Mohon tunggu...
Kamila Intan zahro kamila
Kamila Intan zahro kamila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Berbasis Masalah

16 Mei 2024   20:52 Diperbarui: 16 Mei 2024   20:59 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pada hakikatnya, program pembelajaran berupaya untuk mengajarkan penguasaan dan pemahaman tidak hanya tentang apa dan bagaimana sesuatu terjadi, namun juga mengapa hal itu terjadi. Mengingat permasalahan ini, mengajarkan teknik pemecahan masalah menjadi penting.
Dalam buku Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer yang ditulis Gagne :
Menemukan cara untuk menggunakan berbagai aturan untuk mengatasi skenario baru dipandang sebagai proses pemecahan masalah. Selain menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan pembelajaran sebelumnya, pemecahan masalah sebenarnya adalah proses memperoleh seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Seseorang tidak hanya dapat memecahkan suatu masalah dan memunculkan ide baru, namun mereka juga dapat mencapai keduanya ketika mereka menggabungkan pedoman yang terbukti berhasil dalam situasi tertentu. Yang dimaksud adalah kumpulan metode atau teknik yang membantu seseorang menjadi lebih mandiri dalam proses berpikirnya.
Universitas McMaster di Kanada memelopori pembelajaran berbasis masalah (PBL) pada tahun 1970an, dan sejak itu, pembelajaran ini telah diterapkan di banyak tingkat pendidikan. Karena manfaat metode ini, bahkan tingkat pendidikan yang lebih rendah pun mulai menerapkannya. Formulasinya pun semakin bervariasi seiring dengan perkembangannya yang pesat. Rumusan Prof. Howard Barrows dan Kelson merupakan salah satu yang sangat representatif.
Kurikulum untuk proses pendidikan disebut pembelajaran berbasis masalah (PBL). Kurikulum mencakup persoalan-persoalan yang dibuat agar siswa mempelajari informasi penting, mahir dalam memecahkan masalah, mengembangkan strategi belajar sendiri, dan mampu bekerja dalam kelompok. Untuk mengatasi hambatan dan memecahkan kesulitan, proses pembelajaran menggunakan 21 cara metodis yang diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun kesuksesan karir.
PBL, dalam terminologi Belanda, merupakan suatu pendekatan pengajaran yang mendorong siswa menjadi pembelajar seumur hidup dengan bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah-masalah dunia nyata. Tugas ini dimaksudkan untuk mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran, serta kemampuan analitis dan inisiatif mereka. PBL mengajarkan siswa bagaimana mencari dan menggunakan sumber belajar yang relevan serta bagaimana berpikir kritis dan analitis.
Dari kedua definisi tersebut terlihat jelas bahwa ciri utama materi pembelajaran adalah kesulitan. Sebelum memulai kegiatan belajar mengajar dalam proses PBL, siswa akan diberikan tantangan. Permasalahan yang dibicarakan mempunyai konteks dunia nyata. Pengaruh terhadap peningkatan keterampilan siswa semakin kuat jika diterapkan di dunia nyata. Siswa berkolaborasi dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki sekaligus mencari data baru yang mungkin relevan dengan solusinya. Sementara itu, peran guru adalah sebagai fasilitator yang menetapkan standar untuk mencapai tujuan dan membantu siswa mencari dan menemukan jawaban yang diperlukan (hanya membimbing, bukan menunjukkan).
Tujuan dari paradigma pembelajaran berbasis masalah adalah untuk membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, meningkatkan kemampuan dan pertanyaan mereka, menjadi lebih mandiri, dan meningkatkan kepercayaan diri mereka melalui pendekatan yang berpusat pada siswa terhadap situasi dunia nyata. Model ini dibedakan dengan penggunaan permasalahan dunia nyata sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa serta pemahamannya terhadap konsep-konsep penting. Peran guru adalah membantu siswa dalam mencapai keterampilan pengarahan diri sendiri. Penerapan pembelajaran berbasis masalah pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dan dalam konteks berorientasi masalah, termasuk pembelajaran.
Mengajukan pertanyaan atau mengajukan masalah, menekankan hubungan interdisipliner, penyelidikan dunia nyata, kerja sama tim, dan menghasilkan kerja serta demonstrasi adalah bagian dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Tujuan pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk membantu guru dalam memberikan informasi sebanyak mungkin kepada siswa. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah pada siswa merupakan salah satu tujuan pembelajaran berbasis masalah. Fokus pembelajaran berbasis masalah tidak hanya pada perolehan pengetahuan prosedural. Akibatnya, pengujian saja tidak cukup untuk penilaian. Sejalan dengan paradigma pembelajaran berbasis masalah, penilaian dan evaluasi melibatkan pembicaraan tentang hasil pekerjaan siswa dan menilai pekerjaan yang dihasilkannya sebagai hasil pekerjaannya. Hasil karya siswa dapat dievaluasi dengan menggunakan penilaian proses.
Tujuan dari penilaian proses adalah untuk memberikan wawasan kepada guru tentang bagaimana siswa mendekati pemecahan masalah dan menunjukkan kemampuan mereka. Menurut Airasian, evaluasi kinerja memberi siswa kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam suasana otentik. Model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum harus dikembangkan selain kurikulum karena beberapa permasalahan dalam kehidupan nyata bersifat dinamis dan berubah seiring perkembangan zaman, konteks, dan lingkungan. Hal ini memungkinkan siswa untuk secara aktif mengembangkan kerangka berpikirnya untuk pemecahan masalah dan kapasitas belajarnya. Dengan kompetensi tersebut diharapkan siswa dapat menyesuaikan diri dengan mudah.
Sedangkan menurut para ahli berpendapat berbeda tentang model pembelajaran berbasis masalah diantaranya:
Duch mengklaim bahwa ini adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk "belajar bagaimana belajar" dengan mengajak mereka berkolaborasi dalam kelompok untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang muncul di dunia nyata.
Arends menggambarkan jenis teknik pembelajaran ini sebagai teknik dimana siswa diberikan tantangan dunia nyata untuk dipecahkan guna membangun pengetahuan mereka sendiri, memajukan pertanyaan dan kemampuan mereka, menjadi lebih mandiri, dan meningkatkan harga diri mereka.
Sesuai dengan gd. Gunantara, yaitu suatu metodologi pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi dunia nyata atau dimulai dengan kesulitan dan konteks dari dunia luar.
Menurut Shoimin, secara khusus membina lingkungan belajar yang mengatasi permasalahan dunia nyata.
Glazer menggambarkan jenis pengajaran ini dengan sengaja memaparkan anak-anak pada isu-isu sulit dalam konteks otentik.
Salah satu strategi pembelajaran yang memberikan penekanan kuat pada penyediaan siswa dengan permasalahan dunia nyata untuk dijawab disebut pembelajaran berbasis masalah (PBL). PBL mendorong siswa untuk secara aktif memecahkan tantangan tersebut di bawah arahan guru. Metode ini berupaya untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan kerja sama tim, dan penerapan pengetahuan dalam situasi dunia nyata.
Materi yang disampaikan di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) merupakan suatu strategi pembelajaran yang sangat menekankan pada penugasan kepada siswa untuk menjawab permasalahan dunia nyata. PBL mendorong siswa untuk secara aktif memecahkan tantangan tersebut di bawah arahan guru. Pengembangan kemampuan berpikir kritis, kemampuan kerja tim, dan penerapan pengetahuan dalam situasi dunia nyata merupakan tujuan dari strategi ini.

Kriteria Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah
Teknik pembelajaran ini dikembangkan dengan sudut pandang konstruktivis, yang menekankan pentingnya siswa menciptakan pengetahuan yang relevan secara pribadi dan melakukan penyelidikan lingkungan. Siswa tidak kosong ketika mereka masuk ke dalam kelas; sebaliknya, mereka dipersiapkan dengan beberapa informasi dasar. Menurut alur pemikiran ini, pembelajaran harus dimulai dengan mengajukan masalah kontekstual---masalah yang sesuai dengan situasi yang ada. Pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :
Otentik, artinya persoalan tersebut hendaknya lebih mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari siswa dibandingkan dalam gagasan bidang keilmuan tertentu.
Jelas, artinya permasalahan disajikan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tantangan tambahan bagi siswa, yang pada akhirnya akan mempersulit mereka dalam mencari solusi.
Mudah dipahami: Siswa harus mampu memahami topik yang disampaikan. Selain itu, permasalahan dikonstruksi dan diorganisasikan berdasarkan tahap perkembangan siswa.
Luas dan konsisten dengan tujuan pembelajaran: Secara khusus, masalah harus dikembangkan dan dirancang untuk mencakup seluruh materi yang akan diajarkan dalam batasan waktu, ruang, dan sumber daya. Selain itu, permasalahan yang disusun harus berpijak pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Bermanfaat, artinya masalah yang disusun dan ditetapkan harus bermanfaat bagi guru sebagai pemecah masalah dan juga bagi siswa sebagai pemecah masalah. isu-isu yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan meningkatkan semangat belajar dikenal sebagai isu-isu yang bermanfaat.
Informasi ini membawa kita pada kesimpulan bahwa sudut pandang konstruktivis, yang menekankan perlunya siswa mengeksplorasi lingkungan sekitar dan mengembangkan pengetahuan pribadi yang bermakna, merupakan kriteria masalah yang terletak dalam pembelajaran berbasis masalah. Siswa tidak kosong ketika mereka masuk ke dalam kelas; sebaliknya, mereka dipersiapkan dengan beberapa informasi dasar. Berpikir seperti ini, pembelajaran harus dimulai dengan mengajukan masalah kontekstual---masalah yang sesuai untuk situasi tertentu.

Ciri -- Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Ada berbagai atribut yang membedakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dari metode pengajaran tradisional. Berikut adalah beberapa fitur utama PBL:
Fokus Pada Masalah
Salah satu ciri utama pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah penekanan pada permasalahan. PBL memusatkan pembelajaran pada tantangan dunia nyata yang sulit dan dapat diterapkan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Siswa harus menerapkan apa yang telah mereka ketahui tentang topik ini dan mencari informasi lebih lanjut untuk menghasilkan solusi yang bisa diterapkan. Siswa diharapkan berkonsentrasi pada tantangan untuk memperoleh pemahaman menyeluruh tentang ide-ide yang terlibat, mengasah kemampuan berpikir kritisnya, dan belajar bagaimana berkolaborasi dengan orang lain untuk memecahkan masalah yang menantang. Selain itu, dengan menerapkan pengetahuan teoretis mereka pada situasi dunia nyata, siswa dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan belajar dengan motivasi intrinsik yang lebih besar.
Keterkaitan Dengan Berbagai Macam Disiplin Ilmu
Salah satu komponen kunci Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) adalah hubungannya dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan. PBL melibatkan pengajuan isu-isu dunia nyata kepada siswa, banyak di antaranya menggabungkan ide, teori, dan metode dari berbagai bidang ilmiah. Hal ini memungkinkan siswa untuk terhubung dan menggunakan informasi dari berbagai bidang akademik untuk mengatasi masalah-masalah yang menantang. Siswa lebih mampu memahami bagaimana pengetahuan yang mereka peroleh dalam satu mata pelajaran dapat dimanfaatkan dalam situasi dunia nyata yang melibatkan aspek kehidupan lain ketika ada keterkaitan antara mata pelajaran tersebut dengan disiplin ilmu lain.
Contoh bagaimana PBL berhubungan dengan disiplin ilmu lainnya adalah sebagai berikut:
Konsep dari ilmu lingkungan, ekonomi, kebijakan publik, dan teknologi semuanya relevan dengan isu perubahan iklim.
Konsep dari bidang biologi, kedokteran, sosiologi, dan antropologi mungkin relevan dengan masalah kesehatan masyarakat.
Konsep dari bidang teknik, desain, ekonomi, dan pemasaran mungkin terlibat dalam dilema yang berkaitan dengan pengembangan produk baru.
Hasilnya, PBL memungkinkan siswa untuk memperluas perspektif mereka dan memahami hubungan antara berbagai bidang akademik untuk mengatasi masalah dunia nyata.
Penyelidikan yang Autentik
Komponen kunci dari pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah inkuiri otentik. Inkuiri autentik adalah proses dimana siswa melihat permasalahan dunia nyata dengan menggunakan sumber daya yang relevan dan kemampuan berpikir kritis. Inkuiri autentik mengharuskan siswa untuk mencari solusi yang bermakna sambil memberikan mereka pengalaman langsung dalam menangani tantangan rumit dalam lingkungan pembelajaran berbasis proyek.
Ciri-ciri penyelidikan yang autentik dalam PBL meliputi:
Relevansi dengan kehidupan nyata: Agar siswa dapat memahami implikasi pembelajarannya dalam konteks yang lebih luas, inkuiri autentik memerlukan penggunaan situasi atau pertanyaan yang relevan secara langsung dengan kehidupan nyata.
Penggunaan berbagai sumber daya: Untuk membantu penelitian mereka, siswa memanfaatkan berbagai sumber daya, seperti teknologi informasi, wawancara ahli, literatur ilmiah, dan observasi lapangan. Siswa dapat belajar bagaimana mencari informasi dan mengevaluasi sumber daya sebagai hasilnya.
Meningkatkan keterlibatan aktif: Siswa yang berpartisipasi dalam penyelidikan autentik lebih cenderung mengajukan pertanyaan, memecahkan masalah, mengumpulkan dan mengevaluasi informasi, dan menghasilkan jawaban yang bisa diterapkan.
Penerapan pengetahuan dalam konteks dunia nyata: Untuk membantu siswa memahami pentingnya dan kegunaan pendidikan mereka, mereka diberikan kesempatan untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang mereka peroleh dalam lingkungan dunia nyata.
Pendekatan inkuiri otentik PBL membantu pengembangan kemampuan penelitian siswa, kemampuan berpikir kritis, dan pemahaman mendalam terhadap isu-isu kontemporer. Hal ini juga membekali mereka untuk mengatasi rintangan di dunia nyata setelah sekolah resmi mereka selesai.
Memamerkan dan Menghasilkan Karya
Memproduksi dan menyajikan karya merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran dalam konteks pembelajaran berbasis masalah (PBL). Siswa diharapkan untuk mempresentasikan penelitian dan keterampilan pemecahan masalah mereka setelah menyelesaikan penyelidikan mereka. Tergantung pada jenis masalah yang ditangani, ada berbagai cara untuk menampilkan hasil kerja ini, seperti presentasi lisan, pameran proyek, publikasi tertulis, demonstrasi produk, atau kreasi seni.
Siswa dapat memperoleh keterampilan komunikasi, kepercayaan diri, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan menerapkan kreativitas melalui proses menampilkan dan menghasilkan karya. Mereka juga dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman menyeluruh terhadap masalah yang sedang ditangani.
Pembelajaran Kolaboratif
Siswa yang menggunakan teknik pembelajaran kolaboratif bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Siswa berkolaborasi untuk memecahkan masalah dan memenuhi tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dengan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan kemampuannya dalam lingkungan ini. Metode ini mendorong siswa untuk berkolaborasi, berkomunikasi, dan terlibat satu sama lain, yang dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran dan keterampilan pemecahan masalah.
Peran Guru sebagai Fasilitator
Salah satu strategi kunci dalam Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) adalah peran guru sebagai fasilitator. Selain menyampaikan ilmu, fasilitator juga berperan sebagai pemimpin yang membimbing siswa melalui proses pembelajaran. Posisi ini sangat menekankan pada pendampingan, dorongan, dan pendampingan siswa saat mereka secara aktif berupaya memperdalam pemahaman mereka terhadap materi.
Beberapa aspek penting dari peran guru sebagai fasilitator dalam PBL meliputi:
Memandu Proses Pembelajaran: Guru mendukung siswa dalam memahami kesulitan yang dihadapi, membantu mereka membuat rencana untuk memecahkan tantangan, dan mengarahkan kegiatan penelitian dan pembelajaran.
Memberikan Umpan Balik: Sepanjang proses pembelajaran, guru memberikan kritik bermanfaat kepada siswa yang memungkinkan mereka memperdalam dan memperluas pemahaman mereka.
Meningkatkan kerja sama tim: Instruktur membantu siswa dalam menyelesaikan perselisihan dan perselisihan yang mungkin muncul dalam kelompok dengan meningkatkan kerja sama dan kerja tim di antara mereka.
Pimpin Diskusi: Instruktur memimpin diskusi kelompok dan introspeksi, mengajukan pertanyaan yang membangkitkan pemikiran, dan mendorong penyelidikan sudut pandang lain.
Mempromosikan Pembelajaran Mandiri: Instruktur juga mendorong siswa untuk menjadi mandiri dalam pendidikan mereka, belajar bagaimana melakukan penelitian independen, dan merasa memiliki pendidikan mereka.
Guru yang berperan sebagai fasilitator memberdayakan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikannya, membantu mereka mengembangkan pemikiran kritis, kerja sama tim, dan kemampuan memecahkan masalah serta membekali mereka untuk menghadapi permasalahan yang muncul di dunia nyata.
Enam ciri pembelajaran berbasis masalah dapat diketahui dari cara penyajian materi di atas: penekanan pada masalah, keterkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, penyelidikan autentik, memamerkan dan menghasilkan karya, pembelajaran kolaboratif, dan peran guru sebagai fasilitator.

Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Tujuan utama pembelajaran berbasis masalah, atau PBEL, tidak hanya memberikan banyak pengetahuan kepada siswa; hal ini juga melibatkan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa, serta memperkuat kemampuan mereka untuk secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Pendidikan berbasis masalah juga diharapkan dapat meningkatkan disposisi belajar dan keterampilan sosial siswa. Hasil pembelajaran dan modal sosial dapat melemah ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi yang relevan, strategi pembelajaran, dan sumber belajar untuk mengatasi masalah.
Sedangkan menurut Arends: "Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, mempelajari peran orang dewasa secara otentik, memungkinkan siswa memperoleh kepercayaan diri terhadap kemampuannya sendiri, berpikir dan menjadi pembelajar yang mandiri." Oleh karena itu, peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah memberikan tugas kepada siswa, bukan menyampaikan tugas-tugas pelajaran.
Pendapat Ibrahim dan nur juga tidak kalah sama yaitu sebagai berikut:
Membantu siswa dalam mengasah kemampuan analitis dan pemecahan masalah.
Dapatkan pengetahuan tentang beragam tanggung jawab orang dewasa dengan terlibat dalam pengalaman otentik.
Berkembang menjadi pembelajar yang mandiri atau mandiri.
Namun apabila dibahasa secara rinci dapat diuraikan satu-persatu maksud dari tujuan pembelajaran berbasis masalah problem based learning tersebut.
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah membantu siswa memperoleh keterampilan berpikir kritis sehingga mereka dapat menjadi analis, penilai, dan pemecah masalah yang baik. Siswa yang memiliki kemampuan tersebut lebih siap menganalisis informasi secara kritis, mengambil keputusan secara bijak, dan menyelesaikan permasalahan yang menantang. Berikut ini adalah beberapa elemen penting dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis:
Analisis: Kemampuan untuk membedah materi secara kritis menjadi bagian-bagian yang dapat dikelola untuk memahami organisasinya dan membuat kesimpulan yang relevan.
Evaluasi: Kapasitas untuk menilai kelebihan dan kekurangan klaim, data, atau tindakan yang disarankan.
Pemecahan Masalah: Kapasitas untuk mengenali, merumuskan, dan menyelesaikan masalah melalui penerapan berpikir kritis.
Mendorong Kolaborasi dan Komunikasi
Dalam lingkungan pendidikan, membina kerja sama tim dan komunikasi sangat penting untuk pertumbuhan keterampilan sosial, keahlian materi pelajaran, dan teknik pemecahan masalah yang efisien. Siswa yang bekerja sama dengan baik dan berkomunikasi dengan baik dapat berbagi pengetahuan, memperluas perspektif mereka melalui sudut pandang orang lain, dan membangun kemampuan kerja tim yang penting baik dalam bidang profesional maupun pribadi. Di antara elemen penting dalam meningkatkan kerja sama dan komunikasi adalah:
Partisipasi Aktif: Untuk mendorong pertukaran ide dan pemahaman bersama, dorong siswa untuk mengambil bagian dalam diskusi kelompok, proyek kerja sama, dan latihan membangun tim.
Penetapan Peran: Untuk meningkatkan kerja sama yang damai dan bermanfaat, bantulah anggota kelompok dalam menetapkan peran dengan cara yang adil dan efisien.
Keterampilan Mendengarkan: Untuk meningkatkan kerja sama tim dan memperoleh pemahaman tentang sudut pandang yang beragam, ajari anak cara mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati.
Keterampilan Komunikasi: Mendorong tumbuhnya kemampuan komunikasi lisan dan tulisan siswa sehingga mereka dapat mengekspresikan diri secara meyakinkan dan jelas.
Resolusi Konflik: Membantu menyelesaikan perselisihan dan perselisihan antar anggota kelompok dan menekankan nilai kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama.
Memfasilitasi Pembelajaran Mandiri
Salah satu strategi yang digunakan guru untuk membantu siswa mengambil alih pendidikan mereka sendiri disebut "memfasilitasi pembelajaran mandiri." Kemandirian siswa, dorongan intrinsik, dan kapasitas untuk belajar sepanjang hayat adalah tujuan dari pendekatan ini. Di antara elemen penting dalam mendorong pembelajaran mandiri adalah:
Mempromosikan Kemandirian: Meminta siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikannya, termasuk dalam perancangan, pelaksanaan, dan penilaiannya.
Memberikan Otonomi: Memungkinkan siswa untuk mengikuti hasrat dan minatnya sendiri serta memilih strategi pengajaran berdasarkan preferensi belajarnya sendiri.
Mengajar Keterampilan Metakognitif: Membantu siswa dalam memperoleh kemampuan metakognitif yang memungkinkan mereka mengendalikan pembelajaran mereka sendiri, termasuk pemantauan diri, perencanaan, dan evaluasi.
Tawarkan Umpan Balik: Berikan siswa kritik dan arahan yang bermanfaat sehingga mereka dapat melihat kelebihan dan kekurangan mereka sendiri dan membuat rencana untuk kemajuan.
Mendorong Refleksi: Memotivasi siswa untuk mempertimbangkan apa yang telah mereka pelajari, menilai kemajuan mereka, dan menciptakan tujuan pembelajaran baru.
Dengan bantuan strategi ini, anak-anak dapat meningkatkan kemampuan belajarnya, memperoleh otonomi yang lebih besar atas pendidikannya, dan bersiap untuk belajar seumur hidup.

Penerapan Pengetahuan dalam Konteks Nyata
Gagasan tentang "penerapan pengetahuan dalam konteks nyata" menyoroti betapa pentingnya memastikan siswa dapat menghubungkan topik akademis dengan keadaan dunia nyata selain memahaminya. Siswa mampu membangun keterampilan praktis yang kuat dan sebagai hasilnya menyadari relevansi pembelajaran mereka. Menerapkan informasi pada situasi dunia nyata membantu siswa mendapatkan pemahaman konsep yang lebih dalam, menghubungkan teori dan praktik, dan membuat mereka siap menghadapi kesulitan yang akan mereka hadapi di dunia nyata setelah masa sekolah mereka selesai.
Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Salah satu kemampuan terpenting yang perlu dimiliki setiap orang adalah kemampuan memecahkan masalah. Keterampilan ini memungkinkan kita menghadapi dan mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam hidup.
Berdasarkan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk memberikan sejumlah besar pengetahuan kepada siswa, melainkan untuk menumbuhkan pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah sekaligus memberdayakan mereka untuk secara aktif membangun pemikiran mereka sendiri. pengetahuan. Tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan pekerja sosial. Siswa dapat mengembangkan pembelajaran mandiri dan keterampilan sosialnya dengan bekerja sama untuk menemukan pengetahuan terkait, teknik pemecahan masalah, dan alat pembelajaran.

Langkah -- langkah Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Arend mengklaim bahwa ada lima tahap utama sintaks pembelajaran berbasis masalah. Langkah-langkah tersebut berkaitan dengan tahapan praktikum yang diselesaikan dalam kegiatan pembelajaran PBL sebagai berikut:
Memberikan Orientasi tentang Permasalahannya kepada Siswa
Seperti format pembelajaran lainnya, pembelajaran PBL harus dimulai dengan penjelasan yang jelas tentang tujuan pembelajaran, suasana hati yang gembira, dan uraian tugas yang harus diselesaikan siswa. Instruktur harus hati-hati menangani keadaan sulit atau menetapkan protokol eksplisit untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah. Instruktur harus menyajikan masalah-masalah sulit kepada siswa dengan cara yang menarik.
Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti
Melalui PBL, guru harus membantu siswa belajar bagaimana berkolaborasi dan bekerja sama untuk menyelidiki masalah. Guru harus membantu siswa dalam mengatur proyek pelaporan dan investigasi mereka sebagai bagian dari PBL.
Membantu Investigasi Mandiri dan Kelompok
PBL sangat bergantung pada penyelidikan yang dilakukan sendiri, berpasangan, atau dalam kelompok belajar kecil. Meskipun setiap skenario masalah memiliki serangkaian prosedur investigasi yang sedikit berbeda, sebagian besar memerlukan pengumpulan informasi melalui eksperimen dan pengumpulan data, merumuskan teori dan penjelasan, serta menawarkan solusi.
Mengembangkan dan Mempresentasikan Artefak dan Exhibits
Pembuatan artefak dan pameran dilakukan setelah tahap investigasi. Laporan tertulis bukan satu-satunya jenis artefak. Rekaman video tentang keadaan masalah dan solusi yang disarankan, model dengan empat belas representasi fisik dari masalah atau solusinya, pemrograman komputer, dan presentasi multimedia adalah contoh artefak. Guru sering mengadakan pertunjukan untuk memamerkan karya siswa di depan umum setelah artefak dibuat. Pameran sains tradisional adalah salah satu jenis pameran di mana siswa memamerkan karyanya agar orang lain dapat melihat dan mengevaluasi.
Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah
Kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa dalam menganalisis dan menilai proses kognitif mereka sendiri serta kemampuan intelektual dan investigasi yang mereka gunakan termasuk dalam fase akhir PBL. Pada tahap ini, instruktur meminta siswa merekonstruksi ide dan tindakan yang mereka lakukan sepanjang kelas.
Singkatnya, tahap-tahap awal penerapan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: memberi siswa orientasi tentang masalah, mempersiapkan siswa untuk melakukan penelitian, membantu penyelidikan individu dan kelompok, membuat dan menyajikan artefak dan pameran, dan menganalisis. dan menilai proses pemecahan masalah.


Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa potensi manfaat, antara lain :
Meningkatkan daya ingat dan memperdalam pemahaman terhadap pelajaran yang diajarkan. Pengetahuan akan lebih melekat dalam ingatan Anda jika diperoleh lebih dekat dengan dunia nyata. Siswa akan memahami konten secara lebih utuh jika mereka bekerja dalam konteks yang dekat dan terlibat dalam pembelajaran mendalam yang melibatkan banyak pertanyaan yang mendalam dibandingkan dengan pembelajaran permukaan, yang pada dasarnya adalah menghafal.
Penekanan yang lebih kuat pada informasi terkait. Siswa lebih mampu "merasakan" manfaat pembelajaran berbasis masalah karena mereka menciptakan masalah dengan banyak penerapan di dunia nyata, sehingga lebih mudah dipahami dalam konteks kerja lapangan.
Mempromosikan pemikiran kritis. Keuntungan ini dapat terwujud ketika pengajaran menumbuhkan pemikiran kritis, bertanya, dan refleksi pada siswa. Siswa menerima instruksi dalam penalaran dan mengembangkan kapasitas berpikir mereka.
Membina keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerjasama tim. Pembelajaran berbasis masalah yang efektif dapat menumbuhkan pengembangan keterampilan online dan kerja sama tim karena dilakukan dalam kelompok kecil. Siswa dapat membangun soft skill dalam bentuk hubungan interpersonal.
Mengembangkan kemampuan belajar seumur hidup Melalui PBL, dimana siswa dituntut untuk mencari sendiri informasi yang bersangkutan dan diberikan struktur persoalan dan rumusan masalah yang relatif mengambang untuk dipecahkan, mereka dapat mengembangkan kapasitas belajar (learn how to learn).
Mendorong Siswa Karena tantangan disebabkan oleh konteks pekerjaan, PBL menawarkan kesempatan untuk membangkitkan minat siswa. Ketika diberikan permasalahan yang sulit untuk dipecahkan, anak akan bersemangat untuk melakukannya.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa ada beberapa keuntungan pembelajaran berbasis masalah, antara lain: Meningkatkan hafalan dan pemahaman materi pelajaran, Lebih menekankan pada pengetahuan terkait yang mendorong refleksi, Mengembangkan keterampilan kepemimpinan, sosial, dan kooperatif; Mengembangkan kemampuan belajar (lifelong learning); Mendorong Siswa Melalui PBL.
Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menurut Aris Shoimin kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut:
Siswa didorong untuk mampu memecahkan kesulitan dalam situasi praktis.
Melalui kegiatan belajar, siswa dapat memperluas pengetahuannya sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah, menghilangkan kebutuhan siswa untuk mempelajari konten yang tidak berhubungan. Hasilnya, siswa akan mengalami lebih sedikit kesulitan dalam mengingat atau mengingat materi.
Siswa terlibat dalam kegiatan ilmiah melalui proyek kelompok.
Siswa terbiasa menggunakan berbagai sumber informasi antara lain internet, perpustakaan, wawancara, dan observasi langsung.
Siswa mampu mengevaluasi perkembangan pendidikannya sendiri.
Mahasiswa mampu berkomunikasi secara ilmiah ketika mengikuti debat atau presentasi hasil penelitiannya.
Kerja kelompok dalam bentuk peer teaching dapat membantu mengatasi tantangan belajar individu siswa.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran berbasis masalah Problem based learning diantaranya:
Tidak semua mata pelajaran dapat diajarkan dengan menggunakan PBL; guru tertentu perlu berpartisipasi aktif dalam proses pengajaran. PBL bekerja lebih baik untuk pembelajaran yang memerlukan keterampilan pemecahan masalah yang spesifik.
Memberikan tugas di kelas dengan banyak siswa yang beragam akan menjadi tantangan.
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada kelebihan dan kekurangan pembelajaran berbasis masalah. Manfaatnya sebagian besar berasal dari kemampuan memecahkan masalah dalam situasi praktis dan memperluas pengetahuan seseorang melalui upaya pendidikan. Namun, ada kekurangannya.

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menggunakan situasi dunia nyata untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan sekaligus mengasah pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah adalah prinsip dasar pembelajaran berbasis masalah. Permasalahan nyata adalah permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan jika terselesaikan akan memberikan dampak positif secara langsung. Guru dan siswa dapat memilih atau menentukan situasi sebenarnya berdasarkan seperangkat kompetensi dasar. Masalahnya bersifat terbuka, artinya ada beberapa kemungkinan jawaban atau teknik untuk menyelesaikannya, yang menarik minat siswa untuk mencari tahu pendekatan dan solusinya.
Singkatnya, ide mendasar di balik pembelajaran berbasis masalah adalah menggunakan situasi dunia nyata untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan sekaligus mengasah pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah mereka.

Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Ada tiga aspek dalam pemecahan masalah, menurut Wina: pertama, merupakan proses kognitif yang dipengaruhi oleh perilaku. Tindakan yang dilakukan untuk mencari masalah kemudian mengungkapkan hasil penyelesaian masalah. Selain itu, penyelesaian masalah melibatkan manipulasi pengetahuan sebelumnya yang telah diperoleh.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) memiliki beberapa
karakteristik, sebagai berikut:
Mengenalkan anak pada permasalahan dunia nyata; hindari belajar sendirian.
Jangka waktu yang lama terfokus pada siswa.
Menyelenggarakan pendidikan multidisiplin.
Menelaah isu-isu dunia nyata yang menggabungkan pengetahuan dunia nyata dan pengalaman langsung.
Membuat barang atau karya seni untuk dipajang.
Mempersiapkan siswa untuk menggunakan apa yang mereka pelajari di kelas sepanjang hidup mereka.
Pembelajaran kooperatif berlangsung dalam kelompok kecil.
Guru berperan sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator.
Soal dirancang untuk membantu siswa berkonsentrasi dan belajar.
Pemecahan masalah merupakan sarana untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah.
Pembelajaran mandiri adalah bagaimana informasi baru ditemukan.
Informasi di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa, antara lain, pembelajaran berbasis masalah ditandai dengan memaparkan siswa pada isu-isu dunia nyata dan menghindari pembelajaran yang terisolasi, serta dengan berpusat pada siswa dalam jangka panjang dan mendorong pembelajaran interdisipliner.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun