Mohon tunggu...
Kanzi Pratama A.N
Kanzi Pratama A.N Mohon Tunggu... Lainnya - Salam hangat.

Jadikan membaca dan menulis sebagai budaya kaum intelektual dalam berpikir dan bertindak!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bagaimana Addis Ababa Berkembang Pesat?

8 Februari 2024   07:00 Diperbarui: 8 Februari 2024   07:27 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Selama satu setengah dekade terakhir, proyek konstruksi besar-besaran seperti perumahan, bangunan komersial dan infrastruktur telah mengubah lanskap kota Addis Ababa dan menjadikan pembaharuan kota ini sebagai salah satu eksperimen sosial skala terbesar di Sub-Sahara Afrika. Pembangunan perumahan baru yang disubsidi oleh pemerintah yang ditargetkan kepada penduduk kota berpenghasilan rendah dan menengah dengan cepat dipenuhi oleh penduduk baru. Ababa mewakili intervensi pro-kaum miskin yang tidak selalu menghasilkan konsekuensi positif sebagai  contoh penting bagi negara-negara Afrika lainnya di tingkat kebijakan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti perkotaan dan pembuat kebijakan untuk mengkaji secara cermat dampak kebijakan.

Sejumlah contoh proyek pembaharuan kota di Afrika seperti Urban Development Program (UDP) bertujuan untuk merelokasi orang miskin ke perumahan kondominium baru yang dibangun pemerintah tidaklah menjadi pilihan yang realistis bagi mayoritas penduduk berpenghasilan rendah di pusat kota. Sebagian besar tata kota di negara berkembang tidak memiliki perencanaan, tetapi dibangun secara swadaya. 80% wilayah Addis Ababa secara struktural dapat diklasifikasikan sebagai slum area. Struktur perkotaan Ababa terdiri dari berbagai lapisan yang berbeda dari bangunan bertingkat tinggi hingga chika houses. Dari total jumlah unit hunian, lebih dari 30% merupakan unit kamar tunggal, hampir 15% tidak memiliki toilet pribadi atau bersama dan sekitar 20% tidak memiliki akses dapur. Untuk memperbaiki situasi dan mengakomodasi kebutuhan penduduk, setidaknya dalam dekade terakhir Ababa telah mengalami transformasi sosio-spasial berturut-turut termasuk extensive expansion, urban renewal dan densification yang mengubah morfologi dan memengaruhi komunitas di wilayah dalam kota. Bagi banyak negara berpenghasilan rendah termasuk Ethiopia, urbanisasi yang pesat tidak disertai dengan pembangunan infrastruktur perkotaan untuk melayani pertumbuhan penduduk. Hal ini membuat kemiskinan menjadi masalah perkotaan yang semakin meningkat dan pemukiman kumuh merupakan salah satu indikasi kemiskinan yang terlihat di perkotaan. Jika kemiskinan didefinisikan sebagai kurangnya akses terhadap kepemilikan, air bersih, sanitasi, daya tahan perumahan dan ruang hidup yang memadai maka Ababa yang didirikan pada akhir abad ke-19 ini jelas luput dari perencana matang sebab kota ini berkembang secara organik dengan pengaruh kolonial pendudukan Italia yang proses pengorganisasian terbentuk dari bawah ke atas (local bottom-up). Menelik II, Kaisar Ethiopia dan istrinya Taitu Betul mempersiapkan Addis Ababa melalui 9 master plans, namun tidak ada yang dilaksanakan secara signifikan. Ababa adalah hasil dari berbagai sistem dinamis di lapangan, masing-masing dengan logika sendiri dan terjadi secara bersamaan.

Kemunculan Addis Ababa disebut "New Flower" dalam bahasa Amharik yang muncul tahun 1886 dan awalnya didirikan sebagai kamp militer di kawasan perbukitan Entoto. Pada tahun 1888, dipindahkan ke dataran yang mengelilingi mata air panas yang terletak di dekat pusat kota saat ini. Menelik II didasarkan pada gagasan istrinya Taitu tentang penggunaan lahan mengumumkan "Taitu's Master Plan". Kaisar Haile mengukuhkan Addis Ababa sebagai ibu kota permanen sebagai penanda berakhirnya pusat politik pengembara bagi kaisar Ethiopia. 100--940 M, sebagian besar wilayah Ethiopia merupakan pusat perkotaan, termasuk Addis Ababa yang didirikan kurang dari 200 tahun yang lalu. Hambatan utama untuk pengembangan daerah perkotaan besar dan permanen di Ethiopia adalah konflik di antara para panglima perang karena sebagian besar permukiman skala besar pada waktu itu adalah garnisun militer. Selain fungsi politik, perdagangan dan agama juga menjadi alasan berdirinya permukiman perkotaan awal di Ethiopia. Dalam kasus Addis Ababa, pendiriannya pada tahun 1886 sebagai garnisun militer juga terkait dengan pembangunan istana untuk Kaisar Menelik II. Sebagian besar pertumbuhan awal Addis Ababa terjadi tanpa adanya perencanaan formal. Fokus utama Menelik II adalah menduduki lanskap pegunungan untuk mendapatkan keuntungan strategis guna memperluas wilayah. Istana-istana Menelik II dan tempat tinggal kaum bangsawan terletak di tempat-tempat berbukit dan terkenal elit. Karakteristik dasar tata letak pemukiman awal dapat digambarkan sebagai inti multisentric dengan pola perkembangan radial. Perkembangan Ababa perlahan-lahan menjadi pemukiman yang mengelilingi gereja dan rumah bangsawan serta tokoh penting lain yang terletak di puncak bukit. Permukiman multi-centered ini menyatukan orang-orang dari kelas yang berbeda dan karakter campuran organik mereka masih dapat dilihat dalam pola pemukiman masa kini di pusat kota. Situasi ini muncul karena setelah mendirikan kota, Menelik II mulai membagikan tanah kepada para bangsawan, kepala suku dan gereja.

Proyek publik pertama, rencana induk pertama kota, dan pendekatan kota ganda Italia untuk menciptakan pola spasial dan morfologi yang bertahan hingga hari ini, termasuk tata letak jalan dasar yang mengikuti konvensi perencanaan Eropa. Ababa tumbuh dengan mantap mulai tahun 1950-an, meskipun pada tahun 1960-an kota ini mengalami ledakan bangunan dan ekspansi perkotaan di sepanjang jalur transportasi utama, sebagian besar kota terus memadat dan berkembang tanpa aturan. Pembangunan perumahan sewa berkualitas rendah tanpa penyediaan infrastruktur yang layak lazim dilakukan di sebagian besar wilayah inti Addis Ababa.

Setelah pendudukan Italia, peran jalur perdagangan menjadi lebih menonjol dalam pertumbuhan tata ruang kota. Pertumbuhan perkotaan menyebar melintasi batas kota dan sekarang secara signifikan memengaruhi wilayah tetangga yaitu Oromia. Restrukturisasi kota-kota kecil di sekitar Oromia menjadi satu zona khusus merupakan salah satu respon terhadap pertumbuhan dan pengaruh Addis Ababa di wilayah sekitarnya. Pertumbuhan tersebut telah memicu konflik pedesaan dengan perkotaan dalam beberapa tahun terakhir, baik di dalam maupun di luar batas administrasi kota.

Area perluasan Addis Ababa juga telah dihuni secara informal oleh para migran yang bermigrasi dari pusat kota untuk mencari lahan yang terjangkau untuk perumahan dan pemilik modal dengan tujuan utama spekulasi lahan. Pemerintah kota telah mengikuti strategi ganda dalam menangani pemukiman informal ini dengan memberikan status hukum sembari menggusur penduduk pemukiman informal sehingga menimbulkan potensi konflik.

Addis Ababa pada tahun 1974 adalah perumahan sewaan yang dibangun secara informal. Provisional Military Administrative Council yang menggulingkan kebijakan perumahan sewa. memproklamirkan diri mereka berpihak pada orang miskin, pemerintah Derg mengurangi sewa bangunan tempat tinggal yang dinasionalisasi hingga 50%. Administrasi kebele houses yang tidak ketat dan renovasi interior tanpa izin, penyewaan kembali dan penjualan ilegal hak pengguna merupakan hal lazim "The Sale of Key". Meskipun bagian dari rencana induk tahun 1986 membayangkan pembaharuan perkotaan yang lengkap untuk daerah tersebut, proposal tersebut tidak pernah dilaksanakan.

Pada tahun 1991, rezim Marxis digulingkan oleh pemerintahan EPRDF yang berorientasi pada pasar bebas. Namun, meskipun terjadi pergeseran di bidang ekonomi lainnya, baik kepemilikan tanah negara maupun sistem kebele houses tetap tidak terpengaruh. Diperkirakan lebih dari 40% populasi Addis Ababa tinggal di perumahan kebele tua di atas tanah yang mencakup sekitar 11% dari total luas kota yang mencakup 54.000 hektar .

Dalam beberapa dekade terakhir, terdapat inisiatif untuk meningkatkan harga sewa kebele, mengingat harga sewa yang rendah dan pemerintah kota secara finansial tidak mampu memelihara perumahan kebele yang sudah tua dan infrastruktur di sekitarnya. Sejak 2008, beberapa proyek pembaharuan dalam kota telah berlangsung dan sebagian besar bagian dalam kota telah diratakan dengan tanah dan dibersihkan dari penghuni sebelumnya. Program Integrated Housing Development bertujuan menyediakan blok-blok apartemen kondominium bertingkat yang dibangun di sebagian besar pusat kota yang telah diperbarui.

Pembangunan perumahan perkotaan besar-besaran saat ini di Ababa yang dipimpin oleh pemerintah juga berencana membongkar kebele tua. Penyewa kebele legal diberikan hak untuk mendapatkan unit kondominium yang dialokasikan melalui undian kerap mengalami kesulitan dengan pembayaran uang muka awal dan pembayaran pinjaman bulanan berikutnya. Beberapa orang yang diberikan kondominium menggunakan jaringan kerabat, teman dan rekan kerja mereka untuk membantu mereka mengumpulkan uang dan kondomonioum dapat menjadi investasi jangka panjang di masa depan. Hal ini tidak hanya karena persediaan perumahan yang tidak mencukupi, tetapi juga karena kenaikan harga tanah membuat unit kondominium kemungkinan besar akan mempertahankan nilainya dalam jangka panjang sehingga mendorong individuuntuk berusaha keras memperoleh unit kondominium dan membebankan harga sewa yang relatif tinggi disamping fasilitas air mengalir, pipa pembuangan dan listrik. Selain itu, kemiskinan generasi produktif terhadap ketidakmampuan akses tempat tinggal dan kemampuan membayar sewa jumlahnya cukup banya. Hal ini berkontribusi terhadap pertumbuhan permukiman liar di pinggiran kota.

Relokasi perkotaan penduduk kumuh di Sub-Sahara Afrika cenderung merelokasi orang miskin ke pinggiran kota dengan peluang pendapatan yang lebih kecil, membuat mereka sulit memiliki mata pencaharian apa pun bahkan menyebabkan hilangnya pendapatan. Di Addis Ababa, beberapa perumahan kondominium baru yang dibangun pemerintah terletak di dekat pusat kota, tetapi sebagian besar dibangun di pinggiran geografis kota. Meskipun fasilitas fisik dari perumahan kondominium pengganti yang baru menunjukkan peningkatan yang nyata dalam kehidupan orang miskin, perumahan kondominium sejauh ini tidak dapat menduplikasi utilitas multifungsi vital dari tempat domestik dan publik di kawasan perumahan kebele dalam kota. Mata pencaharian penduduk di Addis Ababa bergantung pada kegiatan ekonomi informal yang berlokasi di dekat rumah dan tenaga kerja lepas atau berdagang skala kecil yang cenderung diperoleh melalui kontak dan ikatan lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun