Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

KPK di Tangan Perempuan, Sentimentalisme Jokowi?

28 Mei 2015   01:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:31 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih dan menetapkan Panitia Seleksi Komisioner KPK Jilid 4 yang seluruhnya perempuan terasa sangat mengejutkan. Betapa tidak, di tengah tradisi politik dan budaya  Indonesia yang lebih ‘menghargai’ lelaki, Jokowi justru membalikkan tradisi itu. Mengapa?

Saya melihat sedikitnya ada 5 kemungkinan alasan dibalik keputusan tersebut:

1.Jokowi ‘kehabisan stok’ lelaki  yang capable dan credible untuk mengemban tugas memilih dan menghadirkan penegak hukum yang bersih, jujur, tegas, berani dan berwibawa. Ini artinya di mata Jokowi tidak ada lelaki cerdik-pandai, pakar dan ahli  di negeri ini yang layak (mampu dan terpercaya) mengemban tugas PANSEL KPK. Jika ini alasannya, tidak ada salahnya jika kaum perempuan yang selama ini cenderung ‘dimarjinalkan’ diberi kepercayaan.

2.Jokowi tidak teralu menganggap penting keberadaan KPK, juga proses seleksi komisionernya. Karena dianggap tidak penting maka pekerjaan itu cukup diserahkan kepada kaum perempuan saja. Jika ini yang jadi dasar maka sesungguhnya Jokowi bukan sedang memuliakan dan mempercayai perempuan tetapi justru sedang ‘meremehkan’ kaum perempuan. Anggapan ini jelas bisa ditepis mengingat komitmen Nawacita Jokowi yang begitu kuat. Mustahil Jokowi sudah lupa dengan janji kampanyenya soal komitmen peberantasan korupsi di awal kepemipinannya yang belum genap berusia setahun ini.

3.Jokowi mungkin terlalu sentimental. Penunjukan perempuan (100%) untuk mengemban tugas  Panitia Seleksi Komisioner KPK Jilid 4 semata-mata bentuk penghormatan kepada kaum perempuan, layaknya penghormatan kepada seorang ibu. Ini tidak salah dari sudut pandang moral. Tetapi membuat kebijakan negara berdasarkan emosi dapat menjadi bumerang di belakang hari. Meski tidak mencelakai, setidaknya tidak akan ada hasil signifikan yang bisa didapat sesuai harapan. Mengingat komitmen beliau soal revolusi mental,  mustahil pula rasanya  jika presiden mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan sesentimentil itu.

4.Jokowi percaya bahwa karakter dasar kepribadian perempuan cocok untuk mengemban tugas yang membutuhkan keberanian untuk mengabaikan ‘rayuan’ KKN. Kepercayaan ini tentu saja debatable sifatnya, karena tidak ada manusia—baik lelaki maupun perempuan—yang  benar-benar mampu membebaskan diri dari rayuan. Bahkan dari berbagai hasil kajian menyatakan bahwa kaum perempuan justru sangat suka sanjungan dan pujian. Sanjungan dan pujian adalah modus klasik untuk mengawali proses penaklukan hati seseorang. Namun begitu, mengingat 9 perempuan pilihan Jokowi ini adalah orang-orang terdidik dan bermartabat tinggi, tentu  mereka sangat pandai membawa diri dan piawai membedakan mana USULAN mana RAYUAN.

Berikut adalah beberapa fakta (hasil riset) kelebihan kaum perempuan dibandingkan kaum lelaki:

-Perempuan lebih sensitip terhadap bunyi/suara. Kelebihan ini tentunya membuat kaum perempuan akan lebih mampu mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi dibandingkan lelaki.

-Perempuan lebih tahan terhadap serangan penyakit, karena produksi hormone cortin kelenjar adrenalnya lebih tinggi. Kelebihan ini tentunya akan lebih memberi jaminan bahwa kaum perempuan akan lebih mampu menghadapi tumpukan pekerjaan tanpa harus absen karena alasan sakit.

-Perempuan memiliki memori visual lebih kuat. Keunggulan ini tentunya sangat berguna untuk mengenali ekspresi orang, mana ekspresi penuh kebohongan mana ekspresi penuh kejujuran.  Dengan demikian dapat diandalkan bahwa perempuan akan lebih akurat memilih orang-orang yang tepat untuk suatu pekejaan.

-Kaum perempuan umumnya lebih berbahagia daripada kaum lelaki. Bekerja dalam kondisi bahagia terbukti lebih produktif. Bila pansel KPK sudah merasa bahagia dengan kehidupannya, maka kecil kemungkinannya akan tergoda oleh rayuan-gombal para opurtunis yang ingin duduk dan memanfaatkan jabatannya di KPK.

-Kaum perempuan memliki kemampuan verbal dua kali lipat kau lelaki. Kecapatan bicara perempuan mencapai 250 kata/menit, sedangkan lelaki hanya 125 kata/menit. Dalam sehari perempuan rata-rata mengeluarkan 15.000 kata, sedangkan lelaki hanya 12.000 kata. Keunggulan ini tentunya akan menjadikan perempuan sulit ditundukkan dalam perdebatan. Mengingat pekerjaan pansel pasti akan diwarnai perdebatan, maka diharapkan para Srikandi Pansel KPK ini mampu mematahkan argument (baca:kepentingan) pihak-pihak yang ingin menyusup ke KPK melalui koisionernya.

5.Jokowi ingin memberi kesempatan kepada kaum perempuan, khususnya perempuan Indonesia, untuk membuktikan diri bahwa mereka mampu mengemban tugas-tugas yang selama ini didominasi lelaki. Dengan kata lain, Jokowi sadar bahwa emansipasi itu adalah keniscayaan zaman. Sudah saatnya para lelaki menyadari bahwa selama ini kaum perempuan bukan TIDAK MAMPU melainkan tidak DIBERI KESEMPATAN untuk unjuk kemampuan.  Bukan saatnya lagi mepertahankan mitos bahwa kaum perempuan selamanya akan berada di bawah bayang-bayang kaum lelaki hanya karena secara biologis perempuan berbeda dengan lelaki.

Perbedaan biologis lelaki yang sering dijadikan dasar pemarjinalan kaum perempun:

-ukuran tubuh lelaki rata-rata lebih tinggi daripada perempuan, sehingga lelaki lebih kuat dan lebih cepat daripada perempuan;

-massa otot lelaki dua kali lipat lebih besar dari massa otot perempuan, karenanya  kekuatan rata-rata lelaki 30% lebih kuat daripada (otot) perempuan;

-otak lelaki memiliki jumlah sel 4% lebih banyak daripada otak perempuan, sehingga ada mitos bahwa lelaki lebih cerdas dari perempuan;

-lelaki memiliki jantung dan paru-paru lebih besar serta jumlah sel darah merah lebih banyak daripada perempuan, sehingga ada mitos laki-laki lebih memliki ketahanan (endurance) dibanding perempuan;

-jumlah kelenjar air mata perempuan lebih banyak daripada lelaki, karenanya perempuan lebih mudah dan sering menangis, sehingga melahirkan mitos bahwa perempuan itu lebih emosional/sentimentil disbanding laki-laki;

-ratio ukuran lambung terhadap ukuran tubuh perempuan lebih besar daripada lelaki, akibatnya perempuan lebih mudah dan sering  merasa lapar, ini menimbulkan mitos bahwa perempuan lebih suka berfoya-foya dibandingkan lelaki;

-lelaki normal cenderung ingin menikahi perempuan cantik, sedangkan perempuan lebih menyukai lelaki kaya dan kuat, ini elahirkan mitos bahwa kaum perempuan mudah tergoda oleh harta dan kemewahan;

Semoga kebijakan Jokowi memilih dan menetapkan kesembilan orang perempuan untuk melaksanakan tugas Panitia Seleksi Koisioner KPK, bukan didasarkan pertimbangan emosional untuk membuktikan bahwa bias gender itu sebuah fakta atau mitos.  Melainkan didasarkan pada pertimbangan logis,  cermat, dan terukur. Segala kemungkinan, untung dan ruginya, sudah benar-benar dihitung.

Sebagai rakyat, saya (mungkin juga anda) memang hanya bisa berharap dan menunggu bukti hasil kerja para SRIKANDI pilihan presiden tersebut. Semoga komisioner KPK pilihan (hasil seleksi) kaum Kartini itu nantinya menjadi penegak hukum  yang benar-benar bersih, jujur, berani, tegas, konsisten dan tidak pandang bulu.

Salam Kompasiana

Sumber bahan:

The Sexes Differences

Difference Between Male and Female Structures Mental & Physical

Differences between mens and womens brains

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun