Mohon tunggu...
Kanya Sekarani
Kanya Sekarani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

IQ tanpa Dukungan EQ adalah Mati

6 September 2015   23:53 Diperbarui: 7 September 2015   00:01 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan sosial, terdapat beragam manusia dengan segala kemampuan dan kecerdasannya. Ada yang memiliki IQ (Intelegent Quotient) diatas rata-rata, tidak lebih tidak kurang, dan ada pula yang dibawah rata-rata. Termasuk dalam kelompok manakah, Anda? Apakah Anda juga memilik EQ (Emotional Quotient)?

Intelegent Quotient (IQ) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran, kemampuan, dan tingkat kecerdasan yang dimiliki tiap individu manusia. Sedangkan Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan individu untuk mengelola emosi atau perasaannya dengan orang lain. Dengan penjelasan singkat ini, Anda pasti menjadi paham mengenai IQ dan EQ.

Faktanya, masyarakat mengapresiasi lebih kepada mereka yang memiliki IQ tinggi, melebihi angka 130. Meraih IQ tinggi memang suatu kebanggaan.
Namun, untuk apa memiliki IQ tinggi tanpa adanya EQ? Semua itu menjadi sia-sia dan mati.  Mengapa? Karena keduanya memiliki hubungan erat.

Orang yang memiliki IQ rendah bukan berarti dirinya bodoh, karena hasil IQ juga dipengaruhi oleh kondisi diri pribadi tersebut, baik pikiran maupun suasana hati. Sebaliknya, mereka yang memiliki IQ tinggi juga tidaklah istimewa.

Sebagai contoh, dalam sebuah perusahaan ada dua orang pegawai.  

Pegawai A memiliki IQ rendah. Dirinya sedikit lebih lambat dalam memproses materi pekerjaan sehingga sering membuat kesalahan kerja. Bapak manager memarahi dan dirinya pun menjadi stress, tidak percaya diri, tetapi ia mampu mengelola perasaan, pikiran dan memotivasi diri bahwa bisa bekerja lebih baik. Ia pun percaya tindakan yang dilakukan bapak manager tersebut guna perkembangan diri.

Dan pegawai S memiliki IQ diatas rata-rata. Dirinya selalu berhasil menuntaskan pekerjaan yang diberikan dengan cepat dan benar. Namun, ketika atasannya menegur S atas perilaku yang kurang santun dalam bekerja, S justru melawan. Dirinya tidak terima dengan tindakan sang atasan yang menegurnya.

          Dari contoh diatas, sangat jelas bahwa pegawai A mengkombinasikan IQ dan EQ dalam dirinya dengan sangat baik, sedangkan pegawai S tidak. Itulah sebabnya, IQ tanpa EQ adalah mati. Untuk apa cerdas tetapi kepekaan dan emosi diri tidak dapat dikendalikan?

Perusahaan tidak lagi mencari pegawai yang hanya ber-IQ tinggi tetapi justru yang memiliki EQ baik, sehingga banyak perusahaan melakukan psikotes bagi para pelamar kerja. EQ juga berkaitan dengan semangat kerja yang tinggi, memotivasi diri untuk lebih baik, beradaptasi dengan lingkungan dan berinterkasi dengan orang lain. Dengan begitu, hidup akan lebih berkualitas.

“Jangan hidup hanya bermodal kecerdasan intelektual karena segala pengetahuan dapat dipelajari tetapi juga hiduplah dengan kecerdasan emosional”

“Jangan hanya pintar tetapi tidak mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain karena pintar saja tidak cukup”

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun