Mohon tunggu...
Panji Joko Satrio
Panji Joko Satrio Mohon Tunggu... Koki - Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Email: kali.dondong@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Saya Dituduh PKS

15 Desember 2015   12:50 Diperbarui: 15 Desember 2015   17:55 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dituduh itu tidak enak. Apalagi ketika kita tidak melakukan apa yang dituduhkan.

Seperti pas rame-rame pemilu legislatif (pileg) tahun lalu. Ada beberapa orang yang menuduh saya kader atau simpatisan PKS.

Kalau nuduhnya terang-terangan sih malah gampang mengatasinya. Bisa langsung klarifikasi. Lha kalau nuduhnya dengan sindiran atau menyebarkan gosip, kan repot menconternya.

Pentingkah? Lho, kalau di kampung itu penting. Karena kalau kita (dianggap) memiliki pandangan politik berbeda, bisa menjadi "masalah".

Saya menolak diidentifikasi sebagai kader atau simpatisan PKS. Mengapa? Bukan karena PKS itu buruk tetapi karena saya netral. Tidak terlibat politik praktis. Bahasa kerennya: imparsial.

Bersikap netral rasanya lebih nyaman. Politik memang banyak duitnya. Tapi politik juga penuh konflik dan intrik, sehingga kurang menarik. Saya tidak mengatakan politisi itu jelek. Sungguh, saya menjura kepada politisi pemberani, yang berani bertarung demi membela kebenaran di medan penuh comberan.

Pilkada Serentak
Pada pilkada serentak kemarin, saya agak kurang sreg dengan salah seorang tetua kampung. Dia mengarahkan warga untuk mendukung salah satu pasangan calon.

Dukungan itu kemudian diaplikasikan dalam forum resmi semacam rembug warga. Bukan masalah pilihannya, tetapi membawa politik ke forum resmi milik warga menurut saya kurang pas.

Si tetua mengatakan kita harus kompak. Karena nanti kalau calon yang didukung memang, akan ada bantuan pembangunan.

Nah inilah repotnya. Karena ada prasayarat  harus kompak. Kalau tidak "kompak" nanti menghambat "pembangunan".

Padahal politik itu bebas, tidak harus kompak. Suka-suka. Jangankan dengan tetangga, dengan istri saja boleh beda pilihan. Lha kalau warga sekampung harus kompak, kemudian yang tidak "kompak" dimusuhi, kan repot? Malah memantik konflik baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun