Mohon tunggu...
Kane Dhanya Vessantara
Kane Dhanya Vessantara Mohon Tunggu... Pelajar di Kolese Kanisius,Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Balik Meja Panitia : Ratusan Jiwa yang Lelah demi Satu Mimpi

4 Oktober 2025   12:05 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:37 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil foto dari penulis

Perlengkapan kurang. Stopwatch untuk lomba tiba-tiba hilang. Kursi yang sudah ditata rapi harus dipindahkan lagi karena ada perubahan venue mendadak. Personel yang harusnya jaga di pos tertentu tidak datang tanpa kabar. Koordinasi yang seharusnya sudah jelas di rundown ternyata salah dipahami oleh divisi lain, dan kami harus scrambling mencari solusi di detik-detik terakhir.

Yang paling menantang adalah bekerja dengan adik kelas yang masih---bagaimana mengatakannya dengan sopan---terlalu kekanak-kanakan. Ada yang menghilang saat dibutuhkan, ada yang lebih sibuk bercanda ketimbang menjalankan tugas, ada yang mudah tersinggung saat ditegur. Sebagai senior, kami harus belajar memimpin dengan sabar, meskipun di dalam hati rasanya ingin berteriak.

Tapi justru di tengah kekacauan itulah, sesuatu terbentuk dalam diri kami. Kami belajar bahwa masalah adalah bagian dari proses, bukan penghalang untuk berhenti. Kami belajar bahwa kepemimpinan bukan soal memerintah, tapi soal mengayomi. Kami belajar bahwa tanggung jawab bukan hanya soal menyelesaikan tugas, tapi soal tetap berdiri bahkan ketika semuanya terasa berantakan.

Momen yang Membuat Kami Bertahan

Ada momen-momen kecil yang membuat semua kelelahan terasa sepadan.

Saat kami menonton tim mini soccer Kolese Kanisius berlaga di lapangan, dan seluruh selasar dipenuhi oleh yel-yel supporter yang menggelegar. Chant demi chant berkumandang, dan untuk beberapa detik, kami melupakan rasa lelah. Kami hanya menjadi bagian dari kerumunan yang bersorak, yang bangga, yang bersatu dalam satu semangat.

Saat tim voli kami menang setelah pertandingan yang menegangkan, dan ekspresi wajah para pemain---campuran antara lega, bahagia, dan tidak percaya---membuat kami tersenyum tanpa sadar. Di tribun, penonton dari sekolah lain dan sekolah kami berbaur, tertawa bersama, bertepuk tangan bersama. Tidak ada sekat. Hanya ada kemenangan yang dirayakan secara kolektif.

Saat kami melihat peserta lomba badminton yang kalah tetap berjabat tangan dengan lawannya, tetap tersenyum meskipun air mata hampir keluar. Kami melihat bahwa CC Cup bukan hanya soal menang atau kalah. Ini tentang bagaimana kita belajar menerima hasil, menghormati lawan, dan tetap bangga pada diri sendiri.

Dan saat kami melihat wajah koordinator bidang kepanitiaan kami yang lelah itu akhirnya tersenyum lega ketika salah satu sesi lomba berjalan lancar tanpa hambatan. Senyum kecil itu, meskipun singkat, mengingatkan kami bahwa semua orang di sini sedang berjuang bersama.

Karakter yang Terbentuk di Balik Layar

Kelelahan itu sementara, tapi karakter yang terbentuk dari bagaimana kita menghadapi kelelahan itulah yang abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun