Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Film Einstein, Sains, Filsafat, Kausalitas, dan Ujian Akidah

26 April 2020   05:12 Diperbarui: 26 April 2020   05:38 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia memang disuruh untuk berpikir dan bertanya. Tapi kepada pertanyaan yang sudah dijawab oleh agama, menurut saya manusia hanya harus percaya. Dan tak perlu mencoba membuktikannya. Karena menurut saya hanya sia-sia. Jawabannya ya sudah kita ketahui sejak awal. Proses pencarian hanya akan membawa kita kembali berputar ke tempat kita memulai.

Berpikir kritis itu ya sebenarnya bagus. Tapi tanpa adanya sekat dan batasan-batasan pokok, justru menurut saya akan berbahaya. Sebab akhirnya dilanggar mana yang harus dipikirkan, dan mana yang seharusnya cukup dipercayai tanpa perlu dipertanyakan.

Adanya jawaban dari ilmuwan dan filosof hanya sebatas pendukung. Bukannya saya gak percaya pada kapasitas mereka, tapi mungkin saja suatu saat nanti teori mereka juga akan dibantah oleh mereka sendiri. Seperti kasus geosentris dan heliosentris. Atau seperti halnya Sir Isaac Newton membuktikan banyak teori ilmiah yang ada pada era sebelum dirinya ternyata banyak yang salah. Biarkan waktu yang membuktikan.

Jika mau "pindah jalur" ke dunia sains ataupun filsafat, maka menurut saya hanya akan bertemu dua persimpangan. Yang keduanya sama-sama berbahaya. Pertama membela Tuhan dengan pembuktian ilmiah, atau persimpangan kedua, mencari Tuhan lewat penemuan ilmiah. Ini kurang bijak menurut saya.

Ingatlah bahwa sains ataupun filsafat tidak hanya sering ada ketidakcocokan dengan teologi Islam. Tapi juga kadang teori sains menyalahi ayat Bible. Sains dengan terang-terangan "menentang" gereja pada masa Galileo Galilei. Fisika jelas-jelas menantang ayat al-Kitab yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat semesta.

Itu jika disikapi dengan sebelah mata. Tapi ada orang lain yang mencoba menyikapi itu dengan lebih ramah.

Di Indonesia, tak usah jauh-jauh, ada orang seperti Profesor Thomas Djamaluddin. Yang berusaha mengharmoniskan hubungan antara sains dengan teologi. Menanamkan pemahaman bahwa sebenarnya keduanya saling mendukung.

Salah satu koleksi buku beliau yang saya punya, judulnya seingat saya adalah buku Semesta Berthawaf.

Adanya teori dari fisikawan tentang kerja alam semesta, serupa ujian keimanan untuk umat muslim. Bagaimana kita melalui hal tersebut. Bagaimana akidah kita tetap teguh meskipun bukti yang nampak otentik sekalipun menuntut akal kita membangkang. Seperti halnya banyak hal lain, itu juga adalah cobaan. Mendewasakan hati kita untuk senantiasa percaya kepada keajaiban kuasa Tuhan semesta alam.

Tapi bagaimana pun juga, fisika adalah pengetahuan. Yang memiliki sumbangsih besar pada kemajuan umat manusia. Tanpa teori fisika, mustahil bagi kita untuk dapat menikmati "keajaiban" yang dua abad silam tidak pernah ada. Seperti bisa terbang di udara. Atau bisa melihat foto bumi dari luar angkasa. Ada kereta, ada pesawat, dan gak yang lain juga termasuk jasa fisika.

Untuk itulah fisika menurut saya seharusnya diciptakan. Mempermudah kehidupan manusia. Bukan justru menghancurkan dan merusak keyakinan manusia akan Tuhan Yang Maha Kuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun