Mohon tunggu...
teteh chatay pasific...
teteh chatay pasific... Mohon Tunggu... Travailler comme secrétaire chez Cathay Pacific.

Troisième au concours de mangeurs de krupuk, titre de "subRegional Star" à Magic Chess Go Go, troisième à la course de 100 mètres de Java Est.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curhat...

16 Oktober 2025   17:05 Diperbarui: 16 Oktober 2025   17:05 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Curhat Tengah Malam di Toilet Sekolah
Dion adalah seorang cleaner paruh waktu di SMA Tunas Bangsa. Bukan cleaner sungguhan, melainkan anak SMA kelas I yang ditunjuk sebagai petugas kebersihan tambahan untuk ruang kelas tertentu, sebagai hukuman karena sering telat. Tugasnya: membersihkan tiga ruang kelas paling ujung, jauh dari keramaian, setiap pukul enam sore.
Suatu malam, Dion baru selesai mengepel lantai kelas 1 IPS-A. Ia berkeringat, kelelahan, dan... galau. Hari itu, gebetannya, Fina, menolak ajakan kencannya karena lebih memilih belajar kelompok dengan si kutu buku, Bima.
"Dasar cowok-cowok sukses! Lebih laku daripada cowok yang kerjaannya angkat ember," gerutu Dion, menyandarkan sapu di pintu toilet sekolah yang tertutup.
Tiba-tiba, dari dalam bilik toilet wanita, terdengar isak tangis yang pilu. Bukan tawa melengking, melainkan tangisan yang murni, seperti sedang patah hati.
Dion membeku. Ia tahu toilet wanita itu sudah tidak dipakai karena kerannya rusak. Dan hanya ada dia di koridor ini.
"Si... siapa di dalam?" tanya Dion, suaranya tercekat.
Tangisan itu berhenti sejenak. Lalu, suara lembut, dingin, dan sedih menjawab.
"Hiks... aku saja, Nak. Aku sedang sedih. Kenapa ya... kenapa aku selalu ditinggalkan..."
Dion, yang sudah sering mendengar desas-desus tentang "Penunggu Toilet Wanita", memberanikan diri.
"Bu... Ibu Kunti, ya?"
Pintu bilik toilet terbuka pelan, tanpa suara engsel berderit. Di dalam, melayang tenang sesosok wanita berbaju putih kusam, rambut panjang tergerai, dengan wajah yang tidak seram, melainkan benar-benar tampak... tersedu-sedu.
"Aku bukan Kunti. Aku Mala. Aku hanya hantu biasa yang kebetulan meninggal di sumur sini saat patah hati," jawab hantu itu.
Dion menghela napas. Hantu patah hati? Itu jauh lebih mudah dihadapi daripada hantu pencabut nyawa.
"Kenapa Ibu menangis? Ditinggalkan siapa lagi?" tanya Dion, menyandarkan bahunya ke dinding toilet, seolah sedang bicara dengan teman sebaya.
Mala, si hantu, melayang keluar dari bilik. "Mantan suamiku. Dia... dia sudah menikah lagi. Aku melihatnya tadi sore. Padahal aku di sini mati-matian (eh, mati sungguhan maksudnya) menunggunya kembali. Tapi dia malah membawa istri barunya ke pasar malam."
Dion mendengarkan dengan serius. Ia merasa ada ikatan batin dengan hantu ini. Sama-sama sedang galau karena cinta tak terbalas.
"Sabar, Bu Mala. Itu namanya move on. Ibu juga harus move on," ujar Dion, sok bijak.
"Bagaimana caranya, Nak? Aku hantu. Aku terikat pada tempat ini. Aku terikat pada kenangan pahit!" rengek Mala, air mata dinginnya (yang terlihat seperti embun) jatuh ke lantai.
"Begini, Bu. Kalau soal move on, saya lebih ahli. Saya ditolak Fina, Bu. Tadi siang. Saya ajak dia nonton, tapi dia bilang dia lebih suka chatting soal Fisika sama Bima."
Mala terkejut. Ia melayang lebih dekat ke Dion. "Fisika? Mengapa wanita modern sangat menyukai Fisika? Padahal Fisika itu sama membosankannya dengan melihat mayat membusuk."
Maka, setiap malam, saat Dion bertugas membersihkan, mereka bertemu di koridor sepi. Tempat cleaning station Dion berubah menjadi tempat konseling cinta dan curhat hantu.
 * Mala akan memberikan saran-saran kuno tentang cara menarik perhatian wanita (meskipun semua saran itu melibatkan pemakaian jimat dan mantra kuno).
 * Dion akan mengajari Mala tentang istilah-istilah gaul seperti ghosting, friendzone, dan crush.
"Bu Mala, Bima itu terlalu bagus nilainya. Fina suka cowok pintar. Saya harus bisa kalahkan dia di ulangan Kimia besok," keluh Dion suatu malam.
Mala mengernyitkan dahi. "Kimia? Baiklah. Coba kamu baca buku itu, Nak. Dan jangan lupa sedia bunga melati di saku. Bau itu akan membuatku fokus saat membantumu menghafal unsur-unsur... dengan bisikan."
Awalnya Dion ragu. Tapi desperate. Jadi, saat ujian Kimia, Dion meletakkan sehelai bunga melati kecil di laci mejanya.
Saat ia kesulitan menjawab soal tentang ikatan kovalen, ia mendengar bisikan dingin di telinganya:
"Tolak menolak, Nak. Tapi mereka saling berbagi... seperti aku dan kamu berbagi penderitaan ini. Jawabannya Sikloheksana!"
Dion sontak menulis jawaban itu. Benar!
Berkat bimbingan belajar unik dari Mala, nilai Dion mulai membaik. Ia mulai percaya diri. Fina mulai meliriknya, terkesan dengan perubahan drastis Dion.
Suatu malam, Dion tiba di sekolah dengan wajah cerah.
"Bu Mala! Saya jadian sama Fina! Saya sudah bilang, move on itu indah! Dia mau jadi pacar saya!" seru Dion penuh semangat.
Mala, yang sedang melayang di samping keran yang rusak, terdiam. Wajahnya yang pucat tampak semakin... kosong.
"Ooh... begitu, Nak. Selamat, ya. Sekarang kamu sudah bahagia, dan aku... aku masih di sini. Sendirian lagi."
Tangisan Mala kembali terdengar, kali ini lebih pilu dari sebelumnya.
Dion tersadar. Ia terlalu asyik dengan kebahagiaannya sendiri dan lupa bahwa ia telah 'mengajarkan' persahabatan kepada Mala.
"Bu Mala, jangan sedih! Meskipun saya punya pacar, saya janji setiap malam akan tetap datang dan menemani Ibu curhat! Fina tidak akan pernah tahu kalau pacarnya sering menghabiskan malam dengan Kuntilanak di toilet sekolah!"
Mala mengangkat kepalanya, tersenyum kecil. Senyum itu menghilangkan ketakutan dari hati Dion.
"Baiklah, Nak. Tapi janji, kalau Fina mulai curiga, kamu harus berikan dia bunga melati ini. Wanginya akan membuatnya langsung mengantuk. Itu adalah pertolongan terakhir dari Kuntilanak mantan konsultan cinta."
Dan begitulah. Dion tidak hanya mendapatkan pacar, tetapi juga seorang sahabat hantu yang setia, yang akan selalu menunggunya di toilet sekolah. Asalkan, Fina tidak pernah mencium bau melati di seragam Dion.

2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun