Mohon tunggu...
Kadek Sinta Ariesta
Kadek Sinta Ariesta Mohon Tunggu... Bankir - Credit Analyst

Bankir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urbanisasi sebagai Isu Strategis Perkotaan

27 Maret 2018   18:51 Diperbarui: 27 Maret 2018   19:15 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu isu menjadi strategis saat terdapat suatu kondisi yang tidak diantisipasi dan menimbulkan kerugian yang besar. Isu strategis perkotaan yang cukup serius adalah mengenai kenaikan jumlah penduduk perkotaan sebagai wujud terjadinya fenomena urbanisasi akibat migrasi desa-kota. Menurut data Price Waterhouse Cooper pada 2014, tingkat populasi urbanisasi Indonesia sebesar 51,4 persen atau tertinggi kedua setelah Malaysia dengan angka sebesar 73,4 persen. Sedangkan negara anggota ASEAN lainnya, seperti Vietnam hanya 31,7 persen, Thailand 34,5 persen, dan Filipina 49,1 persen. 

Faktanya, menurut  Peneliti LP3E Kadin, Ina Primiana, pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia juga yang sangat tinggi dengan angka sebesar 2,7 persen per tahun. Selain itu,  kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) perkotaan juga lebih tinggi ketimbang pedesaan itu sendiri. Menurut data yang dipaparkan, Pulau Jawa yang memiliki daerah perkotaan lebih dominan, menyumbang kontribusi PDB sebesar 57,99 persen.

Menurut KBBI, urbanisasi adalah perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota besar (pusat pemerintahan). Pengertian urbanisasi ini berbeda-beda sesuai interpretasi tiap individu. Shogo Kayono dalam ABBAS (2002) mengatakan bahwa urbanisasi sebagai perpindahan dan pemusatan penduduk secara nyata yang memberi dampak dalam hubungannya dengan masyarakat baru yang dilatarbelakangi oleh faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya. 

Sedangkan menurut Dr.PJM Nas (2010), urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Dari berbagai sumber pengertian urbanisasi yang ada, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa urbanisasi adalah sebuah proses pengkotaan suatu wilayah. 

Dalam hal ni, yang dimaksud oleh proses pengkotaan adalah suatu perubahan secara essensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah karena perecepatan kemajuan ekonomi. Contohnya Kota Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Selain itu, proses pengkotaan dapat diartikan dengan banyaknya penduduk yang pindah dari desa ke kota karena adanya penarik di kota, misalnya kesempatan kerja.

Urbanisasi adalah masalah perkotaan yang sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga berbagai kalangan masyarakat. Urbanisasi tidak hanya memberi dampak untuk daerah perkotaan namun juga pada daerah pedesaan. Penyebab urbanisasi karena adanya daya tarik (pull factors) dari perkotaan dan daya dorong (push factors) dari pedesaan. Terbatasnya lapangan kerja di desa menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi ini. 


Daerah perkotaan memiliki lapangan pekerjaan yang lebih variatif dibandingkan daerah pedesaan yang cenderung homogen, hal ini tentunya tidak memberikan kesempatan orang yang memiliki skill lainya untuk berkembang. Jenis pekerjaan yang beragam ini akan menawarkan gaji/pendapatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan penduduk desa yang bekerja sebagai petani khusususnya bagi penduduk desa yang memiliki keterampilan tinggi serta bekerja sebagai kaum profesional. 

Hal ini relevan dengan apa yang diutarakan oleh Todaro (1982) yang menyatakan bahwa  motif ekonomi dapat menjadi salah satu faktor pendorong bagi orang desa berpindah ke kota. Selain itu,  beberapa adat istiadat sifatnya yang cukup mengekang sehingga menghambat masyarakat pedesaan tidak dapat berkembang dan tidak maju. Tidak tersedianya fasilitas yang memadai juga menjadi faktor pendorong dari desa karena wailayahnya yang mungkin agak jauh dari jangkauan pemerintahan. 

Faktor penarik dari kota adalah kesempatan kerja yang besar karena tersedianya lapangan kerja yang cukup banyak, upah kerja yang tinggi, tersedia berbagai fasilitas kehidupan yang cenderung lengkap dan memadai, gaya hidup yang relatif bebas dan individual, sarana transportasi yang mudah dijangkau, pendidikan di kota yang lebih berkualitas, serta kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk yang pindah dari desa ke kota ini menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif. Meningkatnya tingkat pendapatan penduduk desa yang pindah ke kota , hal ini tentunya disebabkan oleh lapangan kerja yang memadai dan upah tenaga kerja yang dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Kemudian, hal positif urbanisasi untuk pedesaan adalah terdorongnya pembangunan desa karena penduduk yang pernah urbanisasi telah mengetahui kemajuan di kota sehingga dapat diimplementasikan di desanya, bagi desa yang padat penduduknya maka urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk, serta urbanisasi dapat mengurangi jumah pengangguran di desa. 

Bagi kota, dampak positif yang dirasakan adalah lapangan-lapangan pekerjaan yang ada di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja mereka, semakin banyak tenaga kerja maka akan berpeluang membentuk sumber daya manusia yang berkualitas di perkotaan. 

Dampak negatif yang diperoleh dari urbanisasi ini adalah desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian, banyak yang meninggalkan desa sehingga sedikit tenaga petani yang tersisa, mulai meredupnya norma desa setempat dan bercampur dengan norma perkotaan. Banyaknya penduduk desa yang datang ke kota mengakibatkan luapan tenaga kerja yang tak terbendungkan. 

Hal ini menimbulkan masalah kompleks lainnya seperti pengangguran dan kemiskinan yang timbul akibat proses urbanisasi yang berlebihan. Meningkatnya kemacetan lalu lintas, kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya juga merupakan dampak negatif yang ditimbulkan urbanisasi untuk daerah perkotaan.

Masalah urbanisasi yang cukup kompleks ini menimbulkan berbagai permasalahan lainnya yang saling tumbuh berkaitan. Oleh karena itu, solusi dan penanggulangan yang dapat ditawarkan untuk kasus urbanisasi ini, antara lain ; melakukan upaya pencegahan (preventif) menurut  Maskun (1994) dan Beratha (1991) dengan menggalakkan berbagai kegiatan penyuluhan pembangunan pedesaan (melakukan modernisasi desa melalui progam-progam pembangunan yang dirancang) dengan harapan metode ini mampu meningkatkan kesadaran di kalangan desa untuk mengembangkan desanya menjadi lebih variatif, canggih

Dan tidak lagi konvensional serta mengubah daya pikir masyarakat pedesaan mengenai pengadaan lapangan kerja yang lebih inovatif dan variatif dengan dibekali berbagai keterampilan dan keahlian yang memadai. Kemudian, perlu adanya aturan yang memberi sanksi yang keras dan tegas pada penduduk yang berpindah ke kota sehingga tidak memberi ruang yang terlalu luas bagi penduduk desa untuk berdomisili di kota, membatasi tingkat pertambahan penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB), melaksanakan pembangunan dengan cara desentralisasi, yaitu pembangunan yang dilakukan secara merata dan menyebar pada daerah-daera, sehingga membuat masyarakat pedesaan yang berkeinginan mendapat pekerjaan tidak perlu harus datang ke kota besar. 

Tata kelola masalah urbanisasi di perkotaan dapat dikendalikan melalui infrastructure and service management, yaitu eningkatkan angka fasilitas yang dibutuhkan masyarakat desa, mulai dari pendidikan, kesehatan, sarana hiburan, hingga transportasi. Terbagi atas uniquness of infrastructure,fasilities, and utilities, infrastructure and service deliveries, infrastructure and services adequacies.  

Salah satu contoh urbanisasi yang tak terkendali terjadi di DKI Jakarta. Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi sasaran empuk urbanisasi, hal ini dikarenakan fasilitas dan utilitas di Jakarta yang tergolong mumpuni, lapangan pekerjaan yang dinilai heterogen, dan berbagai alasan urbanisasi lainnya. Kondisi ini menyebabkan kepadatan populasi di Jakarta yang berimbas pada berbagai permasalahan yang harus dihadapi, seperti polusi, persampahan, transportasi, kriminalitas, kelangkaan tanah untuk perumahan, dsb.  

Kesimpulan yang dapat ditarik dari dampak urbanisasi ini adalah urbanisasi yang berlebihan dan tidak terkendali dapat mempengaruhi perkembangan dan tata kelola suatu kota, hal ini menimbulkan berbagai dampak diantaranya dampak negatif dan dampak positifnya. Segala dampak positif ini dapat menunjang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kota. Sedangkan dampak negatifnya dapat dipecahkan sebagian kecil dengan adanya program dan kebijakan dari pemerintah. Urbanisasi adalah masalah akar perkotaan yang harus dikenadalikan. Sebagai perencana yang dapat dilakukan adalah salah satunya merencanakan pembangunan infrastruktur yang memadai dan merata di seluruh wilayah yang ada, baik kota maupun pedesaan.

References

Harahap,S.Sos,.M.Si, F. R. (n.d.). Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia. Journal Society.

Haris, A. (2015). Studi Media Dan Perpustakaan tentang Urbanisasi. Jupiter.

Sutriadi,S.T,.M.T,Ph.D, R. (n.d.). Towards A communicative City: enhancing Urban Planning Coordination By A Support Of Information And Technology . case Study bandung Metropolitan Area, Indonesia. ScienceDirect.

Oleh : Kadek Sinta Ariesta (08211640000004)

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun