“Maksudnya? Saya ga paham mba”
“Nanti ada waktunya kamu akan paham. Jangan dipaksakan Nis”
“Baik mba. Oia, swalayan Tip Top sudah pindah loh. Kata mba-mba, dulu Mba Nai suka banget belanja di Tip Top ya”
“Kata siapa? Itu gosip”
“Kata Mba Isma. Dia banyak cerita tentang mba. Makanya saya pengen banget ketemu mba”
“Trus, sekarang udah ketemu kan. Jutek ya, nyebelin”
“he he..nggakjuga ko. Saya seneng bisa ketemu mba”
Sebenarnya ia juga seh. Nyebelin. Jutek. Kalau jawab, singkat-singkat. Datar. Tak ada ekspresi bahagia. Berbeda sekali dengan cerita Mba Isma. Ah, mungkin karena lelah. Sabar sajalah.
Naila masih sibuk dengan perasaannya. Tak ingin ia merusak kebahagiaan Nisa saat menjemputnya. Sejak tiga minggu lalu ia dihubungi Nisa dan memintanya untuk berjumpa. Katanya ingin belajar menghafal, biar seperti dirinya. Dan ia pun menjanjikan untuk menjumapi Nisa di Ciputat. Kini, saat harus bertemu Nisa, hatinya kembali tersayat kisah sepanjang Ciputat.
Seperti dirimu Nis, aku ini merindu Ciputat. Seperti mimpi yang kini kamu bangun, di sinilah tempat yang tepat untukmu menuntut ilmu dan pengalaman. Sama sepertiku, enam tahun kuhabiskan sebagian usiaku di sini. Ciputat. Kota kecil nan sepi, namun menyajikan aneka ragam pengalaman. Kamu bisa menikmatinya nis. Jangan ragu.
Bagiku, Ciputat itu ibarat ibu, Nis. Mendekap dan selalu ada saat jiwa ini merayu cinta dan harapan. Ada banyak lembaran kisah yang membuatku selalu nyaman untuk singgah, meski hanya untuk sarapan.