Mohon tunggu...
M.Kabul Budiono
M.Kabul Budiono Mohon Tunggu... Dosen, tetap suka menulis, pemerhati masalahj sosial dan praktisi seni budaya

Lahir di desa, berkembang di kota bekerja di RRI dan TVRI, pernah menjadi Anggota Dewan Penasehat PWI Pusat, masih lanjut aktif di media sosial dan menjadi Dosen Universitas Indraprasta PGRI. Saya sudah sejak lama aktif di Kompasiana dengan nama yang sama, namun beberapa tahun berhenti, dan sejak beberapa waktu lalu berusaha aktif kembali.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Telaah Filosofis : Gondomono Luweng, Demo Anarkis, dan Tuntunan Agama.

1 September 2025   16:57 Diperbarui: 2 September 2025   10:24 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabul - Dok Pribadi

Dalam jagad pewayangan, dikenal  kisah Gondomono Luweng atau Gondomono dimasukkan ke lubang atau sumur. Lakon ini menceritakan Patih Gondomono yang murka atas kelicikan Sengkuni.   Sengkuni menjungkir balikkan fakta mengenai kehendak Prabu Trembaka untuk berdamai dengan Hastina. Sengkuni merekayasa informasi yang menyatakan bahwa Prabu Trembaka akan memusuhi Hastina. Sengkuni menjadikan isu ini sebagai trik untuk mencelakai Gondomono dengan membuat perangkap sebuah luweng atau Sumur sehingga Gondomono terperosok ke dalamnya.

Dalam keadaan masih hidup, Sengkuni memerintahkan orang orang menimbun sumur dengan batu. Kepada Prabu Pandu, Raja Hastina, Sengkuni  mengatakan bahwa Gondomono sudah mati. Tanpa menelaah duduk soalnya, Prabu Pandu mengangkat Sengkuni sebagai Patih ( Perdana Menteri ) menggantikan Gondomono. Gondomono yang ternyata masih hidup, berkat  dibantu Bimo keluar dari Sumur, menghadap rajanya dan menerima keputusan yang sangat mengecewakan hatinya. Suatu keputusan  yang dilakukan tanpa cek dan recheck.

Tetapi ia marah luar biasa, ketika mengetahui bahwa Sengkuni sudah berusaha melakukan  perundungan kepada istrinya. Dengan mengatakan suaminya sudah tewas, Sengkuni berusaha menjadikan istri Gondomonno sebagai istrinya. Karena tindakan Sengkuni itu, istri Gondomono, bunuh diri. Gondomono marah dan kehilangan kendali, mengamuk memukuli Sengkuni hingga setengah mati dan cacat permanen. Raja Hastina, berkat pengaduan Sengkuni, tidak mentolerir tindakan Gondomono yang dinilai kelewat batas. Ia yang sudah kehilangan jabatan, akhirnya malahan diusir.

Kisah atau lakon dalam Mahabharata ini boleh jadi bisa dimaknai secara filosofis, bahwasanya amarah yang meledak tanpa kendali, meski dilandasi niat melawan kebatilan, justru berbuah hukuman dan keterasingan.

Hikmah ini menarik jika di otak-atik gatuk atau dikait kaitkan  dengan fenomena kontemporer---unjuk rasa yang semula dimaksudkan sebagai jalan perjuangan, berubah menjadi anarkis dan penjarahan, lalu kehilangan legitimasi moral di mata pimpinan negara dan masyarakat.   Gerakan itu melahirkan kecaman kecaman.

Bagaimana jika kita melihatnya dalam perspektif dan atau ajaran Islam ?

Allah SWT memberikan petunjuk melalui Al-Quran agar manusia tidak melampaui batas.   " Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."
(QS. Al-Baqarah [2]: 190)

Meskipun ayat ini turun dalam konteks peperangan, ulama tafsir menegaskan adanya  makna yang lebih luas: setiap bentuk kekerasan yang melampaui batas keadilan dilarang oleh Allah.

Allah juga memberi Perintah agar berlaku lemah lembut  dan menghindari kekerasan.
" Maka disebabkan rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu."
(QS. li 'Imrn [3]: 159)

Dalam Islam, amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban. Namun adab adalah ruh perjuangan. Rasulullah bersabda: "Seorang Muslim adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain."
(HR. Bukhari-Muslim)

Firman Allah dan Hadis tersebut  rasanya menegaskan bahwa perjuangan yang kehilangan kendali diri, atau terdorong oleh kelompok sehingga kehilangan kesabaran, dan akal sehat lantas berbuat onar dan kerusakan,  sama dengan menodai identitas seorang Muslim.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun