi dalam ilusi.
Banyak orang kini menabung logam mulia sambil merasa tidak lebih tenang. Karena setelah satu gram, ingin dua. Setelah dua, ingin lima. Dan begitu seterusnya. It never feels enough.Â
"People will do anything, no matter how absurd, in order to avoid facing their own souls." - Carl Jung
Mungkin emas bukan yang kita cari. Mungkin yang kita cari adalah rasa aman, pengakuan, nilai diri tapi semua itu tidak dijual di toko perhiasan.
Alternatif Investasi: Menumbuhkan Diri Sendiri
Bagaimana kalau kita mulai membalik pertanyaannya?