Mohon tunggu...
Kang Rendra Agusta
Kang Rendra Agusta Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti Naskah Kuno

sedang belajar Filologi dan Epigrafi || Sraddha Institute Surakarta ||

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah, Identitas, Tanggal Lahir Kota, dan Kebijakan Politik

21 Maret 2023   16:59 Diperbarui: 21 Maret 2023   17:57 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Rijkblad Soerakarta 1937

Hari ini Harian Kompas kembali mengulas perdebatan Sejarah Samarinda. Salah satu yang menarik banyaknya deretan perdebatan berujung pada pengkajian perda penetapan hari jadi kota. Sudah sejak lama memang, perdebatan atas penetapan hari jadi berlangsung di berbagai kota. Rata-rata umumnya ingin kota mereka menjadi lebih tua dari hari lahir sebelumnya. Ada juga yang mengkritisi sebuah sejarah kota karena akar kota berasal dari berbagai suku dan atau gabungan beberapa kota. Bagaimanapun perdebatannya, umumnya goal akhirnya adalah merevisi Peraturan Daerah yang memuat penetapan hari jadi sebuah kota atau kabupaten.

Perbedaan Klausul Kalau kawan-kawan sempat baca tahun penetapan hari jadi kota atau kabupaten, pada umumnya hadir saat orde baru. Saat itu kota atau kabupaten diinstruksikan membuat kajian sejarah daerah dan penetapan hari jadi kota atau kabupaten. Lompatan kedua, banyakknya penetapan pada rentang dasawarsa pertama pasca reformasi 1998. Ada dua klausul "hari jadi" dan "hari lahir" atau "hari ulang tahun". Agaknya keduanya harus dimaknai berbeda, "hari jadi" nuansanya politik, saat kota/kabupaten mendapat legitimasi untuk memulai pemerintahan pada jenjang kabupaten. Sedangkan "hari lahir" akan memicu bias temporal, bisa saja acuannya sejak zaman purba, klasik, era kolonial, bahkan era republik. Lebih lagi jika "hari lahir" didasarkan pada lahirnya sebuah wilayah tertentu, bukan mulainya pemerintahan pada level kota atau kabupaten.

Kebijakan politik dan historiositas parsial Salah satu ciri khas mendewasanya kesadaran bersejarah adalah banyaknya upaya bersama menggali sejarah. Penggalian data sejarah secara kolektif ini kadang-kadang sesegera dipublis tanpa melalui uji historiografi. Kadang-kadang gerakan kolektif ini juga tidak dilakukan oleh semua orang yang memiliki kesadaran metode penyusunan sejarah (yang hari ini metode historiografi ini sangat berkembang). Sialnya jika data yang belum diuji itu menjadi satu rasa "waham" pada spasial dan temporal tertentu. -- Rebut Bener.

Akhirnya perdebatan tak kunjung usai. Kedua adalah tetapan peraturan daerah atau perda, bagaimanapun juga produk tetapan politik, dipilih untuk kepentingan yang lebih luas dari kepentingan sejarah. Ada kepentingan asas nasionalisme, ada kepentingan branding daerah, ada juga kepentingan peningkatan ekonomi, "et cetera et cetera." Sukar untuk mendamaikan keduanya, jika tidak sama-sama menekan ego masing-masing. Berdewasa dan mendewasa dengan kedua hal tadi menjadi hal penting. Berdewasa dengan data-data baru kesejarahan, membuka segala macam kemungkinan sejarah. Mendewasa bersama pilihan politik yang memungkinkan kemashahatan rakyat. Historiografi itu parsial, sedang tetapan politik itu absolut mengikat. Mari kawan-kawan yang sudah dewasa, mari berdewasa dan mendewasa, tak sekedar tua dengan berebut tua. #ayosinaumaneh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun