Mohon tunggu...
kadek karunia dita rahayu
kadek karunia dita rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswi jurusan Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Healthy

"Awas Stunting! Ini Langkah Kecil Dengan Dampak Besar Untuk Masa Depan Anak"

28 April 2025   18:14 Diperbarui: 28 April 2025   18:14 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Stunting bukan takdir. Dengan gizi dan kasih sayang, masa depan anak bisa kita selamatkan." 

Di balik tubuh mungilnya, stunting diam-diam mencuri masa depan anak-anak Indonesia. Bukan sekadar soal tinggi badan, stunting menghambat kecerdasan, kesehatan, hingga peluang mereka meraih kehidupan yang lebih baik. Masalah ini nyata, mengancam, namun sering kali luput dari perhatian. Padahal, mencegah stunting bukan perkara sulit, hanya butuh kesadaran dan langkah nyata sejak dini. Lalu, bagaimana sebenarnya stunting bermula, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya?

Mari kita selami dan pelajari lebih dalam, sebelum kesempatan itu benar-benar hilang.

Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di seluruh dunia. Menurut data Joint Child Malnutrition Estimates (JME) yang dirilis oleh UNICEF dan WHO, pada tahun 2022 terdapat sekitar 148,1 juta anak di bawah usia lima tahun yang mengalami stunting secara global, dengan prevalensi sebesar 22,3%. Meskipun terjadi penurunan dari angka 40,2% pada tahun 1990, laju penurunan stunting global masih belum cukup untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Secara global dari 154 negara yang memiliki data stunting Indonesia menempati urutan tertinggi ke 27 dan berada di posisi ke-5 di kawasan Asia. Meskipun demikian, penurunan prevalensi stunting di Indonesia masih cukup jauh dari target. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2023 masih sebesar 21,5%, hanya turun 0,1% dibandingkan dengan angka pada tahun 2022 yang mencapai 21,6%. Angka tersebut masih berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 20%

Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah Indonesia menetapkan target penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Percepatan penurunan prevalensi stunting juga telah dimasukkan dalam strategi nasional, yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung komitmen pemerintah.

Apa Itu Stunting dan Mengapa Kita Harus Peduli?

Stunting merupakan suatu keadaan di mana tinggi badan anak lebih rendah dari rata-rata untuk usianya karena kekurangan nutrisi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada ibu selama kehamilan atau pada anak saat sedang dalam masa pertumbuhan. Stunting adalah  masalah  kurang  gizi  kronis  yang  disebabkan  oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan  kebutuhan  gizi. Stunting dapat terjadi  mulai  janin  masih  dalam  kandungan  dan  baru nampak  saat  anak  berusia  dua  tahun (Kementerian  Kesehatan  Republik Indonesia,  2016). Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK tidak hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan saat ini dan produktivitas anak di masa dewasanya.


TAPI MENGAPA STUNTING BEGITU BERBAHAYA?

Stunting bukan sekadar persoalan tubuh pendek, melainkan masalah serius yang mengancam masa depan anak dan bangsa. Stunting merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan gagal tumbuh pada balita, bisa menimbulkan penyakit-penyakit metabolic yaitu penyakit degeneratif seperti diabetes dan jantung, bisa menurunkan produktivitas ketika dewasa, serta menyebabkan gangguan dalam perkembangan kognitif dan motorik. Selain itu, anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah, sehingga lebih rentan terhadap infeksi penyakit. Dampak ini tidak hanya dirasakan saat masa kanak-kanak, tetapi juga berlanjut hingga dewasa.

TANDA GEJALA STUNTING

Anak yang mengalami stunting menunjukkan beberapa tanda dan gejala. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
  • Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
  • Berat badan yang tidak naik, bahkan cenderung turun
  • Rentan mengalami masalah kesehatan
  • Pertumbuhan tulang dan gigi yang terlambat
  • Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk
  • Pubertas yang lambat
  • Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
  • Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya

Mengidentifikasi tanda dan gejala stunting sejak dini sangat penting untuk melakukan intervensi yang tepat guna memperbaiki status gizi anak dan mencegah dampak jangka panjang dari kondisi ini. Penanganan yang cepat dan efektif dapat membantu anak mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal

PENYEBAB STUNTING

Stunting juga memiliki banyak penyebab yang kompleks, dan seringkali merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling berhubungan. Beberapa penyebab utama termasuk:

  • Kekurangan Gizi, kurangnya asupan gizi yang memadai, terutama protein, zat besi, vitamin A, vitamin D, dan kalsium, dapat menghambat pertumbuhan anak-anak.
  • Gizi Ibu Selama Masa Kehamilan, kekurangan gizi pada ibu selama kehamilan dapat memengaruhi pertumbuhan janin dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, yang meningkatkan risiko stunting di kemudian hari
  • Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat badan lahir rendah atau sering disebut dengan BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2.500 gram. Berat badan lahir rendah bisa disebabkan oleh keadaan gizi ibu yang kurang selama kehamilan. Masalah jangka panjang yang disebabkan oleh BBLR adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan.
  • Masalah dalam pemberian ASI, Masalah dalam pemberian ASI yaitu: delayed initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI.
  • Pola Makan Yang Buruk, kebiasaan makan yang tidak sehat, termasuk konsumsi makanan yang rendah gizi dan tinggi lemak, gula, dan garam, dapat menyebabkan stunting jika terjadi dalam jangka waktu yang lama.
  • Penyakit Infeksi, penyakit kronis, infeksi kronis, atau penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi juga dapat menghambat pertumbuhan anak-anak.
  • Faktor Lingkungan, faktor lingkungan seperti sanitasi yang buruk, akses terbatas ke air bersih, dan kebiasaan hidup yang tidak sehat dapat memperburuk kondisi gizi dan menyebabkan stunting.
  • Faktor Sosio Ekonomi, ketidakstabilan ekonomi, kemiskinan, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan kurangnya pendidikan tentang gizi dan perawatan anak dapat menjadi faktor risiko untuk stunting.
  • Faktor Genetik, beberapa kasus stunting mungkin juga disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan, meskipun faktor ini lebih jarang terjadi dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.

PENCEGAHAN STUNTING

Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode emas (golden age) untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau periode emas ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia dewasa.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini mengingat tingginya prevalensi stunting di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting, melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2013)

  • Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan
  • Pemberian Makanan Tambahan (PMT) unruk ibu hamil
  • Pemenuhan gizi
  • Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
  • Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
  • Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan
  • Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2 tahun  
  • Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
  • Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat
  • Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


 

DAFTAR PUSTAKA

  • Arbain, T., Saleh, M., Putri, A. O., Noor, M. S., Fakhriyah, F., & Ranindy, Q. S. K. A. I. K. et al.  (2022). Stunting dan permasalahannya. CV Mine.
  • Febri Kurniatin, L., Bahriyah, F., Wati, I., Ulva, S. M., Abselian, U. P., Laili, U. N., et al. (2023). Stunting (Y. Sabilu, L. Rosyanti, & N. Nasruddin, Eds.). CV Eureka Media Aksara. http://repository.stikeswirahusada.ac.id/id/eprint/447/1/Buku%20Stunting.pdf
  • Handayani, M. L., & Trustisari, H. (2024). Butating: Buku pintar cegah stunting. BFS Medika. https://www.penerbitbfsmedika.com 
  • Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., Anggraini, L., & Mahasiswa, B. et al. (2018). Study guide: Stunting dan upaya pencegahannya
  • Utari, S., Nur, R., Widyastuti, L., & Arumsari, N. (2021). Pendampingan keluarga dalam percepatan penurunan stunting. (Penerbit tidak disebutkan)
  • Wardah. (2022). Keluarga bebas stunting.
  • Sari, I. P., Trisnaini, I., Ardillah, Y., & Sulistiawati, S. (2021). Buku Saku Pencegahan Stunting sebagai Alternatif Media dalam Meningkatkan Pengetahuan Ibu. Dinamisia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 300-304.
  • Ambarwati, D., Kusuma, I. R., Riani, E. N., & Safitri, M. D. (2022). Pemanfaatan Buku KIA sebagai
    sarana deteksi dini stunting secara mandiri. Jurnal Berdaya Mandiri, 4(1), 852-859.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun