Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengamuk, Lalu Viral: Akankah Kita Bisa Memahaminya?

28 Mei 2021   19:39 Diperbarui: 28 Mei 2021   19:42 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bak dua sisi koin, perilaku narcissistic membawa hal baik dan buruk sekaligus untuk kita semua. O'Reilly et al. (2014) menyatakan bahwa orang dengan perilaku ini lebih berpotensi untuk menjadi pemimpin. Sikap percaya diri tinggi yang membuat mereka terlihat lebih berkarisma adalah salah satu alasannya.

Tak hanya itu, menurut Kashmiri dan Arora (2017), Chief Executive Officer (CEO) yang narcissist relatif lebih inovatif dibanding CEO yang tidak narcissist. Sikap ini terbentuk oleh  adanya dua motivasi. Pertama, para CEOs yang narcissist membutuhkan inovasi untuk menggaet lebih banyak atensi publik. Kedua, mereka membutuhkan inovasi untuk mengalahkan semua kompetitor di industri masing-masing.

Selain inovasi konstruktif, CEO yang narcissist juga terdorong untuk menghasilkan inovasi radikal. Inovasi ini berpeluang tinggi untuk menciptakan product-harm crisis, yakni kegagalan perusahaan untuk memenuhi standar dan akhirnya justru menurunkan kesejahteraan. Meskipun demikian, kekurangan ini bisa dikompensasi oleh keberadaan eksekutif pemasaran yang solid.

Tentu, setiap penemuan menjadi kabar baik untuk perekonomian. Ditambah lagi, inovasi bisa meningkatkan produktivitas masyarakat luas. Peningkatan ini turut mengarah kepada peningkatan pendapatan secara agregat. Keduanya kemudian membuat perekonomian semakin bertumbuh. Sekalipun begitu, koin tetaplah bersisi dua. Akan selalu ada sisi yang lebih menarik di mata. Sisi itu pun belum disinggung sama sekali.

Beralih ke konteks sejarah, perilaku narcissistic ternyata ikut memengaruhi beberapa peristiwa kelam di dunia. Salah satu di antaranya adalah Great Recession 2008. Krisis subprime mortgage ini turut disebabkan oleh epidemi kultur narsisisme yang menghantui Amerika Serikat (Twenge & Campbell, 2009).

Secara konkret, masyarakat pengambil mortgage merasa overconfident tentang kemampuan finansialnya sehingga berani membeli rumah yang mahal. Di sisi lain, perbankan juga merasa overconfident tentang kemampuan membayar para debitur sehingga berani memberi kredit secara mudah. Alhasil, housing bubble pada era itu tak terelakkan sedikitpun.

Aktor lain yang diperkirakan turut berperan dalam peristiwa ini adalah universitas. Pernyataan ini seolah tak bisa diterima oleh akal sehat. Akan tetapi, ekonom Kevin Hassett mengatakan bahwa Ivy League dan kurikulum MBA setempat sebagai salah satu penyebab utama resesi. Para pelajar di sana diajarkan untuk percaya bahwa mereka adalah the best and the brightest minds.

Saking terkenalnya metode ini, gelar MBA sering diuraikan menjadi "Me Before Anyone" dan "Mediocre But Arrogant". Lebih lanjut, Hassett berfokus kepada alumni yang bekerja di sektor finansial AS dengan tren jumlah yang terus meningkat. Mereka kemudian menjadi pengambil keputusan berisiko tinggi di sektor tersebut. Apa yang terjadi selanjutnya langsung menjadi sayatan luka di hati para penyintasnya untuk waktu yang lama.

Connecting Irrelevant Dots..

Siapa menyangka secercah cerita remeh bisa mengantarkan kita kepada pembelajaran hidup yang istimewa. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, harus diakui bahwa sikap narcissistic lebih banyak membawa konsekuensi buruk daripada baik. Ahli medis bahkan menyarankan supaya perilaku ini jangan dipelihara karena bisa berkembang menjadi penyakit yang lebih serius. Kita pun sepatutnya setuju. Apalagi, pilihan ini juga bisa menjaga keadaan sosial (dan perekonomian) dalam kondisi ideal.

Oleh Reinaldy Sutanto | Ilmu Ekonomi 2019 | Wakil Kepala Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun