Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kemelut Liga Super Eropa: Mempertanyakan Efektivitas Trickle-Down Economics

14 Mei 2021   19:52 Diperbarui: 15 Mei 2021   05:47 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Setelah membedah trickle-down economics, kita dapat melihat bahwa Liga Super tidaklah semanis yang dijanjikan. Alih-alih membawa kemajuan dan kemakmuran bagi dunia sepak bola, liga ini tak lebih dari sekadar skema power grab oleh si kaya. Untung saja, publik cukup cerdas untuk dapat melihat hal ini. Amarah para penggemar sepak bola terhadap Liga Super dan klub-klub di dalamnya menunjukkan bahwa mereka tak semudah itu dibodohi. UEFA dan FIFA sebagai organisasi induk sepak bola juga cepat tanggap dalam memberlakukan sanksi bagi mereka yang terlibat.

            Begitu juga halnya dari perspektif ekonomi. Kegagalan Reaganomics menjadi bukti bahwa trickle-down economics hanya sebuah teori yang fana. Bahkan, lebih buruk dari itu, trickle-down economics juga dapat disalahkan atas ketimpangan antara si kaya dan si miskin yang semakin merajalela dalam beberapa dekade terakhir. Sepatutnya, ketimpangan ini mendapat perhatian lebih dari para ekonom dan pembuat kebijakan. Riset yang ada telah menunjukkan bahwa ketimpangan adalah masalah ekonomi yang serius dan harus kita hadapi dalam ilmu ekonomi modern.

            Rencana Liga Super mungkin masih dapat dihentikan oleh amarah publik kali ini. Namun, tidak ada jaminan bahwa "Liga Super" lainnya tidak akan muncul kembali di masa depan. Demikian juga di ranah ekonomi---kebijakan-kebijakan seperti Reaganomics lainnya mungkin dapat menghantui kita selama beberapa dekade ke depan. Satu-satunya cara mencegah hal tersebut adalah apabila kita secara aktif mengikuti berbagai perkembangan agar kita dapat menjadi bagian dari mekanisme check-and-balance itu sendiri. Setidaknya, kegagalan Liga Super telah membuktikan satu hal: "suara rakyat adalah suara Tuhan".

Diulas oleh: Devan Hadrian | Ilmu Ekonomi 2020 | Staf Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2021

REFERENSI

Carroll, C.; Slacalek, J.; Tokuoka, K.; White, M. N. (2017). The Distribution of Wealth and the Marginal Propensity to Consume. Quantitative Economics.

Dabla-Norris, E.; Kochhar, K.; Suphaphiphat, N.; Ricka, F.; Tsounta, N. (2015). Causes and Consequences of Income Inequality: A Global Perspective. International Monetary Fund. ISBN 9781513555188

European Super League - the key questions: What is it? Who is involved? How likely?. (2021, April 21). Sky Sports. Retrieved May 14, 2021.

KPMG. (2021). The European Champions Report 2021. Retrieved May 14, 2021.

Lysy, Frank J. (2012). The Impact of Reagan: Good for the Rich, Bad for Most. aneconomicsense.org. Retrieved May 14, 2021.

OECD. (2014). Focus on Inequality and Growth - December 2014. Retrieved May 14, 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun