Mohon tunggu...
FX HendroW
FX HendroW Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Memberi warna lain dalam kehidupanku, lahir dan besar di kota Ambarawa dan mencari rejeki di Sangatta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengejar Pelangi

9 Januari 2019   15:18 Diperbarui: 9 Januari 2019   15:21 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini disambut dengan bunyi ceklak ceklek bersumber dari kompor gas yang sedang malas untuk menyala dikarenakan asupan amunisi yang sudah habis. Saat itu jam masih menunjukkan pukul 04.30, saat ayam tetangga sebelah saja belum berkokok, sementara sebelah mata mulai terbuka sedikit demi sedikit karena sedikit gangguan itu akan membuat kegaduhan besar yang intinya harus mencari asupan amunisi dimanapun berada." Gas habis, kemarin sore lupa buat beli gas di warung pojok itu, coba pagi ini dilihat yah, apakah sudah buka?" pinta nyonya besar pagi ini.Tanpa menyahut dan segera beranjak dari tempat tidur, segera aku menuju ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka supaya agak terang pandangan saat mencari amunisi. Setelah selesai mencuci muka, segera aku ambil kunci motor dan meminta uang untuk menebus amunisinya.
" Mana uangnya?", ujarku sambil sedikit manyun karena masih sedikit mengantuk.
" Kemarin berapa ya yah?" tanyanya sambil mengeluarkan beberapa lembar pecahan 50 ribuan.
" Kasih saja 200 (ribu), ntar juga ada angsulnya (uang kembalian)", jawabku sambil mengambil 4 lembar uang limapuluhan dari nyonya besar.
Kuangkat tabung gas besar yang kosong, lumayan berat juga pikirku. Sambil berjalan pelan keluar rumah, tak lupa kupasang helm dikepala untuk pengaman dalam berkendara.
Perjalanan pertama menuju warung pojok yang memang tempat biasanya kubeli pasokan gas tabung besar. Dengan berkendara pelan menembus kegelapan malam serta dinginnya udara pagi ini, kurang dari 5 menit kemudian sampailah saya ketempat yang dituju dan masih dalam keadaan tertutup rapat.
" Wah, sepertinya harus nambah perjalanan ke jalan raya, tapi coba dech aku susuri dulu warung-warung didepan", ucapku dalam hati.
Warung yang kutuju untuk urutan yang kedua juga masih tutup, kemudian dengan perlahan menarik laju gas motor untuk menuju tempat yang ketiga. Dari kejauhan samar-samar kulihat tempat ketiga sudah buka, tetapi hanya sebatas 2 pintu besi saja yang terbuka. Sesampainya didepan warung yang lumayan besar dan lumayan banyak macam jualannya tersebut, saya bertanya kepada penjualnya.
" Ada gas besar bu?"
" Kosong", jawabnya singkat.
" Oh, makasih bu", ucapku tetap dengan senyum semanis madu, sembari melanjutkan perjalananku kembali.
Selama perjalanan sudah banyak teman-teman yang berseragam rapi hendak berangkat kerja pagi ini. Akupun sebenarnya berangkat juga pagi ini, hanya saja nanti sekitar jam setengah tujuh baru mulai memacu sepeda motorku. Laju motorku kemudian melambat ketika kulihat ada berjajar rapi tabung gas berukuran besar. Langsung saya berhenti dan mulai bertanya kepada si empunya warung tersebut.
" Mas, gas yang besar ya", seruku kepada empunya warung itu.
Tanpa banyak pertanyaan lagi, langsung saja dia menuju ketempat penyimpanan tabung gas dan mengangkatnya mendekati sepeda motorku yang terparkir persis didepan warungnya.
" Berapa", tanyaku selanjutnya.
Tanpa banyak bicara, dia menunjuk ke arah kardus yang dipakai untuk semacam pengumuman daftar harga. Sambil mengangguk mengerti, akupun menyodorkan beberapa lembar uang saku dari nyonya besar tadi. Selanjutnya aku bergegas pulang kerumah.
Waktu baru menunjukkan pukul 5.15 pagi ketika saya sudah menyelesaikan  semuanya termasuk memasang ke selang yang terhubung dengan kompor gasnya. Masih ada 30 menit sebelum waktu yang biasanya saya terbangun untuk memulai aktifitas hariku. Akupun beranjak kembali ke kamar tidur untuk sekedar memejamkan mata sebentar atau paling tidak bisa balas dendam atas tidurku yang sedikit terganggu.
" Berangkat dulu ya bun", ucapku pada nyonya besar sembari menarik gas sepeda motor menuju tempat kerja. Ada bekas rintik-rintik hujan yang masih membekas di jok motorku. Tetapi udara mulai hangat pertanda matahari sudah mulai menampakkan dirinya diufuk timur. Perjalanan menuju ketempat kerja pagi inipun agak terasa lain karena dikejauhan terlihat ada pelangi yang mulai terbentuk didepan arah laju motorku. Saat terpesona dengan suguhan alam yang tampak jelas didepan mata, terkaget aku dengan raungan sepeda motor yang tak tahu kapan sudah berada tepat sebelahku. Senyum lebar pemiliknya mengingatkanku dengan aktor India kenamaan, dengan posturnya yang tegap dan hitam manis itu.
" Jalan kaki?", tanyanya sesaat sebelum kami memasuki area parkiran.
" Iya, jalan kaki sambil berlari kecil saja nanti", jawabku sambil mencari tempat parkir disisi atas yang dekat dengan pintu masuk.
" Ayo, lihat tu pelanginya sudah menunggu di dekat kantorku", ucapnya aambil tertawa kecil.
" Bukan, itu dikantorku lengkungannya, jadi dari daerah peternakan sapi menuju ke kantor kita sepertinya, ayo kita lari saja, siapa tahu masih ada bidadarinya yang main perosotan", ujarku sambil tertawa.
" Hahaha, masih ingat saja ya cerita legenda itu", ucapnya kemudian.
" Masih dong, ayo berlari mengejar pelangi hahahaha".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun