Mohon tunggu...
Kang Rendra Agusta
Kang Rendra Agusta Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Naskah Kuno

sedang belajar Filologi dan Epigrafi || Sraddha Institute Surakarta ||

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melogika Jawa

8 Maret 2014   09:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:09 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jawa ! ya Jawa adalah salah satu dari empatratus suku lainnya di Indonesia. Sejak kecil saya dilahirkan dalam kehidupan orang Jawa yang penuh dengan sandi dan semu. Kadang saat saya kecil kakek saya sering bilang:

" le, aja mangan neng ngarep lawang, ora elok" (terj. Nak jangan makan di depan pintu, tidak bagus)

Ungkapan sejenisnya juga berulang kali terdengar tanpa ada penjelasan yang gamblang. Hal itu membuat generasi muda Jawa di era kini acuh, menganggapnya hanya mitos atau bahkan itu dianggap musyrik oleh kaum puritan era kini. Semakin dewasa, alam pikiran logika membawa saya pada skeptimisme. Hingga pada akhirnya saya menemukan jawaban atas ungkapan di atas. Intinya jika saya tetap makan di depan pintu rumah, maka bisa saja makan jatuh karena lalu lalang keluarga.

Kearifan lokal nusantara yang sangat semu tetapi selalu ada makna yang tersurat di dalamnya. Akhirnya perjalanan hidup saya sebagai manusia Jawa, membawa saya untuk melogika Jawa.

Keris, senjata masyarakat Jawa Kuna ini terekam sejak zaman Rakai Pikatan 856 M. Dewasa ini, senjata tersebut sering disebut sebagai jimat. Senjata bertuah (ada yang bisa berdiri tegak tanpa dipegang manusia), disakralkan dan terkesan angker wingit. Terlepas dari hal mistik, bagi saya Keris secara konteks sejarah bisa saja dianggap sebagai Passport karena secara historis, Keris mempunyai ciri dan aturan khas pada setiap sisinya. Misalnya Keris type Sengkelat, pamor/ motif : wos wutas, tangguh/ produksi: Mataram Sultan Agung keris ini dipakai sebagai identitas seorang Senopati/ Panglima perang zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Maka ketika Panglima tersebut pergi ke wilayah di luar istana, masyarakat akan segera mengenali dan memperlakukan seorang Senopati dengan baik setelah melihat Keris yang dibawa.

Petung, hampir di setiap belahan dunia mempunyai cara perhitungan hari. Dalam Masyarakat Jawa disebut petung. Pada saat ini dalam kehidupan masyarakat Jawa sering ditemui pantangan-pantangan dalam perhitungan Jawa. Seperti jilu (anak nomer tiga 'telu' dengan anak pertama 'siji'), gehing (weton Wage dan Pahing). Lalu adapulakepercayaan membaca watak melalui sistem numerologi Jawa seperti  anak yang lahir pada mangsa Kasa (Juli-Agustus) diramal sebagai sosok yang pemberani. Ternyata setelah berdiskusi dengan rekan-rekan dokter Anak, ahli Astronomi, beberapa peneliti Fisika, saya menemukan jawaban yang real dan logis. Waktu kelahiran anak itu juga berdampak pada perkembangan psikologi anak, biasanya anak yang lahir pada musim kemarau akan menjadi sosok pemberani daripada anak yang lahir di musim penghujan. Hal itu dikarenakan adanya tekanan, kelembaban udara, suhu luar pertama pasca kelahiran dll.

Wingit kaliwat angker, Banyak tempat di Jawa yang diangkerkan, telaga dan pohon besar yang dikeramatkan, hutan larangan di setiap gunung bahkan hewan yang dikeramatkan. Teryata dari segi konservasi alam dan lingkunagan, pe-ngeramatan tempat-tempat tersebut membawa dampak positif seperti hutan sebagai penahan erosi, ketersediaan kebutuhan air bersih, terjaganya satwa-satwa endemik dll.

Intinya kebudayaan timur memyimpan ilmu pengetahuan di balik ke-semu-annya. Mari berakar penuh pada kerarifan lokal dalam persaingan era global kini.rdr

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun