Mohon tunggu...
Kanta Jaya Nugraha
Kanta Jaya Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana IGB Sugriwa Denpasar

Sangat tertarik mengenai Agama Hindu, Sejarah Bali, Seni Sakral, dan Spiritual

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulinggih Bermedia Sosial? Bolehkah?

25 Juni 2022   06:21 Diperbarui: 25 Juni 2022   06:49 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini pada taraf kemajuan perkembangan pemikiran manusia masalah Pandita tak surut menjadi perhatian masyarakat umat terutama di kalangan intelektual dimungkinkan menjadikan Pandita sebagai ajang perdebatan. Bahkan pada belakangan ini mencuat fenomena tentang Pandita yang beredar di media social dengan foto Pandita yang mencium bibir istrinya di depan umum, lalu Beredar percakapan aplikasi WhatsApp diduga Sulinggih muda di Bali. Pasalnya, dalam percakapan tangkapan layar handphone itu, mengajak seorang panjak perempuan untuk mengantarnya membeli dulang keperluan upakara. Namun, lokasi pertemuannya di sebuah hotel.

Memang pada saat ini kemajuan teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang terjadi Indonesia tidak bisa dibendung dan dihindari, karena begitu cepatnya laju penyebaran informasi secara global dalam wujud digital. Media Sosial merupakan salah satu bentuk dari kemajuan teknologi di bidang informasi dan komunikasi. Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia terbukti bahwa begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di zaman 4.0 ini, apabila tidak digunakan secara bijak, maka dapat menimbulkan sebuah permasalahan yaitu penyalahgunaan media social.

Atas dasar gejala seperti itulah tulisan kecil ini bertujuan untuk mengungkap tentang: apa dan siapa Pandita itu?, layakkah seorang Pandita/Sulinggih menggunakan media social?, dan bagaimana menjadi bijak bermedia social?.

Kedudukan Pandita atau sering disebut dengan Sulinggih dalain kehidupan umat Hindu amat penting dan mutlak adanya. Bagi umat Hindu yang menaruh minat yang sungguh sungguh untuk meningkatkan diri menjadi Pandita patut disambut dan didukung dengan ketulusan hati yang suci. Dukungan dari semua pihak atas usaha itu penting sekali karena tanggung jawab Pandita amat berat namun amat mulia.

Kata Pandita dalam bahasa Sanskerta berarti orang pandai, cendikiawan, bijaksana, sarjana, sujana. Pandita. Yang dimaksud dengan Pandita adalah seorang rohaniawan Hindu yang telah maDwijati melalui upacara Diksa Dwijati artinya lahir kedua kali. Pertama lahir atau dilahirkan oleh ibu-bapak (guru rupaka). Kedua dilahirkan pula dan diakui anak oleh seorang guru pengajian (nabhe). Sedangkan Diksa adalah upacara penyucian seorang walaka untuk menjadi Pandita Upacara penyucian ini selain ritual ada juga ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia. Upacara Diksa bukanlah sekedar merupakan upacara perubahan status belaka dari seorang walaka menjadi Pandita. Namun di dalam proses upacara itu terkandung suatu makna yang mendalam mengenai hubungan batin antara guru Nabhe dengan sisyanya (calon diksita). Upacara Diksa merupakan salah satu cara untuk meningkatkan diri dari fase kehidupan yang belum sempurna menuju kehidupan baru dalam dunia yang lebih sempurna.

Pada kenyataannya orang yang telah diDwijati diberikan berbagai sebutan tergantung pada ketentuan keluarga dan wangsanya Ada yang disebut Pedanda, Rsi, Bhagawan, Bhujangga, Empu dan Dukuh. Semua Dwijati itu memiliki kedudukan sejajar dalam pandangan agama Hindu. Keseluruhannya tennasuk Pandita karena semua gelar Dwijati itu baru boleh dipakai setelah melalui proses upacara Diksa Dalam Yajur Veda XX,25 diuraikan tentang Diksa itu sebagai berikut :

Dengan melaksanakan brata seseorang memperoleh Diksa, 

Dengan melakukan Diksa seseorang memperoleh daksina, 

Dengan daksina seseorang melaksanakan sradha, 

Dan dengan sradha seseorang memperoleh satya.

Brata adalah suatu janji diri untuk melaksanakan pantangan-pantangan keagamaan agar mendapat kesucian rohani. Diksa artinya telah memperoleh kesucian atau Dwijati. Daksina adalah pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan suci dan terhormat. Sradha artinya keyakinan atau keikhlasan untuk mengabdi pada Ida Sang Hyang Widhi. Satya adalah kebenaran yang tertinggi. Upacara Diksa merupakan pernyataan klimaks bagi seseorang untuk dapat secara resmi dinyatakan sebagai Pandita. Namun sebelum itu seseorang yang akan menjadi Pandita sungguh sangat mempersiapkan diri baik lahir maupun bathin baik formal maupun non formal karena pada nantinya akan mengemban tugas kewajiban moral. Secara formal sudah diatur oleh lembaga Parisada dengan persyaratan cukup ketat serta melalui suatu proses pendidikan, namun secara non formal terasa lebih berat lagi, karena menyangkut masalah pengendalian indriya pribadi calon Pandita. Bahkan pada nantinya akan terus diaplikasikannya selama menjadi Pandita seperti melaksanakan ajaran Panca Yama Brata (Ahimsa adalah tidak membunuh, Brahmacari adalah belajar, Satya adalah setia pada kebenaran, Awyawaharika adalah tidak suka bertengkar dan Asteya adalah tidak mencuri). Di samping itu harus dapat melaksanakan ajaran Panca Niyama Brata, ajaran Dasa Sila, ajaran Catur Paramita, ajaran Tri Kaya Parisudha dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun