Lingkaran setan kemiskinan mengindikasikan bahwa kemiskinan di suatu negara timbul dari kemiskinan itu sendiri, muncul dari pola self-perpetuating dimana individu sulit melarikan diri dari jeruji kemiskinan---sejalan dengan individualistic theory of poverty bahwa atribut kemiskinan adalah masalah dari diri pribadi.Â
Secara ekonomis, terdapat istilah "sunk cost" yang menjelaskan bahwasanaya manusia akan tetap menginvestasikan waktu, uang, dan tenaga karena enggan untuk rugi dari aktivitas yang dijalani. Fenomena ini menumbuhkan perilaku dari masyarakat---terlebih yang berpendidikan rendah---untuk mengambil keputusan sesuai psikologis pribadinya, serasi dengan teori behavioural economics yang memupuk lingkaran setan kemiskinan.Â
Dalam dunia judi online, pelaku yang mayoritas berasal dari masyarakat miskin akhirnya bermain judi karena kurangnya pengetahuan akan financial literacy dan kemampuan SDM yang tidak mumpuni untuk bersikap kritis terhadap ancaman judi online. Tak jarang hal ini bersifat turun temurun  dari satu generasi ke generasi setelahnya.  "Faktanya, kelompok yang kurang beruntung inilah yang semakin meluas, mencakup individu dan keluarga  yang berada dalam kemiskinan parah dan mereka yang terputus dari pekerjaan, sekolah, dan bantuan publik" (Berger, 2018).
Keuangan Negara Terhempas ke Luar Negeri
Sepak terjang judi online tidak memiliki kontribusi dalam pembangunan negara, malahan menjadi bentuk shadow economy. Seluruh aktivitas ekonomi, termasuk perputaran uang dilakukan secara tersembunyi dari institusi resmi pemerintah sehingga tidak ada dalam Produk Domestik Bruto (PDB).Â
Sudah ratusan triliun angka transaksi judi online terdeteksi oleh PPATK, tetapi pemerintah tidak dapat mengakumulasi pergerakan uang secara fiskal maupun moneter. Alih-alih tercatat dalam PDB, uang masyarakat terjerahap ke luar negeri tanpa kontrol (uncontrolled capital flight), entah Hongkong, Makau, Las Vegas, Melbourne, dan kota/negara lain yang menjadi bandar judi online.
Judi Online: Lawan atau Kawan?
Kerugian besar terhadap ekonomi, sosial, hingga kesejahteraan masyarakat akibat judi online membuat pemberantasan terhadap fenomena ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Maka perlu ada upaya strategis pemerintah yang bekerjasama dengan beragam pihak demi menyelesaikan perkara ini.
Bagai pisau bermata dua, judi online memiliki nilai transaksi yang besar namun merugikan negara karena adanya shadow economy. Bayangkan apabila praktik judi dapat diregulasi dan diawasi, pemerintah berpotensi untuk meningkatkan pembangunan karena uang akan masuk ke kas negara, bukan ke negara lain. Cerita ini hadir di tahun 1966 hingga 1977---saat itu DKI Jakarta dipimpin oleh Ali Sadikin.Â
Saat mengetahui APBD Jakarta hanya sebesar Rp66 juta, Ali Sadikin memiliki ide untuk melegalkan kasino dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi pembangunan ibukota dari pungutan pajak atas izin perjudian. Meski mendapat banyak kecaman karena dianggap melanggar norma, pembangunan kasino pertama di kawasan Jakarta Barat itu tetap diberlangsungkan. Rupanya, perjudian di kasino tersebut menarik pengusaha asing untuk membuka kasino hingga menaikkan APBD sampai sebesar Rp116 miliar---mayoritas dari pajak judi.