Mohon tunggu...
Imam Maliki
Imam Maliki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia yang ingin berbuat lebih, melebihi rasa malas

Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setnov Mulai Belajar Jadi Kesatria

23 Desember 2017   05:11 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:07 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jaman dahulu seorang bapak selalu mengajarkan anaknya menjadi kesatria. Tidak pernah seorang bapak menginginkan anaknya menjadi pecundang dan pengecut. Seorang kesatria bukan berarti tidak pernah kalah ataupun tidak pernah salah. Tetapi, kesatria adalah berani menerima kekalahan dan berani mengakui salah jika telah melakukan kesalahan.

 Banyak cara yang ditempuh seorang bapak untuk menggembleng anaknya menjadi seorang kesatria. Setidaknya anak harus di tempa agar fisik dan psikisnya kuat. Tidak cengeng. Ketika anak semangatnya lagi turun, bapak sebagai trainer pribadi harus membangkitkan semangatnya. Kesatria yang tangguh juga seringkali mendapatkan pelajaran dari pengajaran yang baik. 

Seorang anak singa yang di asuh seekor kambing, mentalnya akan menjadi kambing meskipun fisiknya singa. Seorang yang baru belajar tentang kehidupan, jika di sekelilingnya terdiri dari orang-orang yang jujur dia juga akan menjadi pribadi yang jujur.

Negeri ini banyak disuguhkan tontonan, yang jauh dari sikap kesatria. Dari dunia hiburan bertebaran artis pria yang bergaya gemulai. Saking gemulainya lebih gemulai artis ini daripada artis perempuan sesunggguhnya. 

Tontonan sinetron pun juga banyak menampilkan adegan-adegan tidak kesatria. Adegan selingkuh, mencuri, berbohong yang semua diolah menjadi tontonan menarik dan mendapat rating tinggi.

Dalam kehidupan bernegara tontonan ketidak kesatriaan lebih gamblang lagi. Tahun ini KPK menangkap banyak sekali pejabat daerah yang melakukan korupsi. Dan semuanya pada awalnya tidak mengakui kalau melakukan korupsi. Tapi bukti-bukti yang berbicara bahwa mereka melakukan korupsi.

Yang sangat menarik tontonan ketidak kesatriaan itu terlihat jelas pada pimpinan lembaga tinggi Negara, DPR yaitu Setya Novanto. Drama panjang seorang setya Novanto menghindari jerat hukum benar-benar membuat geleng-geleng kepala, sebutan lain dari kekanak-kanakan. Keberhasilannya lolos dari jeratan hukum mulai dari kasus papa minta saham dan lain-lain ternyata tidak berlaku pada kasusnya yang terakhir yaitu korupsi mega proyek e-KTP. Pada kasus ini dia seringkali bersembunyi di balik sakit. Meskipun sebagian besar masyarakat menganggap sakitnya itu bagian dari sandiwara.

Ya sandiwara. Setnov pernah mengajukan praperadilan kepada KPK pada kasus sangkaan pertama. Ketika itu dia terbaring lemah dirumah sakit Premier Jatinegara Jakarta, peralatan medis banyak menempel di tubuhnya. 

Fotonya viral di media massa, karena banyak kejanggalan di foto itu. Tapi sayangnya PN Jakarta mengabulkan gugatan praperadilannya, sehingga dia terpaksa 'harus' sembuh mendadak. Setelah sembuh dia sering mengikuti acara DPR, bahkan sering berkunjung ke daerah-daerah.

Ternyata, kebebasannya hanya sementara. Dia harus berhadapan lagi dengan KPK dalam kasus yang sama. Diapun harus mengulang aksinya. Men-sakitkan diri dengan menabrakkan tiang listrik. Sandiwaranya yang ini berhasil menghibur jutaan masyarakat. Dan menjadi ironi. Diperparah lagi dengan komentar hiperbolis dari pengacaranya. Dan bersamaan dengan itu dia mengajukan praperadilan lagi. Sayangnya, KPK telah belajar dari kekalahan sebelumnya. KPK dengan cepat membuat sidang di gelar, agar pengajuan praperadilan setnov gugur.

Pada sidang ini lagi-lagi setnov membuat blunder, dia membuat sandiwara yang jauh dari sifat kesatria. Dia sakit. Lemah. Tidak mendengar. Pada sidang dia mengaku diare, tidak bisa tidur dan berkali-kali ke kamar mandi. Padahal, pantauan KPK melalui CCTV dia ke kamar mandi hanya 2 kali. Selebihnya tidur nyenyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun