Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kata Kubu Prabowo, Penegakan Hukum Saat Ini Berat Sebelah

6 Februari 2019   17:46 Diperbarui: 6 Februari 2019   17:51 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda dengan era SBY, kata dia. Do era SBY, ketika muncul  problem besar yang menyeret polisi dan KPK, dimana dua institusi itu saling berhadapan, SBY sebagai Presiden segera membentuk tim pencari fakta atau tim 8. Kedua kalinya juga SBY segera membentuk tim dan meredakan situasi. Beda dengan sekarang, seperti membiarkan itu.

"Novel Baswedan ini adalah faktor yang akan menurunkan elektabilitas Jokowi. Sebagai seorang capres yang populisme,  harus punya political will yang tepat, punya kemampuan yang memadai, punya keberanian yang wajar. Bukan keberanian asal-asalan," katanya.

Narasumber lainnya,  politisi Partai Gerakan Indonesia Raya, Raden Muhammad Syafii juga satu suara. Kata dia, sebaik apapun hukum kalau berada di tangah orang tidak baik, hasilnya buruk. Tapi kurang baik hukum, jika berada di tangah orang yang baik,  hasilnya baik. Itu berarti dalam penegakan hukum paling tidak ada dua komponen yang sangat penting. Pertama, hukum itu sendiri. Dan kedua, implementasinya.

" Kita bisa ambil contoh. Kemarin kami rapat kerja dengan KPK. KPK dengan bangga memaparkan hasil kerjanya nangkapin orang. Kemudian dengan bangga juga, target akan nangkapin orang lagi. Jadi di 2019 minimal bisa tangkap 200 orang. Saya kan terkejut.
Kenapa terkejut? Karena kalau kita baca, untuk apa KPK didirikan, mengacu pada bagaimana kehadiran KPK bisa membuat lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia bekerja maksimal sesuai peraturan perundang-undangan," urainya.

Menurut Syafii, standar ukuran keberhasilan KPK, adalah ketika kebocoran uang negara bisa diselamatkan. Dan kian rendahnya keinginan orang untuk melakukan korupsi. Baginya, itu standar keberhasilan KPK. Ia tak melihat itu pada KPK sekarang ini.

"  Setelah KPK berdiri untuk menjadi trigger mecanism terhadap penegak hukum. Tapi supervisi dan monitoring terhadap penegak hukum justru sangat minim. Yang paling banyak justru OTT-OTT. Ini justru prestasi yang dibanggkan," katanya.

Banyaknya OTT, lanjut Syafii, ternyata tak menimbulkan efek jera. Sebab faktanya tetap saja banyak yang melakukan korupsi. Artinya, KPK tak berhasil menurunkan keinginan orang untuk  korupsi. Meski begitu, ia tetap sepakat, KPK masih harus ada. Syafii juga menyentil institusi kepolisian. Kata dia, polisi dalam UU Nomor 2 Tahun 2002, khusus Pasal 13 disebutkan,  polisi itu tugasnya adalah melayani, melindungi, mengayomi masyarkaat, menegakan ketertiban dan memastikan tegaknya hukum. Tapi yang terjadi hari ini adalah polisi tidak lagi menampakkan dirinya sebagai penegak hukum. Namun polisi seperti jadi salat politik rezim yang berkuasa.

" Mereka bukan orientasi pada kepentingan negara, tapi rezim," katanya.

Ia pun mencontohkan kasus seorang Bupati yang memaki Prabowo dengan kata kasar. Kasus itu sudah diadukan ke polisi. Sampai hari ini tak jelas kelanjutannya. Serta masih banyak lagi kasus serupa. Berbeda, kalau yang mengadukan adalah pendukung rezim. Prosesnya cepat sekali.

" Ini prosesnya sangat cepat sekali. Contoh terakhir adalah tentang Ahmad Dhani yang dalam cuitannya diproses begitu  cepat, P21 sampai kejaksaan dan langsung dilimpahkan ke pengadilan," kata Syafii.

Setelah politikus Gerindra memberi paparan, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari pendiri dan Ketua Umum HRS Center, Abdul Chair Ramadhan. Sama seperti narasumber lainnya, Abdul Chair Ramadhan juga mengingatkan amanat konstitusi terkait penegakan hukum. Dalam konstitusi disebutkan, Indonesia adalah negara hukum. Tapi dalam tataran implementasinya, ia justru mempertanyakan itu. Ia merasa, hukum tak ditetapkan seadil-adilnya. Hanya tegak,  kalau terkait dengan  kepentingan penguasa. Ini membuktikan bahwa kepentingan non hukum mempengaruhi tata cara bernegara dan penegakan hukum itu sendiri. Banyak kasus norma hukum tidak dilaksanakan sesuai asas, fungsi penegakan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun