Mohon tunggu...
Kang Win
Kang Win Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kebersamaan dan keragaman

Ingin berkontribusi dalam merawat kebersamaan dan keragaman IG : @ujang.ciparay

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Esensi Idul Adha, Napak Tilas Jejak Sabar Keluarga Nabi Ibrahim As

29 Juli 2020   01:16 Diperbarui: 29 Juli 2020   08:14 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seseorang bisa saja meraih haji mabrur seketika menjalankan ibadah haji. Yang lainnya mungkin meraihnya beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Bisa saja seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji, bahkan tidak berhasil meraih predikat haji mabrur sampai akhir hayatnya. Perjuangan meraih predikat haji mabrur adalah ikhtiar menjalankan sabar.

Sabar bukanlah berdiam diri, menyerah pada keadaan. Sabar adalah aktifitas bergerak. Bergerak meraih sesuatu yang diridloi Alloh SWT. 

Berusaha terlepas dari kebodohan atau kemiskinan adalah salah satu contoh dari sabar. Demikian juga dengan semangat untuk sembuh dari penyakit yang diderita atau berlaku pola hidup sehat. Berusaha melawan kantuk untuk bangun di sepertiga malam guna melaksanakan sholatul lail (sholat malam) adalah contoh lain dari berlaku sabar.

Sabar juga merupakan “gerakan” (movement). Sebuah gerakan akan lebih efektif jika dilakukan bersama-sama. Sabarnya Ismail ketika meminta Ibrahim untuk tidak ragu melaksanakan perintah Alloh untuk menyembelih dirinya, tidak akan berarti ketika Ibrahim tidak berlaku sabar juga.

Sabar bukanlah perbuatan spontan atas dasar naluri semata. Sabar adalah sinergi antara niat dengan perbuatan. Niat bersumberkan dari alam pikiran yang terdapat di otak manusia. Karena niat bersumber dari pikiran, maka niat bisa terlahir sebagai niat baik, bisa juga sebagai niat buruk. Oleh karena itu pikiran manusia harus dikawal oleh nurani yang berada di dalam kalbu.

Kalbu adalah dimensi abstrak dari manusia. Hanya Cahaya Illahi yang layak mengisi ruang kalbu, agar nurani bisa mengawal pikiran yang melahirkan niat. Agar hanya niat baik yang terlahir dari pikiran. Agar niat baik diimplementasikan dengan cara-cara yang baik pula.

Kita boleh mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, atau menduduki takhta yang tinggi. Tapi jangan simpan harta dan takhta itu di dalam kalbu, cukup diletakan di  kedua belah telapak tangan. 

Dengan cara itu harta dan takhta tidak akan menjadi penguasa dalam diri, yang mengendalikan setiap gerak dan langkah. Sebaliknya kitalah yang mengendalikan harta dan takhta dengan tuntunan kalbu yang berisikan Cahaya Illahi. 

Dengan begitu harta tidak akan menjadi alat untuk memangsa sesama. Takhta tidak menjadi alat untuk membangun tirani minoritas ataupun diktator mayoritas. Harta dan takhta tidak digunakan untuk menindas sesama, tetapi menjadi kendaraan untuk berbagi kasih sayang.

Dengan kesadaran bahwa Idul Adha adalah napak tilas jejak sabar Keluarga Ibrahim, maka kita tidak lagi akan memandang ibadah haji sebagai prestise dalam status sosial seseorang. Tidak lagi memandang ibadah haji sebagai show of force umat Islam di tengah peradaban manusia. 

Tapi ibadah haji adalah gerakan sabar yang menjadi titik pengisian kembali (recharging point) dalam perjuangan meraih predikat mabrur, menjadi manusia taqwa, yang salah satu indikatornya adalah bermanfaat bagi sesama manusia dan lingkungan sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun