Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Mengunjungi Kemarau Hati

21 Januari 2022   06:35 Diperbarui: 21 Januari 2022   06:45 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semula hijau. Senyum, kemudian sumringah menghias iris terdalam. Penuh damai bak luapan bengawan, subur-makmur oleh hiasan tenang tak bertepian.

Berjalan sepanjang lorong ingatan, duduk sebentar di naungan mimpi bermula hayal. Setelah sepekan, sebulan, beberapa tahun sebelum prahara datang.

Tumpas tak bersisa. Hancur berkeping sehalus debu bata merah. Begitu kecamuk hati mulai melanda, merubah teduh laksana petir kilat membahana.

Yang tampak kemudian adalah curiga, yang mengemuka kata-kata amarah. Tak peduli hiruk-pikuk keramaian, semakin abai protokol sopan-santun pergaulan.

Engkau berubah wahai hati, membiarkan titik hitam menggumpal memenuhi narasi. Semakin tenggelam perasaan, hijau berubah hitam, adab berganti arogan. Semua kendali hanya hasrat menguasai,semua tentang ambisi berlebih perlahan membunuh nurani.

Tak hendak kembali ke zaman keteduhan? Ingatkah nostalgia tentang kesantunan dan kepribadian. Rindukah hati putih penuh hujan budi penuh kecemerlangan.

Kemarau hati ini, gersangnya akal-budi, miskinya nurani tak berwelas asih. Adakah yang tersisah dari episode ini.

*****

Baganbatu, januari 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun