Mohon tunggu...
Kaha Anwar
Kaha Anwar Mohon Tunggu... Serabut-an -

MJS Press

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Syuga Sonyaruri: Cerita Kelam Seorang Nyai

22 April 2012   00:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:18 6085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1335053796630450856

Layaknya wanita-wanita lainnya, Sonya (yang kelak menjadi ibu nyai) mendambakan gebyarnya dunia. Kebesaran, suami yang tampan dan mempunyai pengaruh dengan segenap kewibawaannya, serta keluarga dari trah biru. Semua itu cita-cita yang didamba Sonya. Lantas siapa lelaki yang punya kewibawaan, trah biru yang dapat menutup keinginannya Sonya? Lantas, apakah Sonya benar-benar dapat mewujudkan impian itu? Jika pun tercapai apakah cita-cita itu membuatnya bahagia?

Sonya hidup di lingkungan masyarakat yang masih memegang tradisi pesantren yang kuat. Kyai, gus, ibu nyai merupakan sosok yang berwibawa, punya kharismatik di mata masyarakat. Mereka punya idu geni yang tak mudah dibantah oleh masyarakat. Masyarakat segan, karena percaya mereka orang yang dipilih Tuhan untuk menjaga, mengantarkan masyarakat ke kehidupan yang harmonis, penyelesai masalah kehidupan: baik itu ekonomi, jodoh atau kesehatan. Inilah uniknya kehidupan masyarakat tradisi pesantren, yang masih menempatkan “kyai” sebagai problem solving kehidupannya.

Sonya mencoba mendekati dan menempati pos-pos penting di mata masyarakat tersebut. sayangnya, Sonya bukan siapa-siapa, bukan kalangan santri, tidak pernah mencium kitab kuningnya pesantren. Sonya hanyalah kalangan abangan yang cenderung dianggap “leda-lede” (tidak sungguh-sungguh) dalam menjalani agama. Orang tuanya kaya, pebisnis tetapi ini semua bukan jaminan masyarakat mau menempatkan apalagi menerima sebagai kalangan penting yang mempunyai idu geni tadi. Sonya harus bisa mendapatkan martabat dan derajat itu, apalagi Sonya berwatak ambisius dan ulet, pantang menyerah, keras kepala dalam menjalani hidupnya.

Tuhan memang Maha Adil, meski Sonya bukan kalangan santri tetapi dia memiliki wajah ayu, kemolekan tubuh bak Ken Dedes. Orang tuanya yang kaya raya, memudahkan bagi Sonya untuk merawat tubuh, tak ayal Sonya menjadi primadona desa. Sonya adalah kembang desanya yang banyak dilirik kumbang-kumbang desa, termasuk Gus Khaf, anak sang kyai desa. Singkatnya, Sonya memiliki kecantikan dan cinta pada Gus Khaf yang sanggup memerahkan gairah malam, untuk sepenuhnya menjadi bagian kebesaran dalam tradisi.

Namun, memasuki kalangan trah santri bukan hal yang mudah, meski cantik dan cerdas tetapi Sonya bukan pilihan orang tua Gus Khaf. Gus Khaf diwanti-wanti untuk menjauhi perempuan biasa. Apa lacur, Gus Khaf melangkah dengan keyakinannnya, Sonya merupakan cinta pertama, teman suka dan duka dalam meraih kebesarannya sebagai pengganti kebesaran orang tuanya. Inilah letak sulit sebuah pilihan harus memilih Sonya atau wanita pilihan orang tuanya? Ternyata semua dipilih Gus Khaf: Sonya dan wanita pilihan orang tuanya.

Bagi sonya, pilihan Gus Khaf adalah penderitaan. Dia (Sonya) yang selama ini menemani Gus Khaf ternyata hanya menjadi wanita kedua dalam realita kehidupan Gus Khaf. Sonya hanya menjadi wanita simpanan yang telah tertanam benih dari gus khaf. Posisi yang tidak pernah terbayangkan, diimpikan oleh Sonya selama ini. Putus asa, rasa menyerah kadang menyeruak dalam benak Sonya, tetapi dia bangkit untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menempati posisi penting itu.

Apakah usaha Sonya berhasil? Sonya berhasil menjadi istri sahnya Gus Khaf. Sonya berhasil menyandang gelar ibu nyai, meski harus menunggu orang tua Gus Khaf (Kyai Rukh). Posisinya sama dengan istri pilihan orang tuanya Gus Khaf, tetapi tetap saja pandangan yang tak utuh pada dirinya ada dari masyarakat.  Bahagiakah Sonya dengan martabat barunya? Tidak! Justru saat menjadi istri sah, dan semua masyarakat tahu bahwa dia istri seorang kyai yang kharismatik justru muncul penderitaan yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Bagian dari kebesarankah Sonya bagi Khaf? Tidak. Dulu Sonya memang merasakan bagian dari kebesaran Khaf. Tetapi kali ini, sejak Khaf telah mencapai kebesarannya serta mulai beristri lagi, ia tidak lagi merasakan sebagai bagian dari kebesaran dan kehormatan Khaf. Ia merasa mulai tersisih dan tak dibutuhkan lagi. Ia hanyalah tumbal kebesaran Khaf. Dia merasa keberadaannya tidak lebih sebagai budak belian yang kewajibannya hanya untuk memuaskan nafsu tuannya, sang kyai agung yang diagung-agungkan sebagai orang suci.

Nurul Ibad melalui novelnya ini dengan berani mengabarkan kehidupan kalangan pesantren yang mungkin bagi sebagian orang merupakan wilayah sakral dengan keberadaan kyainya. Meski ini hanya sebuah novel yang banyak dicap hanya fiksi semata, tetapi setidaknya kita dapat mengambil pelajaran, dan menelisik lebih dalam kehidupan pesantren dengan segenap seluk beluk kehidupan “pengusa”nya.

Sonya, menurut saya, hanya peminjaman tokoh untuk mengungkap sisi-sisi samar kehidupan Gus dengan segenap kebesarannya, wong agung yang dielu-elukan masyarakatnya. Gus, tak ubahnya laki-laki lain yang “semakin kaya semakin nakal” sedangkan Sonya “semakin nakal semakin kaya”. Sonya meski tercapai keinginannya namun tak pernah menikmati cita-citanya, malah sebaliknya dia bagaikan menggali lubang-lubang yang kemudian menguburnya. Kisah yang tragis!

Judul buku               :  Syuga Sonyaruri Memerahkan Kesunyian Malam

Penulis                      :  Nurul Ibad, MS

Penerbit                    :  LKiS Yogyakarta

Tahun terbit              :  cetakan I, 2011

Jumlah halaman        :  xii + 272 halaman, 13 x 20,5 cm

Kategori                   : sastra (novel)

ISBN                        :  979-25-5354-3

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun