Mohon tunggu...
Kang Semproel
Kang Semproel Mohon Tunggu... Sales - An Ordinary man with Ordinary Life

Tukang angkat koper di Dubai, Baghdad, dan Aprika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Perkenalan

16 Februari 2019   08:01 Diperbarui: 16 Februari 2019   08:20 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan terkadang jawaban yang DIMAUI panicia is beyond imagination of the peserta.... Alias kuma karep Panicia weh. Keliatannya memang Soal yang ditanyakan itu susah, tapi sebetulnya sih gak gampang... Yang penting bagaimana mereka bisa menemukan naon nu dipikahayang Panicia berdasarkan CLUE yang diberikan. Begitu doang sih...

Pemberian nilai bukan berdasarkan bener atau salah... Tapi mutlak 1000% kuma kahayang Panicia weh... Boleh jadi jawabannya "mensana in corpore sano" (ditanya kesana jawabnya kesono). Tapi mendapatkan poni (istilah poin utk para peserta). Karena jawaban mereka memberi satu pencerahan, menambah wawasan sesama peserta. 

Atau boleh jadi karena yang jawab adalah mahmud paporit sehingga rek salah rek beuneur, poni teuteup disematkan.... Itulah uniknya Kumiz kami. Dan para peserta cuma bisa mengurut dada (milik dirinya sendiri pastinya) melihat hukum perkuizan di kampung semprulers ini, yang seaneh hukum pidana di negeri Nachiro.

Oh iya, teman-teman peserta kumiz menamakan komunitas kami ini sebagai warga semprulers. Disini ada Juragannya, ada ustadznya, ada hangsipnya, ada dosennya, ada anak kecilnya, ada Jomblo Tawadhu nya... Bahkan ada satpam monas yang sigap teriak saat ada peserta 212 menginjak rumput. Pokoknya lengkap deh.

Sayangnya salah satu warga kesayangan kami, yaitu Mak Uneh dan cucu kesayangannya Neng Zepret sudah balik ke kampung para meneer dan beralih profesi menjadi bandar jengkol disana. Tapi kita masih bisa menikmati cuitan-2 mereka yang makin mantap dan tetap penuh kritik, lewat satu akun yang guwah sendiri gak tahu, heheheh.....

Para Bapak di Kampung Semprulers adalah Bapak-bapak yang dinamis, bercita-cita luhur, ingin menerapkan sunnah Nabi. Mengaplikasikan faslitas " masna wa sulasa wa ruba" dalam hidupnya. Walaupun sampai saat ini itu baru sebatas wacana di TL doang, yang mungkin buru2 didelete saat ibu negara mereka membuka TLnya. 

Tapi at least mereka sudah berani bermimpi, meskipun di alam nyata jangankan merubah status dari monogamier ke nyandunger, untuk mengganti Channel TV saat ibu negara nongton acara kesukaannya para bapak ini mungkin ga berani, hehehe..... Sampai saat ini baru satu orang yang sudah terbukti sebagai Lelanang ing Jagad.... Punya Pos 2. Yang lain makin ketinggalan...

Para emak di Kampung Semprulers juga unik. Walaupun sibuk ngarendos cabe, jemput anak, ngusapan salaki, ngala kalapa...e-eh.... Tapi pengetahuan mereka soal agama bener-bener warbiyazah... Terbukti dengan banyaknya para emak ini yang sudah  jadi jawara di kumiz kami.

 Tapi satu hal yang harus pembaca ketahui... Warga semprulers dijamin 80,000,000% bukan cebong. Itu yang perlu diingat. Karena seekor cebong tidak akan pernah bisa menggunakan akal sehatnya the way that the Semprulers doing. Kami memang semprul, tapi kami tidak bodoh. 

Apakah kesemprulan itu tanda kebodohan ? Bukan... Semprul adalah cara menyikapi dan memandang setiap  permasalahan secara awut op de boks. terkadang berlawanan dengan mainstream pada umumnya. Dan hese diterekelan ku nalar anu geus terkooptasi oleh nafsu dan kepentingan duniawi. Kami mengunakan nalar jernih dicampur akal sehat ditambah dengan ghirah keislaman untuk melihat kondisi yang ada di negeri ini. 

Dan kami semua tiba pada satu kesimpulan bahwa "something wrong is happening with this Country". Dibalik gegap gempita puja puji para selebbong pada para pemimpin negeri yang diamini para cebong pemimpi, kami bisa melihat bahwa negeri ini sudah berada di ujung tanduk. Kami memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun