Di sektor organisasi dan institusi (baik pemerintahan, pendidikan, maupun swasta), implementasi THK diwujudkan dalam pola manajemen yang menyeimbangkan aspek spiritual, sosial, dan ekologis.
- Parahyangan (Etika dan Spiritualitas dalam Manajemen):
- Â Â Â Etika Bisnis sebagai Parhyangan: Sebuah perusahaan yang berlandaskan THK akan menempatkan nilai integritas dan moral di atas segalanya. Ini berarti transparansi dalam laporan keuangan, anti-suap, kejujuran dalam pemasaran produk, dan menjalankan bisnis dengan cara yang tidak merugikan pihak lain. Visi dan misi perusahaan tidak hanya mengejar profit, tetapi juga kontribusi positif bagi masyarakat dan alam. Terdapat fasilitas kegiatan spiritual di tempat kerja seperti doa bersama, pura di area kerja, atau refleksi rutin. Pola kepemimpinan yang dilaksanankan di tempat kerja berorientasi pada nilai-nilai etis, misalnya memberikan cuti pada karyawan yang akan memperingati hari-hari besar keagaman.
- Pawongan (Hubungan Antar Manusia dan Kesejahteraan SDM):
-    Lingkungan Kerja sebagai Pawongan: Manajemen modern berbasis THK melihat karyawan bukan sebagai sumber daya yang di gunakan sebagai alat untuk meraih profit, namun sebagai manusia seutuhnya. Ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan upah yang adil, program pengembangan diri, penciptaan budaya kerja yang kolaboratif dan anti-diskriminasi, serta jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Dismping itu  pula perusahaan wajib bertanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang memberdayakan masyarakat lokal. Memenuhi Hubungan yang harmonis antara manajemen dan karyawan terbukti meningkatkan produktivitas dan loyalitas.
- Palemahan (Manajemen Lingkungan dan Keberlanjutan):
    Penerapan green management dalam operasional organisasi secara berkelanjutan. Menggunakan sumber energi alternatif seperti panel surya, pengelolaan limbah yang baik dan tidak mencemari linkungan, melakukan penghijauan di sekitar areal perusahan, kantor atau pun sekolah. Bekerja sama dengan pemasok lokal, serta penggunaan poduk jasa yang ramah lingkunagn. lingkungan.
lustrasi Praktik Baik:
   Sebuah resor di Ubud, Bali, secara sadar merekrut mayoritas stafnya dari desa sekitar (Pawongan), membangun propertinya dengan material ramah lingkungan dan menjaga kontur tanah asli (Palemahan), serta rutin mendukung kegiatan upacara di pura desa setempat sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya lokal (Parhyangan). Hasilnya? Resor tersebut tidak hanya sukses secara finansial tetapi juga dicintai oleh masyarakat dan dihargai oleh tamu internasional yang mencari pengalaman otentik.
Kesimpulan
Tri Hita Karana bukan sekadar falsafah hidup tradisional masyarakat Bali, tetapi juga telah menjadi kerangka pembangunan daerah. Implementasi THK terlihat jelas dalam berbagai kebijakan publik, mulai dari tata ruang wilayah, dana desa adat, hingga pengelolaan lingkungan.
Implementasi Tri Hita Karana dalam kebijakan publik dan manajemen organisasi merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan Bali yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berbudaya. Prinsip Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan menjadi pedoman etis dan filosofis dalam setiap keputusan dan tindakan. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta diharapkan terus menginternalisasi nilai-nilai THK agar pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan spiritual, sosial, dan ekologis demi harmoni kehidupan masyarakat Bali.
Melalui pendekatan ini, pembangunan di Bali diharapkan tidak hanya memberikan kesejahteraan ekonomi, tetapi juga menjaga keharmonisan spiritual, sosial, dan ekologis. Dengan THK, Bali menunjukkan bahwa kearifan lokal bisa menjadi dasar pembangunan yang modern sekaligus berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI