Sesuai jadwal dan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, keesokan harinya, sang Kyai pun benar-benar memenuhi ucapannya untuk menggandeng Dul Kaher dengan sepeda jengkinya menuju ke lokasi pengajian.
Tibalah mereka di lokasi pengajian itu, sekitar pukul 20.00 WIB. Di depan lokasi pengajian itu, beberapa orang tampak telah siap menyambut kehadiran mereka.
Pihak panitia yang mengundang kyai sempat dibuat keheranan, sebab mereka merasa ada yang ganjil dengan penampilan fisik sosok penceramahnya itu. Menurut perasaan mereka, sosok itu sudah tampak agak sepuh, namun kenapa yang datang saat itu adalah anak muda. Mungkinkah sang kyai punya keistimewaan beralih rupa karena kebiasaan menjaga wudhunya? Hati mereka penuh tanya.
Begitu tiba di lokasi, sang kyai muda itu pun langsung dikerumuni oleh beberapa pemuda sambil mengecupi punggung dan telapak tangannya. Ia pun digiring menuju ke kediaman untuk mencicipi hidangan prasmanan. Sementara sosok tua pengantarnya mencari tempat istirahat yang nyaman di bawah pohon mangga. Usai menikmati hidangan, kyai itu pun mengisi pengajian persis seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Para tamu undangan menyimak ceramah kyai muda itu dengan penuh khidmat dan kekhusyukan. Beberapa kali mereka tampak manggut-manggut dan tertawa riang menikmati penyampaian materi dari ‘sang kyai’ yang tampil lepas. Senyum para panitia acara pun tampak begitu jelas, menyiratkan acara yang telah disusun tengah berlangsung dengan sangat baik dan bakal tuntas dengan kesuksesan.
Selesai pengajian, sang kyai hendak langsung pamit mengingat ia tidak tega dengan nasib gurunya yang hanya berteman serangga di bawah pohon mangga. Namun, sepertinya rencana itu tidak berjalan sesuai dengan keinginannya, sebab para panitia hendak meminta ‘sang kyai’ untuk bercengkrama sejenak di rumah untuk membahas beberapa persoalan.
Perasaan ‘kyai’ itu mulai tidak enak. Ia merasa akan ada hal yang dikhawatirkannya lekas terjadi. Ia sama sekali tak bisa membayangkan jika nanti disodori dengan permasalahan yang berkaitan dengan hukum agama yang landasannya adalah kitab-kitab.
Sebab, jangankan untuk merumuskan hukum, membaca kitabnya pun ia tak kuasa. Tapi, apa hendak dikata, kyai itu harus mengikuti permintaan dari panitia acara, sebab bingkisan berkat belum ia terima dari mereka.
“Begini kyai, sebenarnya beberapa hari yang lalu kami telah menggelar bahtsul masail—membahas permasalahan hukum agama—yang hasilnya masih menggantung hingga kini. Barangkali Kyai bisa membantu menyelesaikan lima masalah ini.” Kata salah seorang yang tampak berwibawa, yang sepertinya adalah ketua panitia dari acara pengajian itu sambil menyodorkan sebuah naskah.
“Lima permasalahan ini ya?” tanya ‘sang kyai’ dengan setengah mantap.
“Benar Kyai.”