Kucing dink... dink... dink... Â bunyi lonceng kecil di kalungku terdengar setiap kali aku melangkah. Namaku Dink. Aku bukan kucing rumahan biasa. Aku punya misi: menjelajahi setiap sudut gang sempit di kota ini. Â Pemilikku, seorang nenek tua yang ramah, memberiku kalung ini agar aku tidak tersesat. Tapi bagiku, lonceng ini seperti musik petualangan.
Hari ini, misiku adalah menemukan ikan asin legendaris yang kata kucing-kucing senior di gang sebelah, tergeletak di depan sebuah warung. Â Aku mengendap-endap di antara pot bunga, melompati pagar, dan menghindari ceceran air dari selokan. Â Dink... dink... dink... setiap langkah adalah irama menuju harta karun.
Tiba-tiba, dari balik tumpukan kardus, seekor kucing besar berbulu oranye muncul. Namanya Leo. Dia terkenal sebagai preman gang. Â Leo menghalangiku. "Mau ke mana, anak baru?" suaranya berat.
Aku menegakkan badanku, meski kakiku gemetar. "Aku... mau cari ikan asin," jawabku jujur.
Leo tertawa, tawa yang membuat loncengku terasa tak berbunyi. "Ikan asin itu milikku. Pergi sana!" katanya sambil menggeram.
Aku tidak menyerah. Aku ingat pesan Nenek: "Dink, berani bukan berarti harus berkelahi. Gunakan akalmu."
Aku lalu punya ide. "Leo, aku dengar kau kucing tercepat di gang ini. Tapi apa kau bisa menangkap tikus gemuk yang ada di dekat tukang sayur itu?" Aku menunjuk ke arah ujung gang.
Mata Leo langsung berbinar. Menangkap tikus adalah kebanggaannya. "Tentu saja! Lihat saja!" Dia langsung melesat.
Sementara Leo mengejar tikus, aku segera berlari ke arah warung. Dan benar saja, di sana ada ikan asin yang menunggu! Aku langsung menyambarnya dan kabur. Dink... dink... dink... kali ini bunyinya terdengar seperti lonceng kemenangan.
Ketika sampai di rumah, Nenek menyambutku. "Kenapa kamu kotor sekali, Dink?" Dia lalu memberiku semangkuk nasi hangat dengan ikan. Â Aku melihat ke luar jendela. Aku bisa melihat Nenek menyayangi ikan itu, lebih dari apapun di dunia. Aku tidak akan pernah melupakannya, dan tidak akan pernah mencarinya lagi.
Sejak hari itu, aku dan Leo menjadi teman. Aku berbagi sedikit ikan asin dengannya, dan dia berbagi pengalaman petualangannya. Dink... dink... dink... bunyi loncengku kini tidak hanya mengiringi petualangan, tapi juga persahabatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI