Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Meniupkan Ruh ke Dalam Tulisan

27 Januari 2021   08:00 Diperbarui: 27 Januari 2021   11:49 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu yang lalu, saat saya berkunjung ke rumah orang tua saya, saya bercakap-cakap dengan salah seorang tetangga. Kepada saya ia menuturkan:

"Huruf kuwi urup. Lek pancen tulisane kuwi asale teko ati mestine yo bakal teko neng njero atine wong seng moco."

Yang kurang lebih artinya adalah, "Huruf itu hidup. Jika memang tulisan itu sumbernya adalah berasal dari relung hati yang terdalam dari orang yang menuliskannya, niscaya ia pun akan sampai di hati orang yang membacanya."

Saya merenungi dalam-dalam tutur kata lelaki paruh baya ini. Saya mencoba menelusuri latar belakangnya yang gemar menyelami ilmu tasawuf atau filsafat agama Islam. 

"Silakan Kamu lihat karya-karya 'ulama zaman dahulu itu. Begitu dalam pesan-pesan yang mereka sampaikan melalui lembar tulisan sehingga masih terus bisa kita baca dan kita gunakan hingga masa sekarang." tutur lelaki berjenggot tebal ini beberapa saat kemudian sambil menyulut sebatang rokok. 

"Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi tanpa pertolongan dari Tuhan sehingga mereka memiliki ketulusan maupun hikmah-hikmah kata yang pada akhirnya dapat kita kaji di masa sekarang." sambungnya. 

Saya mencoba mencerna dalam-dalam penjelasan dari sosok berambut gondrong yang sudah tersemir uban ini sembari mendaftar nama-nama 'ulama klasik yang karya-karyanya melegenda dan terekam dalam tempurung kepala saya.

Saya setidaknya membayangkan filsuf agung seperti: Imam Al-Ghazali, ibnu Sina, ibnu Rusyd, ibnu 'Arabi, dan beberapa nama lain yang karyanya berkelebat di dalam pikiran. 

Saya seakan menampung setiap tutur kata beliau dan tak ada keinginan sedikit pun untuk mendebatnya. Sebab saya sudah terlanjur asyik masyuk mencerna penjelasan dari sosok yang kaya dengan pengalaman spiritual itu.

Beberapa saat kemudian, usai percakapan saya dengan pria itu, pikiran saya seakan tetap terfokus pada kata ruh dalam bahasannya itu. Seakan tuturnya itu menggelanyutkan beberapa tanya dalam benak saya:

  • Benarkah setiap tulisan itu memiliki ruh? Atau jangan-jangan ini hanyalah sebatas makna kiasan atau majazi?
  • Jika memang kata ini hanya kiasan, bagaimanakah kiranya cara membentuk tulisan yang seakan memiliki ruh sehingga memiliki kesan yang mendalam di hati para pembacanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun