Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Kawan Satu Angkatan

14 April 2014   05:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:42 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasil hitung cepat yang dilansir beberapa lembaga survei usai pemungutan suara, 9 April 2014, memang memukul Partai Demokrat. Partai pemenang pemilu 2009 itu, perolehan suaranya anjlok dari 20 persenan lebih, menjadi 9 persenan. Suara yang banyak terpangkas itu membuat posisi Demokrat pun melorot, dari peringkat pertama ke urutan empat, dibawah PDI-P, Golkar dan Gerindra yang menempati urutan pertama, dua dan tiga.

Rabu malam, 9 April, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers di kediaman pribadinya. Pidato politik SBY itu banyak disiarkan televisi. Di layar kaca, raut wajah SBY, tak bisa menyembunyikan kekecewaan. Ia menerima hasil hitung cepat dan mengakui kemerosotan suara partainya. Tapi, ia tegaskan, dirinya tak akan menggugat hasil pemilu yang sudah dapat, bahwa ada kecurangan di dalamnya, sembari mengucapkan selama kepada tiga partai, PDI-P, Golkar dan Gerindra. Tidak disinggung tentang rencana koalisi.

Setelah itu, kemana arah koalisi Demokrat, masih misteri. Tapi sinyal kepada siapa partai pemenang pemilu 2009 itu bakal merapat diperlihatkan oleh Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Marzuki Alie, dalam sebuah diskusi di Cikini, pekan kemarin.  Marzuki mengatakan, partainya tentu akan menghitung matang dulu, sebelum memutuskan dengan siapa bakal bergandengan tangan, terutama menghadapi Pilpres nanti.

Namun, Marzuki menyebut Gerindra, sebagai calon sekondan yang diperhitungkan partainya. Alasan dia, SBY dengan Prabowo Subianto, sudah merajut komunikasi sejak lama. Artinya, bila itu kemudian ditindak lanjuti jadi sebuah ikatan koalisi, sangat terbuka lebar.

“ Koalisi dengan Gerindra, peluangnya terbuka lebar. Apalagi, Prabowo sebagai Ketua Dewan Pembina Gerindra, sudah bertemu dengan SBY,” katanya.

Ditambah, kata Marzuki, keduanya adalah sama-sama mantan tentara, bahkan satu angkatan. Jadi peluang koalisi antara Demokrat dan Gerindra, sangat mungkin terjadi. Tidak hanya itu, komunikasi antara Prabowo dan SBY pun,  hingga sekarang masih terpelihara baik. Artinya, peluang untuk bergandengan tangan dalam sebuah ikatan koalisi sangat mungkin bisa diwujudkan.

Prabowo dan SBY, memang satu angkatan di Akademi Militer.  Kawan satu angkatan lainnya, adalah Ryamizard Ryacudu dan Agus Wirahadikusumah. Mereka masuk Akmil pada tahun 1970. Presiden RI itu lulus pada 1973, dengan predikat lulusan terbaik dan berhak menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya. Sementara Prabowo, lulus pada 1974, setahun setelah SBY keluar dari Akmil.

Selasa, 24 Desember 2013, Prabowo bertandang ke Istana, memenuhi undangan Presiden SBY. Kawan satu angkatan itu pun, menggelar pertemuan tertutup empat mata. Mantan Danjen Kopassus itu, datang ke Istana ditemani Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon.

Latar historis itu yang mungkin jadi dasar bagi Marzuki, bahwa peluang merapat ke Gerindra lebih masuk akal. Prabowo memang sangat berpeluang maju ke gelanggang Pilpres. Partainya, Gerindra dalam hasil hitung cepat, meraup 12 persenan suara. Masih kurang memang  untuk memenuhi syarat presidential treshold sebesar 25 persen suara sah nasional atau 20 persen raihan kursi di DPR. Berkoalisi dengan partai lain, tak terhindarkan.

Tapi yang pasti, kata Marzuki  koalisi itu harus jelas. Mesti sama-sama menguntugkan, dan tak salah pilih. Karena tujuan berkoalisi menghadapi Pilpres adalah memenangi hajatan politik tersebut.

“ Kalau kalah ya buat apa,” tegas Marzuki.

Marzuki menambahkan,  ketika tak ada partai yang dominan, peta pun tidak berubah. Masih sama seperti yang lalu-lalu. Marzuki juga yakin, saat tak ada yang didominan, koalisi dengan konsep hanya omong kosong. Koalisi ujungnya hanya kompromi-kompromi antar parpol saja atau politik dagang sapi.

“Tidak bisa dihindarkan. Semua akan sama saja dan mungkin akan lebih parah dari pemilu yang lalu,” ujarnya.

Marzuki juga memperkirakan, pemerintahan kedepan tak akan lebih stabil ketimbang sekarang. Sebab, penghuni Senayan bertambah, dari 9 partai menjadi 10 partai dengan masuknya NasDem. Menurut dia, jumlah partai tak akan membengkak, andai saja parliamentary treshold tak sebesar 3,5 persen, tapi dilipat gandakan menjadi 5 persen.

"Apalagi pembentukan fraksi tidak ditentukan jumlah kursi sehingga setiap partai bisa membentuk fraksi, maka akan membuat peta kekuatan di DPR semakin ramai dan kacau,” katanya.

Namun Marzuki sepertinya alpa, bahwa dengan parliamentary treshold sebesar 5 persen pun, penghuni Senayan tetap bertambah. Sebab NasDem, sebagai pendatang anyar, mampu mendulang suara hingga 6 persenan dan Hanura memperoleh 5 persenan suara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun