Mohon tunggu...
Kahar S. Cahyono
Kahar S. Cahyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Jika kau percaya hidup akan dinilai, kepakkan sayapmu tuk menggapai arti.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menagih Janji Presiden Jokowi untuk Merevisi PP 78/2015

8 Agustus 2019   07:12 Diperbarui: 8 Agustus 2019   07:23 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survey ini penting dilakukan, untuk menghitung kebutuhan real para pekerja. Sehingga kenaikannya tidak didasarkan pada inflansi dan pertumbuhan ekonomi. 

Apabila kenaikan upah minimum dilakukan berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional, maka disparitas upah akan semakin tinggi. 

Sebagai gambaran, upah minimum di Jabodetabek, Purwakarta, Serang, dan Cilegon upah minimumnya mendekati 4 juta. Sedangkan di daerah lain seperti Ciamis dan Majalengka upah minimumnya hanya satu sekian juta. Dikarenakan pengali kenaikan upahnya sama (misalnya hanya 8 persen), maka kenaikan upah di Jabodetabek akan semakin tinggi karena upahnya sudah mendekati 4 juta dan di Ciamis/Majalengka hanya satu sekian juta.

Dengan demikian, jika PP 78/2015 tidak segera direvisi, akibatnya daerah miskin akan semakin miskin.

Di samping itu, kualitas dan kuantitas dari komponen Kebutuhan Hidup Layak juga harus dievaluasi; agar upah yang diterima buruh benar-benar layak.

Ketiga, penetapan upah minimum harus dikembalikan kepada Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Bupati/Walikota dan atau dewan pengupahan. Bukan ditentukan oleh pemerintah pusat. 


Saat ini, intervensi pemerintah pusat terhadap penentuan upah minimum sangat kuat. Bahkan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Ketenagakerjaan mengirimkan surat ke Gubernur di seluruh Indonesia untuk menaikkan upah berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam PP 78/2015.

Dengan kata lain, pemerintah pusat telah melakukan intervensi terhadap Kepala Daerah dalam menetapkan upah minimun. Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, penetapan upah minimum adalah kewenangan Pemerintah Daerah.

Presiden sudah berjanji untuk melakukan revisi terhadap PP 78/2015. Bahkan saat itu ditegaskan, revisi dilakukan kurang dari satu bulan. Sehingga seharusnya bulan Juni sudah ada revisi. Tetapi hingga bulan Agustus revisi tidak kunjung dilakukan.

Saya menduga, revisi PP 78/2015 dihambat oleh pihak-pihak tertentu untuk mempertahankan upah murah. Ironisnya mereka justru mendesakkan agenda agar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang direvisi. Dengan demikian terlihat jelas, semua ini adalah ulah "pengusaha hitam" yang hendak mengejar keuntungan semata.

Bagi para pekerja, yang mendesak untuk dilakukan adalah revisi terhadap PP 78/2015, bukan revisi UU 13/2003. Bahkan kita melihat, revisi UU Ketenagakerjaan tidak menjadi penting untuk saat ini dan beberapa dekade ke depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun