Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Proteksionisme "Dalam Negeri", TKDN dengan Polemiknya

12 April 2024   17:38 Diperbarui: 21 April 2024   08:30 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Industrialisasi. (Gambar: KOMPAS/HERYUNANTO)

Perlu ada pemetaan industri untuk memperjelas kapabilitas kemampuan industri untuk melaksanakan kebijakan TKDN, kebijakan TKDN seharusnya berfokus pada peningkatan produktivitas dan peningkatan daya saing.

Sebagai contoh pada industri manufaktur alat kesehatan, saat ini pemerintah menetapkan persyaratan konten lokal sebesar 60% (IDN Times, 2023). 

Bila kita berkaca pada Australia yang lebih dahulu menerapkan kebijakan persyaratan restriktif pada persyaratan konten lokal pemerintah perlu melihat apakah industri terkait telah memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi alat tersebut. 

Mengingat industri kesehatan memerlukan bahan baku khusus dan teknologi tinggi. Perusahaan tentunya memerlukan persyaratan minimum produksi, sedangkan permintaan pasar industri alat kesehatan Indonesia jauh dari persyaratan minimum produksi perusahaan. Jika dipaksakan untuk mengikuti regulasi yang ada, akan menyebabkan terjadi peningkatan biaya yang menyebabkan penyesuaian harga. 

Hal ini, jika perusahaan industri manufaktur alat kesehatan mengandalkan impor, akan berimbas pada nilai TKDN yang rendah hingga dibawah penetapan persyaratan konten lokal sebesar 60%. 

Selain itu, TKDN akan memberikan insentif pada perusahaan untuk berlomba-lomba pada tingkat komponen lokal, bukan pada kualitas dari barang tersebut. 

Jika kualitas barang rendah, tentunya berimbas pada daya saing barang dalam pasar internasional. Di saat yang bersamaan, konsumen domestik akan dirugikan karena mendapatkan kualitas barang yang kurang baik. 

Nampaknya, kebijakan ‘anti deindustrialisasi’ perlu adanya perhitungan kembali yang berkaca pada kompleksitas kemampuan dari industri setiap sektor manufaktur di Indonesia. Kebijakan TKDN yang ditetapkan secara multisektoral perlu perhitungan cost-benefit dan objektif yang jelas sesuai dengan kemampuan di setiap sektor. 

Hal ini menjadi bumerang untuk Indonesia, dan pemerintah perlu mengeksplorasi kebijakan selain TKDN untuk mendorong kapabilitas industri agar mampu meningkatkan produktivitas dan peningkatan daya saing.

Diulas oleh: Ruiza Rhavenala Rahman | Ilmu Ekonomi 2022 | Manager Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2024/2025

References

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun