Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Film Einstein, Sains, Filsafat, Kausalitas, dan Ujian Akidah

26 April 2020   05:12 Diperbarui: 26 April 2020   05:38 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali lagi... Einstein ini waktu kecil agak "terlambat" belajar. Dia bahkan diremehkan banyak orang karena dianggap tertinggal dari kawan sebaya yang lain. Kemampuannya dibawah rata-rata.

Konon keterlambatan itulah yang membuat saat dia dewasa, jadi mempertanyakan hal yang ditanyakan oleh anak kecil. Seperti konsep ruang dan waktu. Bagaimana hukum gravitasi dan spacetime itu bekerja. Kenapa sesuatu bisa jatuh? "Orang dewasa" mana yang mencoba bertanya begitu? Orang dewasa lain percaya pada hukum gravitasi. Tapi gak mencoba untuk mempertanyakan cara kerjanya.

***

Mempertanyakan kerja alam semesta itu adalah sejarah yang terus terulang sejak lama. Saat dulu zaman kaum filosofis. Sejak masa Aristoteles, Plato, atau Socrates. Orang sudah membuat teori tentang kerja semesta. Tapi versinya yang berkembang. Dulu dengan filsafat. Sekarang dengan sains. Istilahnya kausalitas dalam kosmos.

Selalu ada orang yang mempertanyakan hal yang sebenarnya sangat sederhana. Terkait kerja alam semesta. Sejak dulu. Pertanyaan seperti apakah api bisa membakar dengan dirinya sendiri. Itu sebenarnya soal yang klise. Tapi jadi masalah besar saat yang bertanya adalah orang besar juga. Karena berpotensi menyesatkan masyarakat jika jawaban kesimpulan mereka salah.

Dulu kaum filsafat mempertanyakan kerja alam semesta. Sekarang ilmuwan mempertanyakan itu. Dan jawaban yang dapat kita kumpulkan dari mereka sampai sekarang adalah sebatas teori. Yang pada akhirnya justru terus menerus direvisi dan dibantah oleh kaum ilmuwan sendiri. 

Orang dulu membuat teori geosentris, Copernicus membantah itu. Galileo Galilei membuktikannya. Newton hadir dengan teori gravitasi. Einstein menyempurnakan itu. Stephen Hawking menambahkan. Dan seterusnya. Semua itu meskipun diyakini, tapi tetaplah teori. Bisa saja suatu saat nanti ada orang yang makin menyempurnakan teori relativitas Einstein. Atau menyalahkan teori big bang.

Sedangkan doktrin dalam akidah tentang kerja alam semesta bukan semata teori. Dan sejak dulu hingga kapanpun gak akan pernah berubah.

Ini mulai mencapai ranah sensitif. Sebab jika dikaitkan dengan teologi, akan ada orang yang menganggap terjadi "benturan". Ada chaos. Ada kekacauan. Seakan-akan teolog dan ilmuwan gak bisa berdamai. Ahli filsafat kok selalu kontra ahli tauhid.

Padahal ini menurut saya, kurang bijak membenturkan kerja alam semesta hasil rumusan filsuf, maupun rumusan pakar sains dengan teori akidah kita. Teori mereka "belum final". Akan terus berkembang. Dan akidah kita sudah final. Sejak dulu ya begitulah kerja alam semesta menurut keyakinan kita. Mereka masih mencari jawaban, sementara kita sudah menemukan jawaban. Jawaban mereka hari ini, belum tentu relevan untuk seratus atau dua ratus tahun lagi. Tapi jawaban kita sudah kita yakini sejak dulu. Tak akan berubah. Nggak ada istilah tidak relevan.

Semakin kita menuntut pembuktian, mungkin hanya akan menambah keraguan. Karena nalar kita sangat terbatas memahami dimensi yang demikian luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun