Bergeser lagi beberapa meter dari bawah kubah utama menuju ke arah depan kita mendapati ruang imam yang berada tepat dibawah kubah kecil yang bagian tengahnya juga terdapat chandeliers cantik. Antara ruangan imam yang juga sangat besar ini dengan tempat shalat jamaah diberi tanda pemisah berupa penyekat ruangan atau sketsel kecil dari bahan kayu berukir.
Baca Juga :  Cerita Masjid Tua Tanpa Nama di Sungai Jingah            Â
Di ruangan imam inilah, mimbar unik berbahan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) yang berhias ornamen ukiran stylish dari untaian kembang di semua gagiannya yang  berbentuk panggung, lengkap dengan kubah kecil dibagian atapnya dan tangga untuk naik khatib yang akan berkhutbah, peninggalan masjid lama yang berumur ratusan tahun tampak masih kokoh dengan bagian belakang bersandar di dinding.Â
Sampai sekarang, mimbar tua karya H.M Musyafa ini masih dimanfaatkan untuk khutbah Jumat dan khutbah untuk shalat-shalat berjamaah lainnya yang dalam tuntunannya terdapat khutbah dari seorang khatib.
Uniknya, sama seperti di tiang-tinga sokoguru, di tangga naik mimbar yang berkarpet saat itu terdapat kambang barenteng atau bunga segar biasanya berupa bunga kenanga, melati dan mawar yang dirangkai dengan tali yang umumnya oleh Urang Banjar ditempakan di tempat-tempat yang dianggap bertuah atau dikeramatkan. Sudah pasti, bau harumnya yang menyegarkan dan menenangkan akan menyebar ke segala penjuru ruangan. Haruuuuuuum!
Khusus di hari Jumat, biasanya Masjid Agung Al Karomah di Kota Martapura ini mendapatkan "tamu" jenazah untuk disahalatkan lebih banyak dari biasanya, karena pada penghulu hari itu tidak hanya warga dari seputar Kota Marapura saja yang biasanya hadir untuk shalat jumat termasuk mengirimkan jenazah untuk di shalatkan, tapi juga dari berbagai penjuru kabupaten Banjar yang mempunyai total luas ± 4.688 km² atau separuh lebih luas dari Propinsi DI Yogyakarta dan sedikit lebih kecil dari luas Propinsi Bali.
Semoga bermanfaat!