Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harapan dari Sebuah Pilkada

14 Januari 2018   16:54 Diperbarui: 14 Januari 2018   17:10 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Animo masyarakat terhadap Pilkada begitu tinggi. Tensi politik selalu meningkat jauh-jauh hari sebelum Pilkada dilaksanakan. Kebebasan bersosial media juga dijadikan ajang, tidak saja untuk berkampanye, tetapi untuk saling mengejek pihak yang berseberangan dengan aspirasinya.

Jika mengadopsi  dari Pemilu, azas yang diberlakukan dalam Pilkada adalah LUBER (langsung-umum-bebas-rahasia). Setia orang bebas menentukan pilihannya, secara langsung dan merahasiakan pilihannya. Hal ini penting, suami tidak perlu pisah ranjang jika pilihannya tidak sama dengan istrinya.

Tidak ada orang yang sempurna, begitu juga dengan calon-calon yang ditetapkan untuk dipilih dalam Pilkada. Masing-masing calon pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terlaksananya azas LUBER dalam Pilkada juga tidak menjamin menghasilkan pilihan yang terbaik.  Maka, ribut-ribut saling mengejek antar kubu adalah tindakan sia-sia yang sama sekali tidak ada manfaatnya.  

Mengapa masih ada pemimpin hasil Pilkada yang kinerjanya tidak memuaskan atau bahkan menjadi tersangka KPK...? Apakah jutaan pemilih yang "sudah cerdas" itu masih juga mudah dikelabui..? Itu karena sebenarnya Pilkada kita masih seperti memilih kucing dalam karung.

Jika karung yang satu berat tapi diam, bisa jadi kita akan menduga bahwa kucing di dalamnya besar dan anggun. Demikian pula dengan karung yang lain yang ringan tapi bergerak-gerak, kita bisa saja menduganya kucing kecil yang gesit. Pemilih karung kedua tak usah menilai anggunnya kucing besar sebagai pemalas, atau sebaliknya pemilih karung berat juga tak usah menilai lincahnya kucing kecil sebagai pemberontak.

Ketika kucing dalam karung berat itu ternyata  juga kucing kecil yang keberatan karena dikalungi rantai besi yang panjang, pemilih karung berat itu juga tidak bisa bertanggung jawab apa-apa. Jangankan harus bertanggung jawab, dia sendiri merasa tertipu.

Jadi sekali lagi, biasa ajalah. Karena hobby bertengkar juga bukan sesuatu yang baik. 

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun